Senin, 01 Oktober 2018

Jangan Jadikan Negeri Opini


   
Sumber : Google

   Indonesia memberikan kebebasan terhadap rakyatnya dalam ber-opini. Istilah opini dapat didefinisikan sebagai pengekspresian suatu sikap atau ungkapan mengenai persoalan yang mengandung pertentangan. Dalam kehidupan sehari-hari ber-opini sudah dianggap menjadi kebutuhan vital untuk memperbaiki sesuatu yang dianggap salah. Namun beda sudut pandang beda opini, tergantung kita pada sisi pro atau kontra. Peristiwa ‘98 menjadi pelopor pergerakan mahasiswa dalam menyuarakan opini. Pada kala itu, kubu mahasiswa menyuarakan (opini) tentang reformasi pemerintahan dan berhasil menggulingkan pemerintahan era Soeharto.

      Pada 19 September lalu  hal serupa terulang kembali. Kubu kontra diisi oleh aliansi mahasiswa se-kota Medan yang menyuarakan opini mereka di depan gedung DPRD kota Medan. Aksi tersebut berujung pada kericuhan antara kubu mahasiswa dengan aparat negara. Tidak memerlukan waktu yang lama untuk kejadian ini menjadi viral dan mendapatkan berbagai komentar netizen. Sebagian  netizen ber-opini seolah-olah pihak kepolisian lah yang salah, dengan membiarkan oknum dari pihak pro membawa benda keras atau pihak pro yang melakukan provokasi dengan cara melempari kubu kontra dengan air mineral. Tidak sedikit juga netizen yang melakukan pembelaan, mengatakan bahwasanya oknum dari kubu mahasiswa lah yang salah. Sebagai kaum intelektual tidak patut untuk melakukan hal-hal seperti dalam aksi tersebut atau adanya oknum provokator yang menendang salah seorang polwan.

      Entah mana yang benar dan mana yang salah. Setiap kubu merasa menjadi paling baik opini nya. Padahal negara ini merdeka atas dasar opini (positif) bersama-sama merancang ke arah yang lebih baik. Namun dewasa kini, negara ini terlalu banyak dikembangkan oleh kalangan-kalangan yang ber-opini, bertentangan satu sama yang lain. Pemuda lebih suka turun kejalanan untuk menyuarakan opini nya mengatasnamakan rakyat. Menjadi “brangas” merasa paling besar tanggung jawabnya terhadap arah negara. Sedangkan mereka yang “duduk diatas” terlalu sibuk memikirkan opini yang bisa di jual ke media, menjadi viral dan terkesan sudah melakukan hal besar terhadap negara, nyatanya tidak!. Seharusnya pemuda lebih sibuk menyuarakan opini dengan berinovasi (berkarya), sekalipun turun kejalan dengan memperkenalkan karya bukan hanya beropini semata (tanpa solusi). Mengatasnamakan rakyat dengan melakukan pengabdian dengan harapan rakyat akan lebih cerdas dan mandiri, sibuk mencari masa (relasi) lintas negara agar mudah untuk berkarir. Begitu juga dengan kubu pro harus menghargai opini kubu kontra, karena opini dari kubu kontra menandakan ada kekurangan dari “jagoannya” kubu pro yang harus segera diperbaiki. Mengintropeksi kinerja sesegera mungkin, dan mengesampingkan kepentingan pribadi.

      Jangan banyak menuntut, kalau ketika kita dituntut oleh aturan saja masih banyak melanggarnya. Jangan banyak berjanji, jika masalah satu saja belum dapat diselesaikan. Bukan soal siapa yang memimpin di atas, tapi soal rakyatnya mau diatur atau tidak. Menuntut tanpa membuktikan atau berjanji tanpa menepati, sama saja akan menjadikan negara ini sebagai negara opini.



Penulis : Aflah Fajari

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Kisah Inspiratif Andre Doloksaribu Mendirikan Rumah Belajar Untuk Anak Pinggiran Sungai

Oleh : saturnusapublisher Gardamedia.org (24/05/2023)    - Masyarakat pinggiran sungai sering kali terlupakan keberadaannya, apalagi biasany...