![]() |
Sumber ilustrasi : shutterstock |
Rencana Cukai Untuk Si Manis
Penulis : Annissa Kamila Mardhiyyah |
Editor : Resi Triana Sari
Merebaknya minuman manis di Indonesia seperti teh
kemasan, minuman berkarbonasi, energy drink, kopi, konsentrat dan lainnya bisa
saja memicu tingginya keluhan kesehatan seperti obesitas, diabetes melitus
tipe II, keluhan fungsi
ginjal dan jantung. Minuman manis termasuk kedalam golongan karbohidrat
sederhana yang didalam tubuh berperan sebagai penyedia glukosa bagi sel-sel
tubuh dan kemudian diubah kembali menjadi energi. Namun apabila mengonsumsinya dengan berlebihan mengakibatkan perubahan menjadi
lemak dan mengakibatkan berat badan yang berlebih.
Penelitian yang diterbitkan dalam jurnal
Circuation menyatakan bawah orang yang mengonsumsi dua atau lebih sugar sweetened
beverages atau SSB per hari memiliki resiko 31 persen lebih tinggi tingkat kematian dini akibat
penyakit jantung. Studi sebelumnya menyebutkan bahwa terjadi hubungan antara
SSB dengan kenaikan berat badan, risiko lebih tinggi dari diabetes melitus tipe 2, penyakit
jantung dan stroke, sehingga hal inilah yang menjadi salah satu latar
belakang Singapura menjadi negara pertama yang melarang iklan minuman kemasan
yang memiliki kadar gula yang tinggi untuk melawan penyakit diabetes. Selain
itu, Meksiko adalah salah satu negara yang berhasil menerapkan cukai pada
minuman yang mengandung pemanis. Dan hal ini berhasil menurunkan konsumsi pada
minuman yang mengandung pemanis hingga 12 persen perkapita tiap harinya,
meskipun saat ini Meksiko masih menjadi negara dengan nomor urut 5 teratas dari
jumlah penderita diabetes.
Minuman yang mengandung pemanis menjadi salah satu
target objek cukai yang diusulkan oleh Ibu Sri Mulyani untuk menekan angka
diabetes masyarakat di Indonesia. Penetapan tarif di dasarkan pada kandungan gula dan
pemanis buatan yang ada pada produk. Sri Mulyani mengusulkan tarif cukai Rp
1.500 per liter untuk produk teh kemasan dan Rp 2.500 per liter untuk minuman
berkarbornasi dan minuman lainnya seperti kopi, minuman berenergi, serta minuman
yang mengandung konsentrat.
Sejatinya isu cukai pada minuman manis merupakan
berita lama yang telah dibahas pada tahun 2011, 2012 dan beberapa tahun
terakhir di Indonesia. Sebelumnya perlu ditelisik lebih jauh lagi
terkait pemberian cukai pada
minuman yang mengandung pemanis, yaitu antara penerimaan atau untuk mengurangi
angka kecanduan pada minuman yang mengandung pemanis untuk menurunkan resiko diabetes dan obesitas.
Lalu sebenarnya apasih cukai itu? Merujuk pada official website Direktorat Jenderal Bea
dan Cukai, cukai adalah pungutan negara yang dikenakan terhadap barang kena cukai,
sedangkan barang kena cukai adalah barang-barang tertentu yang mempunyai sifat
atau karakteristik dimana konsumsinya perlu dikendalikan,
peredarannya perlu diawasi, pemakaiannya
dapat menimbulkan efek negatif bagi masyarakat atau lingkungan hidup, atau
pemakaiannya perlu pembebanan pungutan negara demi keadilan dan keseimbangan. Saat
ini ada tiga karakteristik barang yang menjadi objek cukai yang
terdiri dari etil alkohol/etanol,
minuman yang mengandung etil alkohol dalam kadar berapa pun dan hasil tembakau.
Wacana penambahan cukai ini berhubungan dengan terus
bertambahnya jumlah kasus penyakit diabetes melitus di Indonesia, dimana Indonesia menduduki posisi ke-6
dalam International Diabetes Federation (IDF) pada 2017 dan data ini
diperkirakan akan terus bertambah. Hal ini bukanlah sebuah kabar bahagia yang
harus disyukuri oleh masyarakat Indonesia, namun, produk pangan olahan hanya
berkontribusi sekitar 30 persen dari konsumsi masyarakat. Menurut Ketua
Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman Indonesia (GAPMMI) Adhi Lukman
mengemukakan perlunya edukasi masyarakat yang tepat, bagaimana masyarakat mampu
mengatur makanan dan pola hidupnya sendiri.
Tindakan ini mampu meningkatkan inflasi apabila cukai
minuman yang mengandung pemanis diterapkan di Indonesia sebesar 0,16%, hal ini
termasuk dalam angka yang cukup tinggi dibandingkan beberapa sektor rancangan
lainnya, yaitu emisi CO2 dan plastik. Sejauh ini, ketika disampaikan kepada
DPR soal tarif baru cukai, hanya cukai plastik yang berhasil disetujui oleh
DPR, sedangkan yang lainnya, yaitu cukai minuman yang mengandung pemanis dan
emisi CO2 masih perlu dibuat road
map oleh DPR.
Selayaknya, tarif baru cukai masih dalam proses pengkajian,
dibalik dampak negatif yang terjadi. Perlu dipahami kembali inflasi yang akan
terjadi serta pelaku usaha yang mungkin saja dapat menghambat laju bisnis di
sektor minuman dan tentunya konsumen akan menjadi sasaran yang terkena dampak yang akan menurunkan daya beli masyarakat serta menurunkan
pendapatan pajak ditengah pengumpulan pajak yang lemah.
Lalu
kamu tim yang mana?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar