“
Han kamu mau kemana? “ tanya Haris kepada sahabatnya itu.” Yah mau pulang lah ris, kan dah habis mata
kuliah. “ jawab Farhan sambil bergegas
keluar raungan. “ yaelah, kamu mau ngejar Caca ya keparkiran… hmmmm bilang aja
han, biar saya panggil tuh ” sambil tertawa dia terus menggoda Farhan. “apasih
kamu Ris… dia itu cuma kawan loh.. kamu kan tau sendiri, dia juga dah punya
pacar. Masalah chatingan kami iya?.. itu itu aja pun kau bahas Ris “sambil
menolak Haris, balas Farhan dengan belaan
yang membuat dia tidak di goda lagi oleh sahabatnya itu. Lalu mereka berjalan
pulang dengan candaan- candaan ala anak kuliah.
Ya
begitulah Farhan dan Haris. Mereka adalah sahabat semenjak menduduki bangku
Tsanawiyah di salah satu pesantren ternama di Sumatera Utara. Sekarang mereka
berdua sama- sama duduk di bangku kuliah di jurusan yang sama. Di saat jadi santri,
mereka termasuk kebanggan di sana, terkenal rajin, pintar, dan mereka jadi
polisi di pesantrennya untuk memantau santri- santri baru yang melanggar
peraturan. Sebenarnya Haris dan Farhan berat untuk meninggalkan pesantren.
Karena pesntren sendiri masih menbutuhkan tenaga pengajar yang cekatan seperti
mereka berdua. Namun berdalih ingin menambah ilmu lain di luar pesantren akhirnya
mereka lanjut kuliah.
Ustad.
Ansori selaku pemilik pesantren yang ikut juga menyayangkan keputusan mereka,
merasa kehilangan. Dari itu sebelum mereka meninggalkan pesantren Ustad. Ansori
membekali mereka dengan ilmu ilmu agama yang memang harus di pahami mereka
karena akan menuju dunia luar yang sangat jauh berbeda dengan kehidupan
pesantren. Ilmu tentang pemahaman islam, islam yang lari jalur, semua di
pelajari oleh mereka berdua, dan dengan penuh semangat ustad mengenalkan mereka
dengan alumni pesantren yang juga sudah duluan mengenal dunia luar setelah
tamat dari pesantren, untuk membagikan pengalamannya agar tidak mau terpengaruh
oleh dunia luar serta tetap menjalankan perintah- perintah agama. Dikenalkan
lah mereka dengan Arif salah satu alumni kebanggan pesantren, yang sekarang
melanjutkan S2 di Jepang dan sekarang sedang libur. Mas Arif menceritakan semua
apa yang menjadi hambatannya untuk tetap menjaga diri dari kejamnya dunia di
luar pesantren.
Nyantri
selama enam tahun, memang sudah mampu memahami ilmu agama, namun mempertahankan
itu bergantung pada orangnya. Itulah
yang jadi modal mereka berdua sehingga mantap meninggalkan pesantren. Satu
semester berlalu di bangku kuliah Alhamdulillah Farhan dan Haris mendapatkan
nilai yang memuaskan, memang mereka berdua terbilang pintar dari pesantren. Di
hari itu Farhan dan Haris bergerak kekantin untuk makan siang, tiba- tiba
lewat Rini, kawan sekelas mereka yang
terkenal cantik dan baik “ han, ane ke toilet bentar ya, mau pipis nih” “yaudah
pigi… pake permisi segala… bilang aja kau mau jumpa mbok2 pecel mau bilangin
biar krupuk mu lebih banyak dari ane. Hmmmm sudah ku baca ris.. sudah…”
ketawa cengingisan haris bergerak ke
toilet. Tapi sebetulnya farhan tau betul
sifat sahabatnya itu, pasti dia mau jumpain ririn. “lama betul haris nih dari
toilet… hmmm pecal ku dah habis… ku santap juga nih nanti pecelnya.” Farhan
bergerak ke toilet dan dia tidak menjumpainya, ternyata Haris berduaan sama
Rini di belakang kantin kampus, Farhan terkejut melihatnya, langsung dia teriak
merasa kecewa dengan perilaku Haris. Memang belakangan ini Farhan curiga dengan
Haris di lihat dari tingkahnya yang sudah tidak minta di kawani lagi kalau mau
kemana mana.
