Kamis, 29 Oktober 2020

LOLOS MENUJU PIMNAS – 33, BERIKUT 5 TIM USU YANG SIAP MENYABET MEDALI

 



LOLOS MENUJU PIMNAS – 33, BERIKUT  5 TIM USU YANG SIAP MENYABET MEDALI

Penulis: Munir Suteja Siregar


Gardamedia.org – Jum’at (30/10) Pekan Ilmiah Mahasiswa Nasional (PIMNAS) adalah salah satu media atau sarana  komunikasi untuk mempertajam wawasan dan meningkatkan kreativitas mahasiswa dalam pengembangan ilmu pengetahuan, teknologi dan seni serta meningkatkan keterampilan mahasiswa dalam penyamaian karya intelektual pada  forum ilmiah.


PIMNAS yang merupakan sebuah ajang kompetisi karya kreatif mahasiswa Diploma dan S1 tingkat Nasional yang diadakan oleh Dikti, dimana dalam ajang ini akan bertanding seluruh perwakilan mahasiswa, dari bermacam jurusan, yang datang dari penjuru Indonesia


Untuk itu, tim USU telah berhasil melewati serangkaian seleksi yang begitu panjang, dengan mantap mendapatkan 5 tim kebanggaan USU yang lolos  pada ajang ini.    



Kelima tim USU tersebut ialah, Fitra Yuda Pratama dan timnya lolos pada PKM Kewirausahaan, di susul oleh Ilham Syahbandi dan tim, selanjutnya  ada Aufa Nurul Khadijah dan tim pada bidang yang sama. Berikutnya ada dua tim lagi yang lolos  pada PKM Penelitian, Qilban Ridho dan tim serta Asri Alfiyah Ningsih Nasution dan tim. 


Kelima tim kebanggaan USU ini akan berkompetisi pada tingkat Nasional untuk memaparkan karyanya  masing- masing. Acara ini akan berlangsung pada 24 November mendatang, hingga 29 November, melalui aplikasi Zoom  dan di publikasikan secara streaming  di kanal Youtube PIMNAS.




Ilham Syahbandi, selaku ketua tim yang lolos pada salah satu PKM Kewirausahaan perwakilan USU mengaku sangat bersyukur bisa lolos PIMNAS. “Dari beberapa  tahapan seleksi yang dilalui, Alhamdulillah saya dan tim dapat melalui dengan lancar, walaupun ada  beberapa kendala, tapi Alhamdulillah bisa kita selesaikan, tentunya ini berkat dari teman- teman, Ibu dosen pembimbing, Ibu dosen di FASILKOM- TI dan pihak Rektorat juga, yang sudah membantu adanya monev internal.” 


Ilham juga berharap bahwa karya mereka dapat menjuarai ajang PIMNAS ini.  “Kita sangat berharap Bantu Cuci, khususnya bisa membawa nama USU kedalam perolehan juara di PIMNAS, karena kita tau sendiri USU jarang sekali bisa menang, semoga lewat Bantu Cuci dapat meraih kemenangan, harapannya kembali, semoga Bantu Cuci dan semua tim USU dapat berjuang untuk mendapatkan hasil yang maksimal.”



Senin, 26 Oktober 2020

PEMBENTUKAN KEMBALI KARAKTER ANAK BANGSA DI TENGAH PANDEMI COVID 19

 


Ilustrasi: Google

Gardamedia.org- Senin (26/10) Berbicara tentang karakter generasi muda saat ini semakin memperihatinkan dan sudah sangat jauh dari yang diharapkan. Moral dan karakter semakin terabaikan dan tidak dipedulikan lagi membuktikan semakin lemahnya karakter anak bangsa. Contoh kecil rusaknya moral generasi muda yakni sikap menyontek saat ujian, merokok, pergaulan bebas dan tawuran, seperti sudah menjadi hal yang biasa dalam dunia pendidikan. Di tahun 2020 ini, telah tercatat tindak kriminal yang dilakukan remaja dan anak dibawah umur semakin meningkat.

