Source
: canva
Pandemi bagi Mahasiswa Tingkat Akhir
Penulis: Indah Sundari | Editor
: Arnita Sari Siagian
Gardamedia.org- COVID-19 masih menjadi sorotan dunia. Pandemi ini sangat
berdampak dalam segala aspek kehidupan, salah
satunya dibidang pendidikan. Mahasiswa tingkat akhir yang tengah
melaksanakan penelitian untuk tugas akhirnya merasakan keresahan dan kesulitan
dalam menjalankan tugas akhir tersebut menjadi objek dari dampak nyata pandemi
yang berlangsung. Mulai dari Kebijakan-kebijakan yang
diberikan kurang efektif, proses bimbingan dengan dosen pembimbing
hingga sulitnya terjun langsung ke lapangan untuk mengumpulkan sampel atau
informasi yang diperlukan dalam proses
penyelesaian penelitian dan skripsi menjadi keresahan bagi para
mahasiswa tingkat akhir.
Tak jarang tugas akhir menjadi terhambat karena sulitnya berkonsultasi dengan dosen pembimbing atau penelitian yang harus terhenti. Selain waktu yang terbuang percuma, membengkaknya biaya kuliah juga menjadi masalah tersendiri dalam beberapa bulan ke depan.
Dampak dari itu
semua tengah dirasakan oleh beberapa mahasiswa dari fakultas yang
berbeda di USU. Dalam situasi normal, mereka diharuskan sering-sering ke kampus
baik untuk konsultasi ke dosen pembimbing maupun sekedar cari referensi di
perpustakaan. Namun kini, semua telah berubah. Terbatasnya mobilitas
membuat proses pengerjaan skripsi atau tugas akhir semakin
terhambat. Lika-liku yang harus dihadapi tidak mudah. Namun
persoalan-persoalan tersebut tidak menyurutkan semangat mereka dalam
meraih gelar akademik.
Setiap
mahasiswa mengeluhkan permasalahan yang berbeda-beda, misalnya
dalam pencarian informasi, “Karena kami mahasiswa sastra, kalau
ke lapangan dimasa yang seperti ini, pasti tidak memungkinkan. Dalam
penelitian, saya mengambil metode library reseach yaitu
metode penelitian kepustakaan dan untuk sekarang ini, sangat susah untuk
mendapatkannya. Ketika kami membahas tentang library reseach sebelum
pandemi, sangat memudahkan kami untuk mencari informasi walaupun dengan
konsekuensi kami harus mengenal banyak buku atau harus mencari data
sebanyak-banyaknya yang bersumber kepustakaan.” Tutur salah satu mahasiswi
sastra arab 2016 yang namanya tidak ingin disebutkan.
Adapun hal yang
paling memberatkan yang dirasakan oleh mahasiswi tersebut, “Untuk mahasiswa
sastra sendiri, pasti sangat membutuhkan banyak kajian pustaka dari buku-buku.
Nah, yang menjadi hambatannya juga adalah buku-buku sastra sangat minim
dan tidak lengkap di perpustakaan USU, bahkan lebih banyak di kampus-kampus
lain, jadi harus lebih expert dalam mencari bukunya.”
sambungnya.
Hambatan secara
teknis yang dihadapi yaitu dari sudut pandang mahasiswa dengan dosen yang
selalu bertolak belakang. Bahkan antar dosen pembimbing dengan dosen penguji
mempunyai arahan yang berbeda dan juga bersinggungan dengan penelitiaan mereka.
Hal yang
sama dirasakan oleh salah satu mahasiswi keperawatan USU 2016, yang
tidak ingin namanya disebutkan terkait hambatan yang tengah dirasakannya.
“Karena sampel saya itu anak sekolahan, jadi disaat covid
seperti ini susah sekali untuk langsung kelapangan. Yang seharusnya
sistem sebelumnya nggak daring, sekarang menjadi daring. Ada sekolah
yang sudah paham daring dan ada juga sekolah yang juga masih belum paham
daring. Nah jadi itu yang menjadi titik berat di penelitian saya.”
Ujarnya.
