Selasa, 26 Maret 2019

Ketika Semua Agama Menolak LGBT, Mengapa Mereka Tetap Merasa di Diskriminasi?




LGBT merupakan akronim dari Lesbian, Gay, Biseksual dan Transgender, pro kontra LGBT memang sudah sejak lama terjadi. Indonesia merupakan negara berke-Tuhanan yang Maha Esa, mau tidak mau, suka tidak suka, sumber hukum Indonesia berdasarkan Pancasila. Sumber hukum Indonesia bukan Qur’an dan Hadist, tapi kesepakatan Pancasila, Undang – Undang Dasar 1945 dan Kebhinekaan. Hukum di Indonesia di ambil dari aspirasi mayoritas, mayoritas yang dimaksud bukan Mayoritas Muslim, bahkan Mayoritas Katolik menolak LGBT. Romo Magnis, dalam sebuah diskusi mengenai LGBT yang sempat di angkat dalam acara Indonesia Lawyers Club, ia menyatakan bahwa pelaku LGBT tidak akan bisa diterima oleh Gereja Katolik, “Gereja Katolik tetap tidak akan bisa menerima perkawinan sesama jenis”. Terang Romo Magnis. 

Tidak hanya Mayoritas Katolik dan Muslim yang menolak LGBT, bahkan Mayoritas pemeluk agama Hindu juga menolak pelaku LGBT. Wakil Ketua PHDI Bali, Drs. Mangku Pasek Swastika menyatakan bahwa dalam sastra Agama Hindu, pelaku LGBT sangat tidak dibenarkan. Bahkan penolakan pelaku LGBT tersebut ada di dalam Kitab Manawa Dharma Sastra, “menurut rujukan kitab – kitab yang saya baca, LGBT merupakan penyimpangan dan tidak sesuai dengan Sabda Tuhan, seperti yang tertera dalam Manawa Dharma Sastra IX, 96”. Ungkap Tokoh Agama Hindu di Bali tersebut.

Di banyak negara terutama yang menganut demokrasi Barat, mereka menyetujui pelaku LGBT. Lalu merekapun menularkan isu tersebut ke negara – negara lainnya agar bisa diterima. Dalam pandangan agama Islam, pelaku LGBT jelas Haram hukumnya, hal tersebut terdapat dalam QS. Asy – Syuaraa : 165 – 166, yang terjemahannya, “mengapa kamu mendatangi jenis laki – laki di antara manusia, dan kamu tinggalkan istri – istri yang dijadikan oleh Tuhanmu untukmu”. Bahkan dalam Injil perjanjian lama, hukuman bagi pelaku LBGT adalah dilempari batu sampai mati. Zakir Naik dalam sebuah ceramahnya sempat menyampaikan bahwa 30 – 40 Tahun yang lalu hampir seluruh negara di dunia menolak Pelaku LGBT, namun pada tahun 1996 di Toronto, Kanada, Pelaku LGBT mulai mendapatkan tempat, dan yang masih terbaru pelaku LGBT dilegalkan dan didukung oleh Amerika, lantas sekarang di Indonesia yang negara berke-Tuhanan ini, para pendukung Pelaku LGBT menuntut kebebasan, seperti negara – negara barat lainnya. Mereka seolah lupa, bahwa mereka sedang hidup di negara yang menjunjung tinggi nilai – nilai Pancasila. 

Beberapa teori menyebutkan bahwa Homoseksual merupakan genetik yang tidak bisa disalahkan. Namun teori tersebut tidak bisa dijadikan dalil pembenaran sebab yang memunculkan teori tersebut ternyata pelaku homoseksual. Pelaku LGBT adalah perlakuan yang menyimpan dari agama, tidak hanya Islam, tetapi semua agama. Jika menyimpang dari aturan yang sudah ditetapkan oleh Tuhan, maka kedepan yang di tuntut oleh kaum penghamba kebebasan berpendapat tidak hanya LGBT, tetapi juga akan memperjuangkan penyimpangan – penyimpangan yang lain, seperti sex bebas, menikah dengan hewan, dan penyimpangan lainnya. 

Dewan Pakar Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI) Pusat, Anton Tabah Digdoyo menyatakan bahwa ketika para pembela pelaku LGBT mengatasnamakan HAM, mengapa semua agama melarangnya? Bukankah melanggar salah satu sila dalam Pancasila merupakan bentuk pelanggaran HAM yang sesungguhnya?, “Kalau LGBT itu HAM, tidak mungkin semua agama melarangnya, dan tidak mungkin semua kitab suci mengutuknya”. Ungkap Anton. Dasar NKRI adalah Ketuhanan Yang Maha Esa, tentu saja setiap Warga Negara Indonesia tanpa terkecuali wajib menaati agamanya. Indonesia yang jelas Berke-Tuhanan masih banyak yang tidak mengindahkan agamanya, sementara background ideologi Rusia Putin yang komunis justru tegas melarang LGBT, lalu apa kabar Negara Kedaulatan Republik Indonesia yang menjujung nilai – nilai ketuhanan?

Para pencetus teori LGBT adalah genetik yang tidak bisa disembuhkan, serta para pembelanya, pendapat mereka telah terbantahkan oleh artis ternama dunia bernama Alexander David Brodie, ia dikenal dengan nama Samanta. Laki – Laki berdarah Indonesia – Skotlandia yang pernah merubah dirinya menjadi wanita tersebut, kini justru ia bisa bangkit dan kembali kepada qodratnya, dalam sebuah buku Samanta And Me yang ia tulis, Samanta dengan tegas menolak LGBT, dan LGBT bukan bawaan lahir, melainkan penyakit menular yang disebabkan beberapa faktor. LGBT bukan sebuah takdir, tetapi sebuah pilihan, maka mereka yang memiliki orientasi seksual yang berbeda, silahkan pilih, ingin sembuh dan mengikuti aturan agama, atau justru menjadi pelaku LGBT. Mereka yang menolak LGBT bukan berarti sedang melakukan diskriminasi, tetapi justru mendorong pelaku LGBT agar segera bertaubat untuk bisa sembuh.

Oleh : kustriawan

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Kisah Inspiratif Andre Doloksaribu Mendirikan Rumah Belajar Untuk Anak Pinggiran Sungai

Oleh : saturnusapublisher Gardamedia.org (24/05/2023)    - Masyarakat pinggiran sungai sering kali terlupakan keberadaannya, apalagi biasany...