            Yaitu, kasus pembunuhan seorang guru di dalam ember telah menjadi perbincangan yang hangat dalam dunia pendidikan saat ini. Tersangka merupakan mantan murid korban (18). Hal ini bermula dari tersangka yang kedapatan mencuri kotak infaq sekolah dan mendapatkan teguran oleh korban agar tidak melakukan perbuatan tersebut lagi namun, ternyata tersangka menyimpan dendam terhadap korban. Korban ditemukan tewas tanpa busana dibungkus dengan karpet, tangan terikat tali dan dimasukkan ke dalam ember berukuran 60 cm (TribunNews.com). Kasus serupa juga terjadi di Jakarta Pusat, seorang remaja membunuh seorang balita, tersangka yang masih dibawah umur ini menjadi sorotan dikarenakan tersangka tidak merasa menyesal bahkan merasa puas atas perbuatannya. Belakangan ini diketahui bahwasanya tersangka sangat menyukai film horror chucky (DetikNews.com).

Selain tindakan pembunuhan, tindak kriminalitas pun turut dilakukan oleh remaja saat ini, di Tulungagung Jawa Timur 3 pelaku pencurian kendaraan bermotor adalah anak dibawah umur. Hasil penjualan barang curian tersebut digunakan untuk membeli sepeda motor satria Fu dan sisa uangnya digunakan untuk membeli kopi (Kompas. Com). Kasus serupa juga terjadi di Karimun 5 orang anak dibawah umur terkait kasus pembunuhan dan pelaku perusakan fasilitas sekolah, para pelaku menggunakan uang hasil curian tersebut untuk bermain di warnet (TribunNews. Com).

Beberapa kasus diatas mencerminkan bahwa anak bangsa kini memiliki karakter dan moral yang sangat buruk. Perlu dilakukan perbaikan moral dan karakter terhadap bibit bangsa agar hal yang serupa tidak terjadi kembali.

Dengan diterapkan nya sekolah daring saat pandemi covid 19 ini, memberikan kesempatan kepada para orang tua untuk mendidik kembali anak – anaknya. Seperti halnya yang kita ketahui pembentukan karakter seorang anak dimulai dari keluarga terdekat yakni kedua orang tuanya. Dikutip dari Ni Kadek Santya Pratiwi yang tertulis dalam jurnalnya “…Pusat pendidikan yang pertama adalah lingkungan keluarga. Pendidikan di lingkungan keluarga sangat strategis untuk memberikan pendidikan kearah kecerdasan, budi pekerti atau kepribadian serta persiapan hidup di masyarakat. Jadi orang tua harus memberikan keteladanan dan kebiasaan yang baik, karena hal itu dapat berpengaruh  terhadap perkembangan jiwa anak.”

Sikap dan tindakan kedua orang tua mampu memberikan contoh yang dapat diikuti oleh anak – anaknya. Hal ini mengacu pada Undang – undang perlindungan anak pasal 26 ayat 1 huruf D, No 35 Tahun 2014, disebutkan bahwa “Orang tua berkewajiban dan bertanggungjawab untuk dapat menanamkan nilai budi pekerti pada anak dan memberikan pendidikan karakter”. Cara sederhana yang dapat dilakukan oleh para orang tua untuk membentuk karakter anak yaitu dengan memberikan apresiasi atas usaha yang dilakukan anak tanpa membandingkannya dengan yang lain, bersikap jujur dan terbuka atas kesalahan yang dilakukan sekecil apapun. Mengajarkan sikap sopan santun kepada anak, orang tua juga berperan untuk mengoreksi sikap anak dan mengingatkannya jika sikapnya kurang baik dan memberikan tindakan yang lebih positif. Orang tua juga harus mampu bersikap konsisten kepada anak dan mampu mendengarkan perasaan anak, Orang tua juga harus mengajarkan anak untuk mengambil keputusan sendiri agar anak dapat memiliki kepercayaan terhadap kemampuan dirinya sendiri.

Maka dari itu, melalui pendidikan daring ini diharapkan para orang tua mampu mengambil peran dan memanfaatkannya untuk lebih dekat kepada anak – anaknya. Dimulai dari menunjukkan kasih saya mereka untuk membangun kembali karakter anak untuk masa depan yang lebih baik.



Penulis: Maulida Aprilia Pulungan


Selasa, 20 Oktober 2020

Menuju Sebulan Bantuan Kuota Internet dari Kemendikbud, Begini Komentar Mahasiswa USU

 

Menuju Sebulan Bantuan Kuota Internet dari Kemendikbud, Begini Komentar Mahasiswa USU

Penulis : Munir Suteja | Editor : Resi Triana Sari

 

Gardamedia.org – (17/10) Perhatian pemerintah dalam dunia pendidikan Indonesia sangatlah serius. Hal tersebut dapat kita lihat dalam masa pendemi  ini, yang mengharuskan setiap masyarakat Indonesia melakukan kegiatan apapun dari rumah, termasuk dalam dunia pendidikan. Pemerintah tidak tinggal diam, dengan memunculkan ide- ide baru untuk memudahkan atau membantu proses belajar dan mengajar.

 

Bantuan kuota internet dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) adalah inovasi yang diberikan pemerintah. Bahwa untuk kelancaran proses pembelajaran jarak jauh dalam masa pandemi Corona Virus Disease 2019 (COVID-19), perlu memastikan ketersediaan paket data internet bagi pendidik dan peserta didik. Untuk itulah di tetapkannya aturan bahwa, Mahasiswa mendapatkan bantuan kuota Internet sebanyak 50 Gb/ bulan dengan rincian, 5 Gb adalah Kuota umum, 45 Gb  Kuota Belajar dalam durasi empat bulan.

 

Di USU sendiri, bantuan kuota internet dijadwalkan serentak pada akhir September kemarin di berikan kepada mahasiswa. Artinya menuju sebulan bantuan kuota internet pertama ini dinikmati oleh mahasiswa USU. Untuk itu  kami, meminta tanggapan dari para mahasiswa secara acak terkait pemakaian bantuan internet ini.

 


“Menurutku pembagian 50 Gb itu sudah pas, karena kan fokusnya emang kuota belajar gitu, lebih banyak gunakan aplikasi Google Meet dan Zoom, yang notabenenya itu aplikasi untuk belajar.” tanggap Mardi Suaib Harahap, Mahasiswa Agroteknologi. Mardi juga menambahkan bahwa, tidak ada kendala jaringan selama menggunakan kuota internet Kemendikbud ini. Tapi, dia mengaku bahwa diluar kuota internet 50 Gb dari Kemendikbud ini, dia masih tetap harus membeli secara pribadi kuota internet tambahan untuk memudahkan pembelajaran online. “Masih sih, cuma lebih  hemat aja soalnyakan kalau sebelum ada kuota internet dari Kemendikbud, kan kita misalnya beli paket yang 21 Gb itu udah semua, nah kalau misal ada kuota internet Kemendikbud ini kita bisa lebih meminimalisir kuota, karena dari kemendikbud sudah ada kuota belajarnya, dan kita tinggal tambahin aja sekarang untuk kuota lainnya, dari yang tadinya  kita beli 21 Gb sekarang bisa beli 8 Gb.” ucap Mardi, saat kami tanyakan masih beli kuota internet diluar 50 Gb atau tidak. Dan dia juga tidak mempermasalahkan pembagian kuota internet dari kemendikbud sebanyak 45 Gb kuota belajar, sedangkan kuota umum hanya 5 Gb.

 

Kami tanyakan hal yang sama kepada mahasiswa lain, untuk mendapat komentar berbeda. Rama  Janvani Safitri, Mahasiswa Psikologi. Rama berpendapat “Kalau aku sendiri belum dapat sih kuota internet dari Kemendikbud, cuma kawan yang lain sudah dapat, 50 Gb menurutku sudah cukup, namun kalau di bagi- bagi, seperti 5 Gb untuk kuota umum,  dan sisanya untuk kuota belajar, rasaku nggak pas, karena kebanyakan kuotanya itu hanya di platform belajar tertentu, sedangkan kita di kampus banyak memakai paltform lain, kita juga pakai aplikasi Go to Meeting, Google Meet, dan itu nggak di cover kuota yang dari pemerintah, dan itu memberatkan, karena boros kuota juga,” Rama juga menambahkan bahwa selama proses belajar online banyak keperluan kuota internet lain bagi mahasiswa, seperti mengunduh jurnal, buku, juga referensi bagi mahasiswa akhir dan menurutnya 5 Gb kuota umum dari Kemendikbud itu jelas tidak cukup meng-cover hal tersebut selama sebulan.

 

“Hal itu nggak efektif sih menurut aku, kalau masalah lemotnya aku belum tau ya, karena sampai sekarang belum dapat kuotanya, cuma adik ku yang SMP, yang udah dapat kuotanya, dia ngalamin kendala lemot gitu, kadang nggak kesambung ke internet, jadi ujung- ujungnya beli kuota baru, ujung- ujungnya  keluar uang untuk beli pulsakan.” ucap Rama kemudian. Rama menyarakan untuk pembagian kuota internet Kemendikbud itu harusnya bagi rata, 25 Gb kuota umum, 25 Gb kuota belajar, karena  dengan ini akan meng- cover aplikasi lain diluar dari ketentuan kuota belajar tersebut,sehingga tidak membuat dia  pusing ketika ada pemberitahuan kuota internet habis selama proses belajar.

 


Kedua pendapat  mahasiswa di atas merupakan pendapat yang hampir mirip dengan mahasiswa lain yang kami tanyakan, sehingga kami pilih mewakili responden teman-teman mahasiswa USU lainnya. Jadi, bagaimana komentar mu terkait bantuan kuota internet dari Kemendikbud bagi Mahasiswa ini, Sobat Garda?

http://www.gardamedia.org/2020/10/menuju-sebulan-bantuan-kuota-internet.html

Jumat, 09 Oktober 2020

Tak Lebih dari Pukul Tujuh

 

Source : canva

Tak Lebih dari Pukul Tujuh

Penulis : Intan Sahara

Berpaculah roda-roda waktu

Suguhkan kegetiran di masa lalu

Menari di atas gemerlapnya panggung kehidupan yang semu

Riak sorai, canda tawa, tak tahu malu

Baru kemarin rasanya pagi datang, seakan menolak pilu

Kini senja memaksa giliran, tak mau menunggu

 

Bekerjalah saraf-saraf lanjut usia

Sajikan sepiring kedurjanaan di masa muda

Penyesalan di ujung waktu seakan sia-sia

Untuk apa hidup bila tak ada karya?

Senja terbaring dalam pusara,

Melirik ke kanan, ke kiri, lalu berair mata

 

Menjeritlah…

Bahwa bukan ini yang kau minta

Foya-foya, kaya raya hanya dongeng belaka

Tetapi sadarlah, pagi mu tak lebih dari pukul tujuh

Tiada upaya, lantas memilih menyerah?

Sekarang, biarlah senja mu diguyur amarah rasa bersalah...


http://www.gardamedia.org/2020/10/tak-lebih-dari-pukul-tujuh.html

Pandemi bagi Mahasiswa Tingkat Akhir


Source : canva

 

Pandemi bagi Mahasiswa Tingkat Akhir

Penulis: Indah Sundari | Editor : Arnita Sari Siagian 

 Gardamedia.org- COVID-19 masih menjadi sorotan dunia. Pandemi ini sangat berdampak dalam segala aspek kehidupan, salah satunya dibidang pendidikan. Mahasiswa tingkat akhir yang tengah melaksanakan penelitian untuk tugas akhirnya merasakan keresahan dan kesulitan dalam menjalankan tugas akhir tersebut menjadi objek dari dampak nyata pandemi yang berlangsung. Mulai dari Kebijakan-kebijakan yang diberikan kurang efektif, proses bimbingan dengan dosen pembimbing hingga sulitnya terjun langsung ke lapangan untuk mengumpulkan sampel atau informasi yang diperlukan dalam proses penyelesaian penelitian dan skripsi menjadi keresahan bagi para mahasiswa tingkat akhir.


Tak jarang tugas akhir menjadi terhambat  karena sulitnya berkonsultasi dengan dosen pembimbing atau penelitian yang harus terhenti. Selain waktu yang terbuang percuma, membengkaknya biaya kuliah juga menjadi masalah tersendiri dalam beberapa bulan ke depan.


Dampak dari itu semua tengah dirasakan oleh beberapa mahasiswa dari fakultas yang berbeda di USU. Dalam situasi normal, mereka diharuskan sering-sering ke kampus baik untuk konsultasi ke dosen pembimbing maupun sekedar cari referensi di perpustakaan. Namun kini, semua telah berubah. Terbatasnya mobilitas membuat proses pengerjaan skripsi atau tugas akhir semakin terhambat. Lika-liku yang harus dihadapi tidak mudah. Namun persoalan-persoalan tersebut tidak menyurutkan semangat mereka dalam meraih gelar akademik.

