Sumber ilustrasi : Canva
Menilik Kisah Umar
bin Khattab ditengah Pandemi yang Berlangsung
Penulis : Indah
Sundari & Intan Sahara | Editor : Resi Triana Sari
Gardamedia.org- Melihat
isu terhangat saat ini, tentunya kita tidak asing lagi ketika mendengar kata COVID-19. Penyakit yang
disebabkan oleh virus corona ini pertama
kali teridentifikasi di kota Wuhan, Cina pada 31
Desember 2019 dan telah
diresmikan oleh Organisasi Kesehatan Dunia (WHO). Dampak dari COVID-19 bukanlah suatu hal yang
dapat kita anggap sepele,
banyak sekali dampak yang sangat berbahaya
apabila COVID-19 ini tidak langsung
ditangani tim medis
secara intensif. Tidak sedikit pula pihak yang telah mengeluarkan kebijakan dalam menangani masalah COVID-19 ini, baik dari pihak rektorat perguruan tinggi,
walikota, bupati, gubernur hingga kebijakan pemerintah yang langsung dipublikasikan oleh Presiden
Jokowi melalui media massa.
Salah satu cara
untuk meminimalisir penyebaran virus ini adalah dengan cara melakukan social distancing dan self isolation. Social distancing dan self
isolation yang saat ini dikampanyekan dan diterapkan dengan slogan “Belajar
di rumah, bekerja di rumah, dan
ibadah di rumah” ini pastinya memiliki beberapa konsekuensi yang minim, mulai dari kebosanan, pemasukan turun drastis, toko-toko dan
restoran yang juga sepi.
Belum lagi berbagai macam program kerja ditunda bahkan dibatalkan, dan tidak
sedikit yang bukan hanya “bekerja di rumah” namun
sudah “dirumahkan”. Adapula
kegiatan penting yang ditunda
bahkan sampai dibatalkan,
seperti lamaran yang ditunda dan resepsi pernikahan yang dibatalkan.
Konsep ini
memang berat dan banyak yang harus dikorbankan, sehingga sekilas terlihat merugikan, namun sebelum kita terlalu
jauh berpikir negatif mari renungkan sebuah sabda Nabi yang “menjanjikan balasan”
terhadap seluruh kerugian yang
kita alami kini,
yang membuat orang-orang beriman tersenyum bahagia
فَلَيْسَ مِنْ رَجُلٍ يَقَعُ الطَّاعُونُ،
فَيَمْكُثُ فِي بَيْتِهِ صَابِرًا مُحْتَسِبًا يَعْلَمُ أَنَّهُ لَا يُصِيبُهُ إِلَّا
مَا كَتَبَ اللَّهُ لَهُ، إِلَّا كَانَ لَهُ مِثْلُ أَجْرِ الشَّهِيدِ ".إسناده
صحيح على شرط البخاري • أخرجه البخاري (٣٤٧٤)، وأحمد (٢٦١٣٩) واللفظ له. قال ابن حجر
رحمه الله : "اقتضى منطوقه أن من اتصف بالصفات المذكورة يحصل له أجر الشهيد وإن
لم يمت ". فتح الباري (194/10)
Artinya: … maka
tidak ada seorangpun saat terjadinya thoo’uun ia berdiam diri di rumahnya
dengan penuh kesabaran dan mengharapkan pahala dari Allah (muhtasiban), ia
mengetahui (yakin) bahwa tidak ada yang menimpa dia kecuali apa yang Allah
tetapkan padanya kecuali ia akan mendapatkan pahala seperti pahala orang yang
mati syahid. [HR bukhari 3474, ahmad 26139 dan ini lafazh imam ahmad, shahih
dengan syarat imam bukhari].
Mari kita telaah
hadist tersebut: Imam ibn Hajar rahimahullah menerangkan bahwa konsekuensi yang
tersurat dari hadits ini adalah barang siapa yang memiliki kondisi/sifat
seperti yang disebutkan dalam hadits ini maka ia mendapatkan pahala seperti orang
yang mati syahid walaupun ia selamat dan tidak meninggal dunia (dalam wabah
tersebut).
Oleh karena itu haruslah
kita penuhi persyaratannya, menurut Ustad Nuzul Dzikri hafizallahu ada beberapa
syarat yang harus kita penuhi untuk mendapatkan pahala setara dengan orang yang
mati syahid seperti yang dipaparkan diatas, antara lain sebagai berikut:
1. Berada di rumah dan tidak keluar
karena ingin melarikan diri dari
wabah.
2. Sabar, tidak panik, tidak galau dalam menerima ketetapan
Allah dan ridha terhadap takdirnya,
serta tidak keluar karena melarikan diri dari rumah atau daerah tersebut (lihat
fathul baarii).
3.
Mengharapkan pahala dari Allah saat ia berdiam diri di rumah.
4. Meyakini bahwa apapun yang terjadi padanya
adalah ketetapan dan takdir dari
Allah, ia tidak galau dan panik serta tidak menyesali mengapa ia berada di
rumah.