Tak jarang
kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan pihak kampus selalu mengecewakan. “Saya
cukup kecewa, karena dari fakultas saya sendiri itu tidak ada kebijakan
yang pasti, kami pernah menanyakan ada tidaknya kebijakan kampus
menanggapi hal ini, dan alhasil tidak ada jawaban, karena melihat dari
universitas lain ada yang menggantikan skripsi dengan literature review dan
juga tergantung kebijakan dari masing-masing dosen, ternyata tidak
ada sama sekali untuk meringankan mahasiswa nya dalam melakukan penelitian,
karena banyak juga dari mahasiswa keperawatan yang harus mengambil sampel ke
rumah sakit dan pihak RS nya tidak memperbolehkan para mahasiswa untuk
melakukan penelitian disana.” Ungkap beliau dengan nada kecewa.
Dengan nada
yang tegas, salah satu mahasiswi sastra arab menambahkan
aspirasinya, “Ketika ada banyak kesalahan yang tidak sesuai dengan yang
dijanjikan pihak kampus dan belum ditepati, maka sebenarnya mahasiswa bisa
saja menunjukkannya dengan melakukan aspirasi dengan unjuk rasa misalnya,
seperti kejadian almamater yang sangat lambat dibagi kemarin, tetapi
karena situasi seperti ini sangat terbatas dan dibatasi juga untuk kami
menunjukkan aspirasi. Jadi lebih genjar untuk aspirasi di media social.”
Narasumber juga
mengeluhkan tentang penggantian tempat penelitian yang disampaikan oleh dosen
pembimbing secara tiba-tiba. “Para pihak kampus sering memberikan
informasi secara dadakan, apa tidak bisa beritahukan sebelumnya? Jadi
mahasiswa lebih bersiap-siap dan lebih terjadwal, dan sudah sering saya rasakan
selama masa ini. Tiba-tiba dosen pembimbing yang menyuruh untuk mengganti
tempat penelitian dan mau nggak mau saya juga harus ganti latar belakang dari
awal. Jadi harapan saya adalah harus lebih terencana, karena sebelumnya juga
saya sudah membuat rencana tapi karena situasi seperti saat ini jadi rencana
saya hancur dan tidak mungkin terlaksana kembali.” imbuhnya.
“Kadang kita
terlalu berekspetasi tinggi, terlalu mengejar, untuk bisa cumlaude,
misalnya, tetapi rencana Tuhan berbeda. Kita jangan terlalu memaksakan diri
kita, ikuti saja alurnya, nikmati, syukuri dan tetap melakukan yang terbaik.
Kita harus mempunyai sikap tegas dalam diri kita, harus ikhlas saat banyak
kritik yang masuk, karena kita harus sadar penelitian kita itu belum ada
apa-apanya dan harus kita tanamkan penelitian kita penting untuk
kita, karena kita mau tau untuk penelitian ini dan tetap sabar dan rajin.”
pungkas mahasiswi sastra arab, saat ditanya tentang harapan kedepan untuk
mahasiswa yang akan melanjutakan estafet skripsi dan penelitian.
Banyak
pelajaran yang bisa kita petik dari dari kejadian ini. Mendapatkan gelar
sarjana atau diploma membutuhkan usaha yang keras dan keinginan yang
kuat “Jadi, kita ini mempunyai amanah moral dari orang tua yang sudah kita
mulai, untuk menyelesaikan semua ini sampai akhir. Ketika itu semua tidak
bisa terselesaikan berapa banyak orang yang kecewa dengan kita. Dan percayalah
dibangku kuliah yang pernah kita rasakan selama ini tidak hanya sekedar ilmu
akademik yang kita dapatkan, tetapi bagaimana kita untuk bisa berbicara
di depan umum, menyampaikan aspirasi kita
dan dapat menjadi orang yang hebat salah satu penghantarnya
adalah dari sini, nah jadi harus tetap semangat dan optimis hingga
akhir.” tutur salah satu mahasiswi sastra arab.
“Mau
bagaimanapun harus tetap semangat. Karena ada harapan dan amanah orang tua
terhadap kita dan yang paling kuat alasan saya sebagai profesi didunia
kesehatan, masyarakat sangat banyak membutuhkan tenaga medis untuk saat ini,
InsyaAllah agar lebih bermanfaat!” Akhiri salah satu mahasiswi
keperawatan dengan nada yang membara. (5/10/2020).
http://www.gardamedia.org/2020/10/pandemi-bagi-mahasiswa-tingkat-akhir.html