 

Setiap mahasiswa mengeluhkan permasalahan yang berbeda-beda, misalnya dalam pencarian informasi, “Karena kami mahasiswa sastra, kalau ke lapangan dimasa yang seperti ini, pasti tidak memungkinkan. Dalam penelitian, saya mengambil metode library reseach  yaitu metode penelitian kepustakaan dan untuk sekarang ini, sangat susah untuk mendapatkannya. Ketika kami membahas tentang library reseach sebelum pandemi, sangat memudahkan kami untuk mencari informasi walaupun dengan konsekuensi kami harus mengenal banyak buku atau harus mencari data sebanyak-banyaknya yang bersumber kepustakaan.” Tutur salah satu mahasiswi sastra arab 2016 yang namanya tidak ingin disebutkan.

 

Adapun hal yang paling memberatkan yang dirasakan oleh mahasiswi tersebut, “Untuk mahasiswa sastra sendiri, pasti sangat membutuhkan banyak kajian pustaka dari buku-buku. Nah, yang menjadi hambatannya juga adalah buku-buku sastra sangat minim dan tidak lengkap di perpustakaan USU, bahkan lebih banyak di kampus-kampus lain, jadi harus lebih expert dalam mencari bukunya.” sambungnya.

 

Hambatan secara teknis yang dihadapi yaitu dari sudut pandang mahasiswa dengan dosen yang selalu bertolak belakang. Bahkan antar dosen pembimbing dengan dosen penguji mempunyai arahan yang berbeda dan juga bersinggungan dengan penelitiaan mereka.

 

Hal  yang sama dirasakan oleh salah satu mahasiswi keperawatan USU 2016, yang tidak ingin namanya disebutkan terkait hambatan yang tengah dirasakannya. “Karena sampel saya itu anak sekolahan, jadi disaat covid seperti ini susah sekali untuk langsung kelapangan. Yang seharusnya sistem sebelumnya nggak daring, sekarang menjadi daring. Ada sekolah yang sudah paham daring dan ada juga sekolah yang juga masih belum paham daring.  Nah jadi itu yang menjadi titik berat di penelitian saya.” Ujarnya.

 

Tak jarang kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan pihak kampus selalu mengecewakan. “Saya cukup kecewa, karena dari fakultas saya sendiri itu tidak ada kebijakan yang pasti, kami pernah menanyakan ada tidaknya kebijakan kampus menanggapi hal ini, dan alhasil tidak ada jawaban, karena melihat dari universitas lain ada yang menggantikan skripsi dengan literature review dan juga tergantung  kebijakan dari masing-masing dosen, ternyata tidak ada sama sekali untuk meringankan mahasiswa nya dalam melakukan penelitian, karena banyak juga dari mahasiswa keperawatan yang harus mengambil sampel ke rumah sakit dan pihak RS nya tidak memperbolehkan para mahasiswa untuk melakukan penelitian disana.” Ungkap beliau dengan nada kecewa.

 

Dengan nada yang tegas, salah satu mahasiswi sastra arab menambahkan aspirasinya, “Ketika ada banyak kesalahan yang tidak sesuai dengan yang dijanjikan pihak kampus dan belum ditepati, maka sebenarnya mahasiswa bisa saja menunjukkannya dengan melakukan aspirasi dengan unjuk rasa misalnya,  seperti kejadian almamater yang sangat lambat dibagi kemarin, tetapi karena situasi seperti ini sangat terbatas dan dibatasi juga untuk kami menunjukkan aspirasi. Jadi lebih genjar untuk aspirasi di media social.”

 

Narasumber juga mengeluhkan tentang penggantian tempat penelitian yang disampaikan oleh dosen pembimbing secara tiba-tiba. “Para pihak kampus sering memberikan informasi secara dadakan, apa  tidak bisa beritahukan sebelumnya? Jadi mahasiswa lebih bersiap-siap dan lebih terjadwal, dan sudah sering saya rasakan selama masa ini. Tiba-tiba dosen pembimbing yang menyuruh untuk mengganti tempat penelitian dan mau nggak mau saya juga harus ganti latar belakang dari awal. Jadi harapan saya adalah harus lebih terencana, karena sebelumnya juga saya sudah membuat rencana tapi karena situasi seperti saat ini jadi rencana saya hancur dan tidak mungkin terlaksana kembali.” imbuhnya.