Jika semua
kriteria diatas terpenuhi, niscaya kita akan
mendapat pahala orang yang mati syahid. Saudaraku, memang social distancing atau dengan tetap berada di rumah merugikan
banyak orang secara duniawi,
namun Allah akan menggantikannya dengan ganjaran yang
jauh lebih besar,
sehingga kerugian duniawi yang kita alami benar-benar akan terbayarkan. Apabila
berniat dan bertekad untuk berada di rumah untuk mendapatkan pahala mati syahid, namun harus keluar
dari rumahnya karena alasan syar’i maka In
Syaa Allah kita tetap mendapat pahala orang yang
mati syahid, seperti para pejuang
medis, dan lainnya. Sebagaimana redaksi hadist
di atas, dalam riwayat shahih
bukhari “di negeri nya” lebih umum dari redaksi “di rumahnya”.
Saat ini memang banyak yang
mempermasalahkan kaitan social distancing
dengan sholat berjamaah di masjid dan sebagainya, namun banyak pendapat ulama
dan fatwa ulama yang
memperbolehkan untuk tidak
melaksanakan shalat berjamaah dan shalat jumat di Masjid, bila terjadi wabah yang cepat
menular di suatu tempat. Bahkan sejarahnya disebutkan oleh Az-Zahabi bahwa
dahulu masjid di Mesir dan Andalusia
pernah ditutup dan dikosongkan karena wabah yang
terjadi pada tahun 448 H. Pemerintah Indonesia
dan MUI mengeluarkan himbauan
dan bukan merupakan suatu keharusan, sehingga keputusan shalat
berjamaah atau tidak dikembalikan lagi
kepada daerah masing-masing dan kebijakan
masing-masing sesuai dengan pertimbangan kepala daerah setempat, para ustadz
dan ahli medis setempat. Disinilah hendaknya kita berlaku untuk
tidak saling mencela dan saling memahami keadaan yang terjadi.
Wabah penyakit yang
sedang terjadi saat ini pun pernah terjadi sebelumnya, pada masa pemerintahan
khalifah Umar bin Khattab, yaitu ketika khalifah Umar membatalkan kunjungannya
ke Syam dikarenakan sesaat ia sampai ke Saragh sebuah daerah di Lembah Tabuk
dekat dengan Syam, Abu Ubaidah sang gubernur memberitahu bahwa daerah tersebut
telah terkena wabah penyakit. Hal ini sempat membuat khalifah Umar bingung
untuk melanjutkan kunjungannya atau tidak.
Sang Amirul
Mukminin itu pun meminta dipanggilkan
beberapa tokoh Muhajirin sepuh untuk meminta saran, namun terjadi perdebatan
diantara tokoh-tokoh sepuh tersebut,
beberapa menyarankan khalifah Umar untuk tetap melanjutkan perjalanannya dan
beberapa menyarankan untuk kembali ke Madinah. Dari pertemuan khalifah Umar
dengan tokoh-tokoh sepuh Muhajirin ini tak menemui titik terang, lalu Umar
menyuruh Ibnu Abbas untuk memanggil tokoh-tokoh Anshor, lagi-lagi beliau tidak
menemukan jawaban.
Bagaikan kapal
ditengah luasnya samudera, Umar kelimpungan mencari arah mata angin yang akan
membawanya mencapai tujuan dan segera menemui titik terang, tak menyerah dengan keadaan, khalifah Umar
pun meminta agar didatangkan sesepuh Quraisy yang hijrah ketika peristiwa
penaklukkan kota Makkah. Sesepuh tersebut menyarankan agar Umar mengurungkan
niatnya untuk pergi mengunjungi Syam, daerah yang sedang terkena wabah penyakit
saat itu. Khalifah Umar pun setuju dan segera kembali ke Madinah.
Seperti yang
dijelaskan oleh Abdurahman bin Auf, tindakan yang dilakukan Khalifah umar ini
sesuai dengan sabda Rasulullah SAW:
"Apabila kalian mendengar ada wabah di suatu daerah, maka janganlah kalian
mendatanginya. Sebaliknya kalau wabah tersebut berjangkit di suatu daerah
sedangkan kalian berada di sana, maka janganlah kalian keluar melarikan diri
darinya”.
Hikmah yang
dapat kita petik bersama dari kisah khalifah Umar bin Khattab tersebut adalah
sebagai umat muslim sepatutnya mengikuti ajaran
Rasulullah untuk menghindari daerah yang sedang terjangkit suatu wabah penyakit dan tetap
berada di daerah tersebut jika kita merupakan salah satu penduduk dari daerah
yang terkena wabah.
Mulai sekarang, sudah seharusnya kita
mengikuti arahan pemerintah untuk #dirumahsaja
selama wabah penyakit ini masih berlangsung, agar menghindari segala bentuk
penularan wabah penyakit yang sedang terjadi di lingkungan luar rumah kita dan
meminimalisir terjadinya
penularan yang berpotensi tinggi, dengan #dirumahsaja berarti kita tidak turut
menyambung rantai penularannya dan membantu Indonesia untuk kembali pulih dari
kondisi ini.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar