Gardamedia.org- Jumat
(13/9). 7 september 2004 adalah hari dimana pejuang HAM terbaik Indonesia menghembuskan nafas
terakhir. Meninggal dengan menyisakan lika liku pertanyaan yang tidak ada ujung
hingga saat ini. Kasus ini seolah seperti di bungkam, dengan rumitnya
penyelesaian dari pihak pemerintah, yang rupanya di saat itu merasa terancam
dengan hadirnya Munir sebagai aktivis Hak Asasi Manusia.
Seperti apa sebetulnya
kronologi meninggalnya Munir, dan siapa dalang di balik kasus kotor ini?
Kronologi singkat Meninggalnya Munir adalah diracuni dengan zat arsenik, yang
merupakan zat kimia dan akan bereaksi setelah kurang lebih 4 jam. Menurut kamus
Wikipedia, arsenik dan komponennya merupakan racun yang kuat, hingga mendapat
julukan “king of poison”. Racun arsenik membunuh dengan cara merusak sistem
pencernaan, yang menyebabkan kematian. Gejala ini sama dengan yang dialami
almarhum Munir. Senyawa arsenik biasanya tidak berbau, tidak berasa, dan larut
dalam air, sehingga sulit dideteksi.
Bermula dengan kabar
gembira yang mendatagi pria asli kota Malang ini, sebuah tawaran S2 di negri
Orange, Belanda di bidang International Protection on Human Rights. 7 september adalah tanggal keberangkatan pria
berbadan kurus ini. Namun penerbangan
itu sebetulnya yang akan merenggut nyawanya. Munir menaiki pesawat Garuda 974
menuju Amsterdam. 3 jam awal di penerbangan ini tiba tiba pramugari harus
memanggil penumpang bernama Tarmizi Hakim yang merupakan dokter spesialis
jantung. Rupanya dia di panggil karena ada penumpang yang tiba- tiba dingin
kaku dan sangat lemas. Ternyata itu Munir, langsung saja Hakim memberikan obat
pereda sakit perut yang jadi keluhan Munir. Sesaat sakit itu mereda, dan Munir
bisa istirahat sebentar. Selang dua jam kemudian Munir makin merasakan sakit
perutnya bertambah dan di saat itulah nyawanya sudah tidak ada. Tepat pesawat
di atas langit Rumania yang 2 jam lagi menuju landing di Amsterdam.
Ternyata di dalam
penerbangannya ada rencana pembunuhan terhadap dirinya. Darimana asal racun
arsenik itu?. Di saat penerbangan Munir Jakarta ke Singapure di ketahui dia
pindah dari kelas ekonomi ke kelas bisnin yang membuat ia sedikit terheran.
Cerita selanjutnya menaruh kecurigaan kepada seseorang bernama Pollycarpus,
pilot garuda yang kebetulan tidak tugas dan ikut menumpang di pesawat Garuda
dari Jakarta menuju Singapura. Dialah yang memberi bangkunya untuk Munir, kursi
binis Nomor 3K. Selama perjalanan, Munir memesan bakmi goreng dan jus jeruk.
Pollycarpus terlihat mondar-mandir dari bar premium ke kokpit. Hal itu lah yang
membuat Pollycarpus dituduh menjadi pelaku pembunuhan ini. Lalu kenapa Munir di
bunuh?, Apa yang di takutkan orang dari pria berbadan kurus ini?
Munir rupanya punya
banyak musuh di luar perkiraannya. Protes-protesnya di media massa tentang
penegakan hak asasi manusia di Indonesia telah membuat kalangan mapan di
Jakarta kesal. Dia dipuji, sekaligus dimusuhi. Bagaimana tidak, berbagai macam
kasus ketidak adilan serta masalah hak asasi manusia dinegeri ini telah di tuntaskan
olehnya. Seperti kasus penembakan Trisakti, orang hilang, dan sejumlah advokasi
Munir dalam tragedi 1998. Bisa pula disebut tentang kasus Talang Sari, isu
pelanggaran HAM di berbagai tempat seperti Ambon, Aceh, Timor-Timur, dan yang
paling mutakhir adalah kasus Tanjung Priok.
Ada juga yang sifatnya
legislasi, seperti RUU Intelijen atau pun RUU TNI yang dijegal Munir. RUU
Intelijen tidak jadi digolkan karena mendapat banyak kritik, termasuk oleh
Munir. Belakangan RUU TNI cukup mendominasi kerja-kerja Munir. Kritik Munir di
awal-awal munculnya RUU TNI membuat atau memicu demonstrasi di beberapa tempat.
Dalam konteks itu, Munir dilihat sebagai ancaman. Munir dilihat sebagai musuh
oleh pihak-pihak yang memiliki kepentingan terhadap kasus-kasus itu. Pria
keturunan Arab ini memang terkenal berani dan konsisten dalam memperjuangkan
HAM. Ketajaman dan orisinalitas gagasannya yang sering mengejutkan justru ia
dapatkan dari pergelutannya yang menantang risiko dalam kasus-kasus pelanggaran
hak-hak asasi manusia.
Dalam enam tahun
terakhir saja, mantan Koordinator KontraS itu kerap mendapat ancaman dan teror,
acap kali kematian. Di tahun 2003, seseorang meletakkan bom di halaman rumahnya
di Jakarta meski tidak menyebabkan kerusakan. Kabar meninggalnya memang seperti
memenggal sebuah perjalanan yang masih terbentang jauh ke depan.
Sepertihalnya Mahasiswa, yang selalu ingin
mengakkan keadilan, Munir juga saat jadi Mahasiswa di Fakultah Hukum
Universitas Brawijaya adalah orang yang lantang menegakkan keadilan. Yang mana
kita ketahui memang mahasiswa yang merupakan pemuda adalah lapisan masyarakat yang akan selalu
membelanya. Terlihat jelas pada sumpah mahasiswa Indonesia yang berbunyi, Kami
Mahasiswa Indonesia Bersumpah : Bertanah air satu, tanah air
tanpa penindasan, Berbangsa satu, bangsa yang
gandrung akan keadilan, Berbahasa satu, bahasa
tanpa kebohongan.
Sumpah
mahasiswa Indonesialah yang kita jadikan pegangan dalam menyelesaikan kasus
seperti pembunuhan Munir ini. Idealnya
seorang mahasiswa harus lah tau
permasalahan apa , atau ketidak adilan apa yang sedang dialami bangsa
ini. Tidak ada salahnya turun ke jalan dalam membela hak hak rakyat kecil.
Jangan sampai orang orang seperti Munir ini terbunuh kembali. Dan sudah
sepatutnya kita mahasiswa harus melek
tentang semua kita adilan yang ada di negeri ini.
Penulis: Munir Suteja
Tidak ada komentar:
Posting Komentar