Abah adalah panggilan untuk seorang lelaki terhebat di hidupku, lelaki tangguh yang paling ku sayangi, Abah yang selalu membuat kami tertawa bahagia, Abah yang rela melakukan profesi apapun untuk membuat keluarganya makan setiap hari, Abah yang berhasil membuat ku selalu sedih, merindukannya setiap hari setelah kepergiannya dari dunia fana ini. Bah... Syifa rindu banget sama abah, banyak yang ingin Syifa ceritakan, banyak yang ingin Syifa berikan, ingin sekali diri ini memeluk abah lagi, setelah lamanya tak memeluk dirimu. Abah yang begitu hebat dalam keikhlasannya merasakan kesakitan yg begitu perih, sabar dalam menghadapi penyakit yang begitu hebat, luka yang menganga begitu besar di dadanya. Bah, Syifa ingin sekali bertemu Abah lagi, melakukan segalanya yang belum pernah kita lakukan bersama, menciptakan kenangan indah, ingin meminta maaf setulus hati atas dosa yang Syifa buat selama ini. Syifa ingin berdiri dibelakang Abah menghadap Ilahi Robbi, mendengarkan lantunan Ulumul Qur’an yang tak pernah Syifa dengar dari suara seorang makhluk pun di dunia ini, Syifa kangeeeeeen kali, rasa rindu yg tak pernah hilang ini Syifa atasi dengan mengirimkan surah-surah dan dzikir yang bisa Syifa titipkan kepada sang Rahim
untuk Abah. Abah ku sayang, semoga Allah selalu melindungi Abah dari siksa kubur-Nya, Neraka-Nya, menerangi kubur Abah, memberikan tempat terbaik, tempat yang mulia disisi-Nya, semoga Ar-Rahim mempertemukan dan menyatukan kita di Surga-Nya, Aamiin ya Allah, Amiin Ya Rabbal A’lamiin.
********
Jumat, 10 Jumadil Akhir 1438 H atau bertepatan pada 9 Maret 2017 pukul 19.00 WIB. Abah telah tersenyum ikhlas, berada dalam dekapan Ar-Rahiim. Seorang lelaki yang selalu kusebut namanya dalam setiap sujud dan doa ku, hingga pinta ku pada-Nya untuk memanjangkan umur beliau, memberikan kesehatan, kebahagiaan serta kesembuhan yang tiada meninggalkan penyakit lain di tubuhnya. Namun, Allah memiliki rencana lain, Dia menyayangi Abah melebihi kami, yang hanya menyusahkannya dan membuatnya kesal. Selepas praktikum Kimia Organik, tepatnya pukul 18.19 WIB batinku begitu terkejut, terhempas jatuh ke dalam jurang yang tak berdasar, tubuhku mulai gemetaran. Air mataku mulai bercucuran sambil melihat riwayat panggilan yang tak terhitung jumlahnya, dari kakak ku yang tinggal dengan ku di kota Metropolitan ini. Isak tangis ku makin tak tertahankan ketika membaca pesan bahwa aku harus pulang detik itu juga. Kuputuskan untuk menuju Masjid Farmasi, berusaha menenangkan hati yang begitu kalut ini. Sambil menangis, kucoba untuk menelpon kakak ku kembali. Dan akhirnya, Air mata yang telahterpendam selama beberapa bulan terakhir ini mulai membanjiri sekelilingku. “ Sudah, pulang sekarang, jangan kemana-mana lagi.” (Katanya, sambil menahan rasa sesak di dadanya ).“ Iya, habis sholat maghrib ini Insya Allah langsung pulang.” Sahut ku, yang kini perasaan dan sangka ku entah menerawang ke penjuru dunia mana. Maghrib itu adalah waktu sholat maghrib sepanjang hidupku yang tak ada ketenangan sedikit pun, fokus ku tak tertuju pada Allah lagi. Ampuni aku Ya Rabb. Secepat kilat aku melangkah meninggalkan masjid ini dengan menahan rasa sesak yang begitu menghimpit. Sebisa mungkin kupendam air mata ini, agartak satupun yang tahu keperihan yang sedang ku alami. Namun aku gagal, isak tangisku kini pecah, hingga Fauziah yang ada di sampingku berusaha menanyakan apa yang terjadi. Lalu kuceritakan semuanya dengan persaaan sedih teramat dalam. “ Sudah Fa, jangan nangis lagi, berdoa saja. Semoga tidak ada hal-hal buruk yang terjadi.” Fauziah mencoba menenangkanku. Sepanjang perjalanan ini, keheningan senja menjadi saksi bisu akan perihnya hati ini. Karena hati kecilku telah mengetahui sebenarnya apa yang telah terjadi. Ketika aku sampai di kos, kak Novi telah berada di depan pintu dan langsung memelukku, sambil membisikkan ke telingaku, dengan belinangan air mata. “ Fa, Abah udah gak ada. Magrib tadi abah pergi. Kakak telepon Syifa dari sore, karena Mama nyuruh pulang, tapi gak Syifa angkat. Tadi kakak sempat dengar suara abah......”. Tak ada kata yang bisa terucap lagi dari mulut kami. Hanya pelukan dan air mata yang dapat kami keluarkan. Lalu kami bergegas menuju kampung halaman.
