![]() |
Mengenal
Raden Mas Pandji Sostrokartono, Sosok Pertama yang Meraih Gelar Sarjana di
Indonesia
Penulis : Amelia Indahsari | Editor : Arnita Sari Siagian
Gardamedia.org- Tanggal
29 September diperingati sebagai Hari Sarjana Nasional. Hari Sarjana Nasional
diperingati sebagai bentuk apresiasi bagi para mahasiswa-mahasiswi yang telah
berhasil menempuh pendidikan di perguruan tinggi.
"Sarjana" bukan hanya sebuah gelar, tetapi
maknanya lebih dari itu. Esensi dari sarjana yang sesungguhnya adalah mampu
mempertanggungjawabkan ilmu yang didapat dan mengamalkannya untuk kehidupan di
masyarakat sebagai bentuk kontribusi terhadap negara. Terlepas dari itu semua, masih banyak yang belum mengetahui siapakah sosok sarjana pertama dari
Indonesia?
Ialah Raden Mas Pandji Sosrokartono. Beliau merupakan kakak
kandung dari Raden Adjeng Kartini, pahlawan emansipasi wanita. Sosrokartono
lahir di Jepara, 10 April 1877. Ayahnya bernama Raden Mas Adipati Ario
Sosroningrat dan ibunya Nyai Ajeng Ngasirah. Sosrokartono memiliki latar
belakang keluarga bangsawan dan menjunjung tinggi pendidikan. Beliau memulai
pendidikan sekolah dasarnya pada tahun 1885 di ELS (Europeesche Lagere School) Jepara. ELS merupakan sekolah Belanda
dan menggunakan bahasa Belanda sebagi bahasa pengantar. Hal ini tentu tidak
menyulitkan bagi Sosrokartono karena ia sudah menguasai bahasa Belanda sebelum
sekolah di ELS.
Setelah lulus dari ELS tahun 1892, Sosrokartono melanjutkan sekolah
menengahnya pada tahun di HBS (Hogere
Burger School) Semarang. Selama bersekolah di HBS, ia tinggal bersama
keluarga Belanda. Pada tahun 1897,
Sosrokartono lulus dari HBS dengan nilai sangat memuaskan. Hal itu membuatnya
dikirim ke Belanda untuk melanjutkan pendidikan tinggi di Sekolah Tinggi Teknik
Delft (Polytechnische School Delft).
Dua tahun menempuh pendidikan sebagai mahasiswa teknik, Sosrokartono merasa
kurang cocok dengan jurusannya, ia merasa bakatnya ada di bidang sastra.
Akhirnya, ia pindah ke Universitas Leiden dan mengambil Faculteit der En Wijsbegeerte (Fakultas Kesusastraan Timur).
Setelah lulus, Sosrokartono melanjutkan karirnya dengan
mencoba berbagai pekerjaan. Pada tahun 1917, ia terpilih menjadi wartawan surat
kabar Amerika "The New York Herald"
untuk meliput perang dunia 1. Sosrokartono merupakan seorang poliglot yang mampu menguasai lebih dari 30
bahasa. Berkat kemampuannya itu, beliau pernah bekerja sebagai juru bahasa
sekutu, atase kedutaan besar Prancis, dan penerjemah Liga Bangsa-Bangsa
(sekarang Persatuan Bangsa-Bangsa).
Sosrokartono
memberikan kontribusi bagi Indonesia melalui pendidikan. Beliau pernah menjadi
guru dan kepala sekolah di Taman Siswa Bandung (Nationale Middlebare School). Sosrokartono memiliki idealisme yang kuat yaitu ingin
mencerdaskan bangsa dan tidak takut pada imperialisme dan kolonialisme. Sosok
Sosrokartono sudah seharusnya dijadikan panutan bagi para pelajar Indonesia.
Sosrokartono sebagai pribumi pertama yang meraih gelar sarjana dan menempuh
pendidikan tinggi di Belanda. Walaupun karirnya sangat besar di luar negeri, ia
tidak lupa akan bangsanya. Cita-citanya adalah memajukan bangsa dengan
membagikan ilmu yang dia miliki.
Sebagai seorang mahasiswa, kita mengemban tanggung jawab besar sebagai agen perubahan Indonesia ke arah yang lebih baik. Pendidikan formal yang kita dapat di perguruan tinggi sudah sepatutnya kita amalkan pada masyarakat. Sungguh, ilmu akan terasa lebih bermanfaat jika kita mampu membagikannya dengan orang lain.