sumber foto: google
Akhir- akhir ini gempar sebuah cerpen dari
salah satu pers mahasiswa di Universitas Sumatera Utara. Ketika semua menolak kehadiran diriku di
dekatnya, itulah judul yang tertera di dalam cerpen tersebut. Namun cerpen ini mengalami
penolakan di kalangan mahasiswa dan sebagian
golongan. Terdapat beberapa bagian dalam cerpen tersebut yang mengandung/
mendukung kehadiran LGBT menurut sebagian orang. Konsep dari LGBT harus dipahami sebagai realitas sosial yang
menyimpang dari perilaku hidup normal sebagai manusia. Itu bukan soal HAM. Tapi,
perilaku menyimpang yang harus diperbaiki dalam tata hidup sosial. Karena dalam
kaca mata kebanyakan orang, cerpen ini sudah melanggar norma dan etika, terutama
dalam wilayah Universitas Sumatera Utara yang seharusnya lebih mengutamakan
informasi kampus. Kita tahu bersama bahwa kampus diisi dengan orang- orang yang
pola pikirnya terdidik. Bermacam-macam pola pikir yang disatukan dengan disebut
baik itu mahasiswa ,dosen, dll. Tujuan
nya adalah untuk membentuk sebuah karakter seseorang dari tidak tahu menjadi
tahu, yang dikenal dalam istilah umum yaitu dalam proses pembelajaran di dalam
ruang lingkup kampus itu sendiri. Sudah tentunya kampus dijadikan sarana bagi
mahasiswa untuk lebih meningkatkan kapasitas diri dan kapasitas berpikirnya.
Saat ini banyak sekali berbagai macam mahasiswa
yang hadir di setiap kampus dengan berbagai macam latar belakang. Juga, di
dalam kampus terdapat berbagai macam kelompok atau komunitas mahasiswa yang di
dalamnya membahas suatu kajian ilmu. Komunitas- komunitas yang lahir tersebut
menjadi salah satu wadah mahasiswa untuk mengembangkan dirinya. Namun tidak
semua komunitas cocok dengan mahasiswa, kembali lagi karena beragam minat dan
latar belakangnya.
Dari keadaan ini bukan tidak mungkin paham- paham,
seperti paham liberalisme bisa saja masuk kedalam lingkungan mahasiswa maupun
dosen. Namun ada beberapa mahasiswa yang sebetulnya dia sudah berada di dalam
paham liberalisme namun ia tidak menyadari itu. Untuk itu perlu adanya berpikir
kritis bagi tiap- tiap mahasiswa.
Sebelum
kita lebih lanjut, kita perlu memahami apa sebetulnya liberalisme ini. Dalam pengertian secara umum,
liberalisme adalah sebuah ideologi, pandangan filsafat, dan tradisi politik
yang didasarkan pada pemahaman bahwa kebebasan adalah nilai politik yang utama.
Liberalisme mencita-citakan suatu masyarakat yang bebas, dicirikan oleh
kebebasan berpikir bagi para individu. Paham liberalisme menolak adanya
pembatasan, khususnya dari pemerintah dan agama. Liberalisme menghendaki adanya
pertukaran gagasan yang bebas, ekonomi pasar yang mendukung usaha pribadi (private
enterprise) yang relatif bebas, dan suatu sistem pemerintahan yang
transparan, serta menolak adanya pembatasan terhadap pemilikan individu. Oleh
karena itu paham liberalisme lebih lanjut menjadi dasar bagi tumbuhnya
kapitalisme.
Kita bisa
mendapatkan sebuah kesimpulan bahwasanya paham liberalisme jika dikaitkan
dengan lingkungan kampus itu sangat bertolak belakang. Kampus yang seharusnya
menghadirkan suasana yang positif dan mahasiswa yang kritis dalam ilmu ilmu
yang ilmiah. Jelas jika paham ini dihadirkan di wilayah kampus maupun Indonesia
yang mayoritas masyarakatnya menganut budaya timur maka akan terjadi penolakan
besar besaran dari berbagai pihak. Bagaimanapun nilai-nilai kebebasan harus
tetap dibatasi sehingga kebebasan tersebut tidak bersinggungan dengan hak-hak
yang dimiliki orang lain sehingga dapat tercipta dan terwujudlah suatu
kerukunan dan keadilan dalam kehidupan bermasyarakat.
