![]() |
Sumber: Stocksnap.io |
Oleh : Fanny
Namira
Dua
jam telah berlalu. Aku masih terduduk menatap kosong layar laptop di hadapanku.
Bergeming, memikirkan berapa banyak pekerjaan yang harus kuselesaikan malam
ini. Kepalaku penuh sesak akan limpahan revisi tadi siang. Sudah sejak sore aku
dilanda sakit kepala hebat yang masih terasa denyutannya sampai sekarang.
“Tik.. tok.. tik.. tok..”
Suara
detik demi detik yang berlalu dari jam dinding di kamarku seolah memecah
kesunyian malam. Suara yang selalu menemani malam-malam kegelisahanku dalam setengah
tahun belakangan ini, yang menjadi saksi betapa aku ingin kembali menjadi sosok
diriku yang dahulu. Diriku yang sangat menghargai waktu. Entah sejak kapan aku
menjadi seorang pecundang seperti ini. Seseorang yang dengan bodohnya merasa
sangat bahagia menyia-nyiakan waktu yang dimilikinya. Overthinking, adalah hobi baru yang digelutinya. Tanpa tindakan,
hanya beban pikiran yang diasuh sedemikian rupa hingga menjadi momok yang
semakin hari semakin menggerogotinya.
Namun
sepertinya reaksi obat sakit kepala yang kuminum sehabis isya tadi baru bekerja
sekarang. Mendadak malam menjadi semakin gelap. Anehnya, tidak ada suara
dentingan jam yang selalu setia menemani malam-malamku lagi. