Sabtu, 23 Maret 2019

Ketika Liberal di Paksa Masuk Kampus


 sumber foto: google

Akhir- akhir ini gempar sebuah cerpen dari salah satu pers mahasiswa di Universitas Sumatera Utara.  Ketika semua menolak kehadiran diriku di dekatnya, itulah judul yang tertera di dalam cerpen tersebut. Namun cerpen ini mengalami penolakan di kalangan  mahasiswa dan sebagian golongan. Terdapat beberapa bagian dalam cerpen tersebut yang mengandung/ mendukung kehadiran LGBT menurut sebagian orang. Konsep dari LGBT  harus dipahami sebagai realitas sosial yang menyimpang dari perilaku hidup normal sebagai manusia. Itu bukan soal HAM. Tapi, perilaku menyimpang yang harus diperbaiki dalam tata hidup sosial. Karena dalam kaca mata kebanyakan orang, cerpen ini sudah melanggar norma dan etika, terutama dalam wilayah Universitas Sumatera Utara yang seharusnya lebih mengutamakan informasi kampus. Kita tahu bersama  bahwa kampus diisi dengan orang- orang yang pola pikirnya terdidik. Bermacam-macam pola pikir yang disatukan dengan disebut baik itu mahasiswa ,dosen, dll. Tujuan nya adalah untuk membentuk sebuah karakter seseorang dari tidak tahu menjadi tahu, yang dikenal dalam istilah umum yaitu dalam proses pembelajaran di dalam ruang lingkup kampus itu sendiri. Sudah tentunya kampus dijadikan sarana bagi mahasiswa untuk lebih meningkatkan kapasitas diri dan kapasitas berpikirnya.
Saat ini banyak sekali berbagai macam mahasiswa yang hadir di setiap kampus dengan berbagai macam latar belakang. Juga, di dalam kampus terdapat berbagai macam kelompok atau komunitas mahasiswa yang di dalamnya membahas suatu kajian ilmu. Komunitas- komunitas yang lahir tersebut menjadi salah satu wadah mahasiswa untuk mengembangkan dirinya. Namun tidak semua komunitas cocok dengan mahasiswa, kembali lagi karena beragam minat dan latar belakangnya.
Dari keadaan ini bukan tidak mungkin paham- paham, seperti paham liberalisme bisa saja masuk kedalam lingkungan mahasiswa maupun dosen. Namun ada beberapa mahasiswa yang sebetulnya dia sudah berada di dalam paham liberalisme namun ia tidak menyadari itu. Untuk itu perlu adanya berpikir kritis bagi tiap- tiap mahasiswa.
Sebelum kita lebih lanjut, kita perlu memahami apa sebetulnya liberalisme  ini. Dalam pengertian secara umum, liberalisme adalah sebuah ideologi, pandangan filsafat, dan tradisi politik yang didasarkan pada pemahaman bahwa kebebasan adalah nilai politik yang utama. Liberalisme mencita-citakan suatu masyarakat yang bebas, dicirikan oleh kebebasan berpikir bagi para individu. Paham liberalisme menolak adanya pembatasan, khususnya dari pemerintah dan agama. Liberalisme menghendaki adanya pertukaran gagasan yang bebas, ekonomi pasar yang mendukung usaha pribadi (private enterprise) yang relatif bebas, dan suatu sistem pemerintahan yang transparan, serta menolak adanya pembatasan terhadap pemilikan individu. Oleh karena itu paham liberalisme lebih lanjut menjadi dasar bagi tumbuhnya kapitalisme.
Kita bisa mendapatkan sebuah kesimpulan bahwasanya paham liberalisme jika dikaitkan dengan lingkungan kampus itu sangat bertolak belakang. Kampus yang seharusnya menghadirkan suasana yang positif dan mahasiswa yang kritis dalam ilmu ilmu yang ilmiah. Jelas jika paham ini dihadirkan di wilayah kampus maupun Indonesia yang mayoritas masyarakatnya menganut budaya timur maka akan terjadi penolakan besar besaran dari berbagai pihak. Bagaimanapun nilai-nilai kebebasan harus tetap dibatasi sehingga kebebasan tersebut tidak bersinggungan dengan hak-hak yang dimiliki orang lain sehingga dapat tercipta dan terwujudlah suatu kerukunan  dan keadilan dalam kehidupan bermasyarakat.