“ Harisss… !!! kau ngapain berduaan sama Rini?!! Astagfirulloh… keterlaluan kau ya.” Farhan sambil menarik Haris,
Dan Ririn bergerak meninggalkan mereka berdua. Haris sebetulnya malu ketahuan
oleh Farhan. Namun di situasi seperti itu dia tidak mungkin tunduk saja dengan
larangan Farhan. “ kamu kenapa han… aku dah
gede.. nggak perlu kau larang!!! Aku tau mana yang baik untukku dan mana yang
nggak” Haris pergi mengejar Ririn. Farhan tidak tau mau berbuat apalagi.
Besoknya
mereka hanya diam diaman tanpa bertegur sapa. Namun Haris bukannya
meninggalkan Rini malah makin hari dia
makin berani berduaan dengan Rini, di depan Farhan, pas jam pelajaran, serta
pulang berduaan. Farhan tidak kuat melihat sahabatnya itu tersesat dan sebagai alumnus
pesantren yang sudah di bekali ilmu agama, tentunya tidak melakukan hal yang
dilarang oleh agama. Bahkan hukum berpacaran dalam Agama Islam termasuk
pelajaran yang tidak berat untuk mereka. Mereka sudah tau semua larangan
berpacaran. Farhan tidak langsung menegur Haris. Dia menyelidiki kenapa Haris
begitu patuh pada Rini.
Sore
hari Farhan membuntuti Haris dan Rini. Ternyata mereka berdua masuk kesebuah
rumah berpagar tinggi cat putih di simpang empat tak jauh dari kampus. Farhan
bertanya pada satpam rumah itu, teryata itu adalah rumah Rini tapi Farhan
menemukan hal yang aneh. Disudut rumah tersebut dia melihat bendera berlogo
yang agak aneh menurutnya, Farhan merasa ada yang tidak beres.
Berjalan
waktu Farhan menyelidiki tempat itu, mencari informasi mengenai logo yang ada
di bendera di sudut rumah Ririn. Dari google ia menjumpai bahwa logo itu adalah
logo dari aliran sesat yang berfikiran liberalisme, yang berpusat di Amerika,
dan Farhan terus menggali informasi tentang aliran tersebut.
Setelah
matang mendapatkan semua informasi tentang aliran itu, dia mengundang haris
untuk makan malam dan berdiskusi. Tepat waktu yang di janjikan Haris datang.
“ris waktu itu ane nengok Haris masuk kerumah Ririn… ngapai?” Farhan memulai
pembicaraan. “kenapa rupanya han? Kau mau bilang kalau saya dekat dengan Ririn
itu haram? Iya? Kau itu terlalu kolot han…
pikiran mu sholat.. ngaji… itu- itu aja.. apa kamu nggak bosan?”
mendengar itu Farhan langsung emosi dan ingin melayangkan kepalan tangan nya di
wajah Haris. Namun melihat situasi dia meredamnya. Bisa bisa dia tidak
mendapatkan tujuannya menjumpai Haris. “Astagfirulloh… Ris.. istigfar Ris… ente
udah jauh berbeda.. udah keluar jalur.. kenapa kau ini? Siapa yang membuat mu
seperti ini? Bukankah kita udah janji kalau kita akan selalu menjadi santri
yang alim di mana pun dan kapan pun.? “ Haris seperti tidak memikirkan tentang
itu. “eh Han… zaman sekarang dah beda… santri itu dulu.. sekarang saya sudah
beda.. terlalu kolot saya kalau hanya fokus ibadah dan kuliah, tidak menikmati
kehidupan di luar ini.” “ Astagfirulloh…mudah mudahan Allah memberikanmu
hidayah Ris… siapa yang mengajari mu seperti ini? Lalu ngapain kau ke rumah Ririn.?
Kau tau bendera apa yang di rumahnya?” “ tak ada yang ngajari aku… aku masih menyembah Allah sama seperti
kau. Kenapa emang dengan bendera itu? Itu bendera yang bagus logo tentang cinta
persamaan. Yang mengajarkan ummat manusia itu sama. Mau apapun kamu, apapun
kepercayaan mu.. semua sama.. tujuannya untuk berbuat baik. Tak ada yang
mengajarkan keburukan. Aku tahu kamu pasti heran dengan ku belakangan ini…...”
Farhan memotong pembicaraan haris “ ente gabung dengan kelompok orang liberal…
segera keluar sebelum kau terlalu jauh” “ apa yang salah dengan liberal? Saya
menjadi orang yang liberal karena kesadaran diri sendiri. Bukan karena paksaan.