********
Setibanya kami dirumah kediaman kecil ini, jiwaku begitu terpukul melihat sanak saudara yang berdatangan, tetangga yang telah berkumpul. Teramat sedih hati ini ketika memasuki rumah yang telah terbaring tubuh lelakiyang begitu kusayangi. Kini tiada lagi tubuh seorang lelaki mulia yang dapat ku peluk,tak ada lagi tangan dan kakinya untuk ku pijat dengan penuh rasa kasih sayang, tak ada lagi kening dan bahu yang dapat menumpahkan segala perasaan ini. Aku yang terlalu durhaka ini ingin rasanya bertemu dengannya kembali, bersujud di kakinya, memeluknya, menciumnya untuk mengucapkan ribuan maaf dan untaian sayang dari lubuk hati terdalam, serta mengucapkan milyaran rasa terimakasih. Setiap mengingat sosok beliau yang begitu tangguh, humoris dan penuh kasih sayang itu, membuat air mata dari jiwa yang lemah ini bercucuran begitu hebatnya. Kehilangan seorang Ulil Amri di rumah ini terasa menyesakkan dada ini. Kini, kami benar-benar tidak bisa melihatnya lagi, tak bisa bercanda lagi, tak bisa memeluknya lagi, tak bisa mengurusnya lagi dalam luka yg menganga itu, tak bisa berbakti dan mencukupi kebutuhannya dan tak bisa merasakan lagi kasih sayang dari seorang lelaki yang dulunya selalu mengimami kami. Abah ku tercinta, benar-benar telah kembali, kembali dengan makna yang sesungguhnya. Kembali kepada Sang Maha Rahiim. Sang Khaliq, yang semoga saja Dia memberikan tempat terindah untuk beliau, diantara para syuhada-Nya di Jannah-Nya kelak. Aamiin Ya Rabbal A’lamiin. Kami pun telah kembali ke jalan-Nya yang lurus, jalan yang di Ridhoi-Nya. Bah, Air mata ini akan menjadi saksi atas tasbih yang Abah berikan, sebagai kenangan terindah yang membawa Syifa kembali pada-Nya. Tiap butir tasbih ini mengandung kalimat yang tiada bandingannya di dunia ini LAA
ILAHAILLALLAH MUHAMMAD DUR RASULULLAH.
Hangat kasihmu... Tulus pengorbananmu.. Senyum semangatmu..Tawa ceriamu..Canda santunmu..Terbawa tenang dalam keabadian.. Meninggalkan sejuta kenangan yang kan tetap hidup dalam hati kami.. Tenanglah Abah.. Kembali pada-Nya yang lebih menyayangi Abah. Allah telah angkat sakitnya Abah yang Insya Allah menggugurkan dosa-dosa Abah. Allah telah akhiri segala ketidakberdayaan Abah. Allah kan gantikan dengan kebahagian yang hakiki. Aamiin... Istiratlah Abah... Semoga doa-doa kami membawa Abah ke tempat terindah. Tenanglah Abah dalam peristirahatan sampai nanti kita bertemu lagi dalam Jannah-Nya.. Berjalanlah Abah di depan.. Tetap pimpin kami dan nantikan kami semua di Syurga-Nya. Abah.....Kami sayang Abah. Sangat sayang Abah.
Penulis : Resi Triana Sari
Tidak ada komentar:
Posting Komentar