Jika kita
kaji dari berbagai aspek kehidupan, liberalisme masih tidak cocok diterapkan di
wilayah kampus atau indoensia. Dalam aspek di bidang agama, kita lihat bersama
di dalam ideologi Indonesia yaitu pancasila pada sila pertama “ketuhanan yang
maha esa” yang bermaksud bahwa bangsa Indonesia sangat menjunjung tinggi nilai
nilai ketuhanan, sehingga tiap tiap individu di bebaskan untuk memilih salah
satu dari 6 agama yang di akui di Indonesia. Namun paham liberal kehidupan
beragama di atur secara bebas, sehingga muncul orang orang yang atheis, tidak
mempercayai tuhan dan melakukan penolakan terhadap agama.
Liberalisme
dalam aspek ekonomi menjelaskan bahwa perekonomian adalah bidang yang harus
dikembangkan sesuai dengan kodrat manusia yang bebas, sehingga perekonomian
memang seharusnya berdasar prinsip pasar bebas (free market). Artinya
semua hubungan ekonomi tercipta oleh pasar bebas, campur tangan dari pihak
penguasa tidak dibenarkan. Bisa diartikan bahwa pada aspek ekonomi biarkan
individu, kelompok atau suatu masyarakat mengatur segala hal untuk memenuhi
kebutuhannya sendiri, tanpa campur tangan pemerintah. Termasuk pemerintah tidak
diperbolehkan untuk menentukan harga pasar. Pemerintah ikut camput sesedikit
mungkin, serta biarkan swasta dan masyarakat yang menentukan. Jika pihak swasta
sudah memasuki area ekonomi maka kita bisa lihat dampaknya pada era sekarang
ini, semua dikuasai oleh pihak swasta sedangkan pemerintah dan masyarakatnya
dirugikan. Terjadinya pasar bebas, dimaksudkan agar setiap individu bebas
bersaing dalam kapital (kepemilikan uang dan barang) serta harga (kemampuan
mengidentifikasi jual-beli) dipasaran untuk memperebutkan monopoli kekuasaan
dan dominasi.
Hal ini
bertentangan dengan penjelasan pada Pasal 33 UUD 1945 yang menyebutkan bahwa
dalam pasal 33 tercantum dasar demokrasi ekonomi, produksi dikerjakan oleh
semua, untuk semua dibawah pimpinan atau pemilikan anggota-anggota masyarakat.
Kemakmuran masyarakat-lah yang diutamakan, bukan kemakmuran orang seorang.
Selanjutnya dikatakan bahwa bumi, air, dan kekayaan alam yang terkandung dalam
bumi adalah pokok-pokok kemakmuran rakyat. Oleh karena itu harus dikuasai oleh
negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
Sama halnya
dalam aspek bidang sosial budaya, yang cenderung mengedepankan nila nilai
kebebasan dan tidak memandang nilai serta norma. Kebebasan masyarakat dalam
ruang lingkup liberal dapat kita lihat dari cara berpakaian, gaya hidup, sifat
individualistis. Bahkan di negara liberal contohnya seperti di negara belanda
kebebasan untuk menikah sesame jenis pun sudah di legalkan. Hal tersebut justru
berbanding terbalik dengan kultur budaya Indonesia yang berpatokan dengan
budaya-budaya timur. Apalagi kita dalam wilayah kampus, yang seharusnya
memerangi pemikiran pemikiran seperti ini. Sangat di sayangkan jika ada di
antara mahasiswa di dalam kampus yang punya pemikiran liberalisme.
Di wilayah
kampus, bahkan di Indonesia ini, nilai dan norma dipegang teguh. Moral serta
perilaku merupakan hal pokok utama yang mempengaruhi diri seseorang untuk
bertindak dan berproses dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.
Dimana semuanya diatur oleh tatanan norma dan kaidah nilai baik melalui
tertulis ataupun secara lisan.
penulis : munir suteja
penulis : munir suteja
Tidak ada komentar:
Posting Komentar