Kita ngomong baik baik aja ya Han. Saya ikhlas jadi liberal, karena yang saya
lakukan untuk kebaikan ummat Han. Mungkin saya sekarang di salah pahami kawan
kawan. Ya nggak Han? Pasti kau selalu bertanya tanya kenapa sering kerumah
Ririn. Dia itu bukan pacar ku, dia cuma teman. Tapi dia lah yang menolongku di saat aku butuh.
Saat itu aku malu minta tolong sama mu karena sudah keseringan minjam uangmu.
Saya malu. Terus Ririn meendekatiku. Dan dia ternyata sangat baik”
“ Allohuakbar…. Ris.. Ris.. seharusnya kau
cerita sama ku… aku selalu ada untukmu Ris.. kau sahabatku… kau masih ingat
janji janji kita dulu.? Kau harus segera
keluar dari liberal ini. Yang kau lakukan itu semuanya dosa. Orang liberal
seperti kau memang di dunia sangat bahagia,hidup enak, punya handphone baru
apalagi sekarang kau sudah punya motor baru. Sekarang kau bisa membantu
keluargamu di kampong, yang dulunya kau susah, di pondok pun kau makan kerak
nasi” sedikit tersenyum Haris menanggapi, dia jadi mengingat masa pesantrennya
yang indah “ ah kau salah paham Han… saya beda dengan liberal yang lain. Saya tidak mengharapkan apa apa. Saya Lillahi
taala jadi orang liberal. Selama ini banyak yang salah sangka terhadap orang
liberal, di kira mesti dapat ini itu dari Amerika dan sekutu sekutunya, padahal
tidak mesti begitu. Saya buktinya, hidup saya pas pasan meski sekarang udah ada
rezeki beli motor.” “ kamu justru rugi dunia akhirat sudah liberal susah pula. Jadi
liberal kok ikhlas” “ kau bilang kau islam tapi liberal. Itu sudah salah. Islam
kok liberal, islam itu artinya patuh pada Allah. Kok kau tambah liberal.
Liberal artinya bebas tanpa hambatan.
Menurut ust. Ansori islam yang liberal itu islam yang semaunya aja. Mau halal
bikin halal. Mau haram bikin haram” “ Islam liberal itu bukan seperti itu.
‘semaunya sendiri’ ini artinya membebaskan. Jadi Islam yang liberal itu
membebaskan dari kejumutan, kekolotan, kefanatikan dan kesempitan berfikir seperti banyak yang terjadi pada kelompok Islam
yang sekarang. Coba tunjukkan pemahaman mana yang aneh dari Islam yang liberal.
Pemikiran itu dianggap aneh karena kamu belum terbiasa dengannya. Lama kelamaan
kalau kau sudah terbiasa itu akan tidak aneh.
“
lho…masa kamu nggak tau? Atau pura pura nggak tau? Kita sama sama di
pesantren . kita kan sama sama tau kita ngaji bareng kitab kitab yang kita kaji
dulu sudah jelas posisinya. Para guru kita mengajarkan bahwa hanya Islam yang
diterima allah. Tetapi liberal bilang,
semua agama benar,semua jalan yang sah menuju Tuhan. Bagaimana bisa begitu?
Jadi tidak ada bedanya orang islam dengan orang kafir. Malah ada yang bilang
yang penting berbuat baik pada sesama manusia, tidak peduli iman atau tidak, kan
itu pikiran pikiran yang jelas jelas ngawur dalam pandangan akidah
Islam..” Haris jadi goyah, iya memang tidak nyaman di dalam
liberal ini, tapi karena Ririn selalu mengajaknya, dan haris pun merasa punya
hutang pada Ririn karena sudah banyak membantunya. Di dalam kelompoknya
terbilang banyak anggotanya. Sebetulnya dia merasa di jebak, dia juga masih
ingat ilmu ilmu yang di dapatnya di pesantren. Bahaya liberal juga dia tau semuanya.
Tapi karena kebaikan Ririn dia jadi merasa teriikat, yang memaksanya untuk
masuk kedalam sana. Dan dengan polosnya dia mau. Tapi di dalam aliran itu dia
belum terlalu mengiyakan semua yang di ajarkan disana, dan sekarang menurutnya
dia memang sudah terlalu jauh. Sejak dia
gabung ibadah- ibadahnya sudah tidak rutin lagi. Dia menyadari itu semua. Namun
di depan Farhan dia masih berlaku sebagai penganut Islam yang liberal.” Farhan,
yang kamu sebut itu masa lalu. Sekarang zaman sudah berubah. Kamu masih
berorientasi masa lalu. Saya dulu memang kayak kau. Islam saya sebagaimana yang
di ajarkan kitab kitab kuning. Itu kan
sebelum saya bergaul dengan banyak orang, dari berbagai agama, berbagai jenis
orang. Kawan saya disitu ada yang lgbt, semua baik baik saja. Malah mereka
menurutku lebih perhatian terhadap isu isu kemanusiaan. Sekarang saya sudah
mengubah sikap karena pergaulan saya semakin luas. Bukan kayak kamu esklusif
bergaul hanya dengan orang Islam saja.”