 

“Kadang kita terlalu berekspetasi tinggi, terlalu mengejar, untuk bisa cumlaude, misalnya, tetapi rencana Tuhan berbeda. Kita jangan terlalu memaksakan diri kita, ikuti saja alurnya, nikmati, syukuri dan tetap melakukan yang terbaik. Kita harus mempunyai sikap tegas dalam diri kita, harus ikhlas saat banyak kritik yang masuk, karena kita harus sadar penelitian kita itu belum ada apa-apanya dan harus kita tanamkan penelitian kita penting untuk kita, karena kita mau tau untuk penelitian ini dan tetap sabar dan rajin.” pungkas mahasiswi sastra arab, saat ditanya tentang harapan kedepan untuk mahasiswa yang akan melanjutakan estafet skripsi dan penelitian.

 

Banyak pelajaran yang bisa kita petik dari dari kejadian ini. Mendapatkan gelar sarjana atau diploma membutuhkan usaha yang keras dan keinginan yang kuat “Jadi, kita ini mempunyai amanah moral dari orang tua yang sudah kita mulai, untuk menyelesaikan semua ini sampai akhir. Ketika itu semua tidak bisa terselesaikan berapa banyak orang yang kecewa dengan kita. Dan percayalah dibangku kuliah yang pernah kita rasakan selama ini tidak hanya sekedar ilmu akademik yang kita dapatkan, tetapi bagaimana kita untuk bisa berbicara di depan umum, menyampaikan aspirasi  kita dan dapat menjadi orang yang hebat salah satu penghantarnya adalah  dari sini, nah jadi harus tetap semangat dan optimis hingga akhir.” tutur salah satu mahasiswi sastra arab.

 

“Mau bagaimanapun harus tetap semangat. Karena ada harapan dan amanah orang tua terhadap kita dan yang paling kuat alasan saya sebagai profesi didunia kesehatan, masyarakat sangat banyak membutuhkan tenaga medis untuk saat ini, InsyaAllah agar lebih bermanfaat!” Akhiri salah satu mahasiswi keperawatan dengan nada yang membara. (5/10/2020).

 

http://www.gardamedia.org/2020/10/pandemi-bagi-mahasiswa-tingkat-akhir.html

Jumat, 02 Oktober 2020

Mati Rasa


Mati Rasa

Penulis : Resi Triana Sari

 

Ku beranjak dari masa lalu, yang tiada semangat dan cinta didalamnya

menuju perjuangan khusyu’ dalam membuka labirin hati paling kelabu...

dengan secangkir ketabahan,

sepiring kepasrahan

mengalir dalam bait-bait puisi paling parau,

bersatu dalam derasnya rinai hujan mengguyur kalbu saat kemarau

 

Pernah dengar sebuah kisah?

tentang kebaikan yang datang dengan nyata,

membuang  ingatan cinta yang pernah ada,

menyisakan relung jiwa hanya untuk dia yang datang dengan ketulusan,

mengusik hari-hariku dengan rindu menghujam terlalu kuat

meradang dengan penuh gejolak rasa

 

Lantas kini, ku harus membungkam tanpa jejak

semua persyarafan pun mulai kebas,

mencoba ikhlas atas goresan takdir terbaik dari Sang Ilahi Rabbi

 

Wahai Rabb ku, tolong... jangan biarkan,

perasaanku pada-Mu menjadi berkurang sedikitpun

hanya karena kebaikannya, yang datang dari-Mu

yang mungkin saja...

perasaanku takkan pernah terbalas oleh waktu

Entah siapa wujudnya

...

Mungkin,

hanya ilusi semata

Mati rasa,

Medan, 17 Agustus 2020

 

http://www.gardamedia.org/2020/10/mati-rasa.html

Kisah Inspiratif Andre Doloksaribu Mendirikan Rumah Belajar Untuk Anak Pinggiran Sungai

Oleh : saturnusapublisher Gardamedia.org (24/05/2023)    - Masyarakat pinggiran sungai sering kali terlupakan keberadaannya, apalagi biasany...