![]() |
Sumber : Google |
Indonesia
memberikan kebebasan terhadap rakyatnya dalam ber-opini. Istilah opini dapat didefinisikan
sebagai pengekspresian suatu sikap atau ungkapan mengenai persoalan yang
mengandung pertentangan. Dalam kehidupan sehari-hari ber-opini sudah dianggap
menjadi kebutuhan vital untuk memperbaiki sesuatu yang dianggap salah. Namun
beda sudut pandang beda opini, tergantung kita pada sisi pro atau kontra. Peristiwa
‘98 menjadi pelopor pergerakan mahasiswa dalam menyuarakan opini. Pada kala
itu, kubu mahasiswa menyuarakan (opini) tentang reformasi pemerintahan dan
berhasil menggulingkan pemerintahan era Soeharto.
Pada 19 September lalu hal serupa terulang kembali. Kubu kontra
diisi oleh aliansi mahasiswa se-kota Medan yang menyuarakan opini mereka di
depan gedung DPRD kota Medan. Aksi tersebut berujung pada kericuhan antara kubu
mahasiswa dengan aparat negara. Tidak memerlukan waktu yang lama untuk kejadian
ini menjadi viral dan mendapatkan berbagai komentar netizen. Sebagian netizen ber-opini seolah-olah pihak kepolisian
lah yang salah, dengan membiarkan oknum dari pihak pro membawa benda keras atau
pihak pro yang melakukan provokasi dengan cara melempari kubu kontra dengan air
mineral. Tidak sedikit juga netizen yang melakukan pembelaan, mengatakan
bahwasanya oknum dari kubu mahasiswa lah yang salah. Sebagai kaum intelektual
tidak patut untuk melakukan hal-hal seperti dalam aksi tersebut atau adanya
oknum provokator yang menendang salah seorang polwan.
Entah mana yang benar dan mana yang
salah. Setiap kubu merasa menjadi paling baik opini nya. Padahal negara ini
merdeka atas dasar opini (positif) bersama-sama merancang ke arah yang lebih
baik. Namun dewasa kini, negara ini terlalu banyak dikembangkan oleh kalangan-kalangan
yang ber-opini, bertentangan satu sama yang lain. Pemuda lebih suka turun
kejalanan untuk menyuarakan opini nya mengatasnamakan rakyat. Menjadi “brangas”
merasa paling besar tanggung jawabnya terhadap arah negara. Sedangkan mereka
yang “duduk diatas” terlalu sibuk memikirkan opini yang bisa di jual ke media,
menjadi viral dan terkesan sudah melakukan hal besar terhadap negara, nyatanya
tidak!. Seharusnya pemuda lebih sibuk menyuarakan opini dengan berinovasi
(berkarya), sekalipun turun kejalan dengan memperkenalkan karya bukan hanya
beropini semata (tanpa solusi). Mengatasnamakan rakyat dengan melakukan
pengabdian dengan harapan rakyat akan lebih cerdas dan mandiri, sibuk mencari
masa (relasi) lintas negara agar mudah untuk berkarir. Begitu juga dengan kubu
pro harus menghargai opini kubu kontra, karena opini dari kubu kontra
menandakan ada kekurangan dari “jagoannya” kubu pro yang harus segera diperbaiki.
Mengintropeksi kinerja sesegera mungkin, dan mengesampingkan kepentingan
pribadi.
Jangan banyak menuntut, kalau ketika
kita dituntut oleh aturan saja masih banyak melanggarnya. Jangan banyak
berjanji, jika masalah satu saja belum dapat diselesaikan. Bukan soal siapa
yang memimpin di atas, tapi soal rakyatnya mau diatur atau tidak. Menuntut
tanpa membuktikan atau berjanji tanpa menepati, sama saja akan menjadikan
negara ini sebagai negara opini.
Penulis
: Aflah Fajari
Tidak ada komentar:
Posting Komentar