“
itu artinya berubah sesuai zaman, lingkungan dong. Kamu itu salah besar. Dulu
nabi Ibrahim A.S lingkungannya penyembah berhala, keluarganya menyembah
berhala, bahkan bapaknya pembuat patung. Apakah nabi Ibrahim A.S menjadi
penyembah berhala juga, seperti lingkungannya? Kan tidak! Malah beliau menghancurkan berhala dan
menyembah Allah SWT, Nabi Muhammad SAW juga begitu lingkungannya jahiliyah.
Tetapi beliau tidak ikut jahiliah. Berarti agama itu tidak berdasarkan
zamannya. Sepertinya kamu bukan karena lingkungan berubah, tapi memang udah
penyakit dalam dirimu. Pendirian kamu selama ini lemah. Banyak orang Islam
bergaul dengan berbagai agama, tetapi tidak berubah keyakinan. Iya tetap yakin dengan Islamnya. Tapi kamu aneh baru jumpa beberapa
orang liberal saja kamu berubah.”
“berarti
kamu belum tau siapa saya sebenarnya
Han. Sekarang kita tukar pikiran secara ilmiah. Coba tunjukkan dimana salahnya
pendapat yang mengatakan bahwa semua agama memang jalan yang sama, yaitu jalan
menuju Tuhan. Hakikatnya semua agama menyembah Tuhan. Hanya menyebut namanya saja
berbeda beda. Islam bilang Allah, kristen manggil Yesus. Yahudi Yahwe. Kan
semua Tuhan. Sama saja hakikatnya. Hanya
soal nama dan penggambarannya yang beda mengapa mesti di permasalahkan.” Jawab
Haris, sebetulnya dia sudah mulai gemetar. Mengetahui semua yang dilakukannya
salah. Hatinya menolak semua yang ia dapat di
komunitasnya.
“saya
sangat paham jalan pikiranmu. Itulah salahnya. Kamu melihat Islam sebagai
budaya manusia. Padahal sedikit saja kamu berfikir yang jujur dan ikhlas maka
kamu akan paham bahwa Islam tidak seperti itu. Lihat nama Tuhannya orang Islam. Tidak berasal dari budaya, tapi dari wahyu.
Karena itu orang Islam di mana pun juga memanggil Tuhannya dengan nama Allah
swt. Nama itu tidak berubah sepanjang zaman, tidak terpengaruh oleh budaya.
Cobalah berfikir serius jangan hanya melihat agama dari penampakan luarnya
saja. Jangan melihat agama dari fenomena saja. Tetapi kajilah lebih dalam.
Harusnya kamu sudah paham ini. Tetapi kenapa pemahaman ini kamu tinggalkan
hanya karena bergaul dengan berbagai agama?”
Haris
tidak menjawab lagi, sebetulnya tujuannya
juga datang dalam undangan Farhan untuk meminta tolong Farhan untuk
membawanya keluar dari Islam liberal itu. Sulit baginya. Lalu Haris menangis
dengan perbuatannya selama ini. Mudah sekali dia goyah karena keadaan. Sungguh
berdosanya dirinya. Dalam perjalanannya di aliran itu tak pernah dia betah.
Lagi lagi karena Ririn yang dia punya hutang budi padanya. Dia terpaksa
mengikut apa kata Ririn. Namun sekarang sudah berakhir. “ baiklah Han, aku
sebetulnya tidak betah disini. Keadaan ku sudah parah aku sudah mengecewakan
pesantren, kamu dan keluargaku. Maaf kan
aku Han. Bisakah kamu membawaku kejalan yang benar lagi? “ dengan sedikit lega Farhan memeluk sahabatnya
itu, dan dia juga merasa bersalah,
kenapa tidak terlalu memperhatikan sahabtnya itu. Semenjak itu Haris kembali kepesantren untuk menjalani
ilmu agama lagi. Dan melupakan semua yang telah di alaminya. Serta Farhan masih melanjutkan kuliahnya dan
kalau tamat nanti kembali ke pesantren
untuk membagikan ilmunya.
Oleh : Munir Suteja