Jika kita kaji dari berbagai aspek kehidupan, liberalisme masih tidak cocok diterapkan di wilayah kampus atau indoensia. Dalam aspek di bidang agama, kita lihat bersama di dalam ideologi Indonesia yaitu pancasila pada sila pertama “ketuhanan yang maha esa” yang bermaksud bahwa bangsa Indonesia sangat menjunjung tinggi nilai nilai ketuhanan, sehingga tiap tiap individu di bebaskan untuk memilih salah satu dari 6 agama yang di akui di Indonesia. Namun paham liberal kehidupan beragama di atur secara bebas, sehingga muncul orang orang yang atheis, tidak mempercayai tuhan dan melakukan penolakan terhadap agama.
Liberalisme dalam aspek ekonomi menjelaskan bahwa perekonomian adalah bidang yang harus dikembangkan sesuai dengan kodrat manusia yang bebas, sehingga perekonomian memang seharusnya berdasar prinsip pasar bebas (free market). Artinya semua hubungan ekonomi tercipta oleh pasar bebas, campur tangan dari pihak penguasa tidak dibenarkan. Bisa diartikan bahwa pada aspek ekonomi biarkan individu, kelompok atau suatu masyarakat mengatur segala hal untuk memenuhi kebutuhannya sendiri, tanpa campur tangan pemerintah. Termasuk pemerintah tidak diperbolehkan untuk menentukan harga pasar. Pemerintah ikut camput sesedikit mungkin, serta biarkan swasta dan masyarakat yang menentukan. Jika pihak swasta sudah memasuki area ekonomi maka kita bisa lihat dampaknya pada era sekarang ini, semua dikuasai oleh pihak swasta sedangkan pemerintah dan masyarakatnya dirugikan. Terjadinya pasar bebas, dimaksudkan agar setiap individu bebas bersaing dalam kapital (kepemilikan uang dan barang) serta harga (kemampuan mengidentifikasi jual-beli) dipasaran untuk memperebutkan monopoli kekuasaan dan dominasi.
Hal ini bertentangan dengan penjelasan pada Pasal 33 UUD 1945 yang menyebutkan bahwa dalam pasal 33 tercantum dasar demokrasi ekonomi, produksi dikerjakan oleh semua, untuk semua dibawah pimpinan atau pemilikan anggota-anggota masyarakat. Kemakmuran masyarakat-lah yang diutamakan, bukan kemakmuran orang seorang. Selanjutnya dikatakan bahwa bumi, air, dan kekayaan alam yang terkandung dalam bumi adalah pokok-pokok kemakmuran rakyat. Oleh karena itu harus dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
Sama halnya dalam aspek bidang sosial budaya, yang cenderung mengedepankan nila nilai kebebasan dan tidak memandang nilai serta norma. Kebebasan masyarakat dalam ruang lingkup liberal dapat kita lihat dari cara berpakaian, gaya hidup, sifat individualistis. Bahkan di negara liberal contohnya seperti di negara belanda kebebasan untuk menikah sesame jenis pun sudah di legalkan. Hal tersebut justru berbanding terbalik dengan kultur budaya Indonesia yang berpatokan dengan budaya-budaya timur. Apalagi kita dalam wilayah kampus, yang seharusnya memerangi pemikiran pemikiran seperti ini. Sangat di sayangkan jika ada di antara mahasiswa di dalam kampus yang punya pemikiran liberalisme.
Di wilayah kampus, bahkan di Indonesia ini, nilai dan norma dipegang teguh. Moral serta perilaku merupakan hal pokok utama yang mempengaruhi diri seseorang untuk bertindak dan berproses dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Dimana semuanya diatur oleh tatanan norma dan kaidah nilai baik melalui tertulis ataupun secara lisan.


penulis : munir suteja

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Kisah Inspiratif Andre Doloksaribu Mendirikan Rumah Belajar Untuk Anak Pinggiran Sungai

Oleh : saturnusapublisher Gardamedia.org (24/05/2023)    - Masyarakat pinggiran sungai sering kali terlupakan keberadaannya, apalagi biasany...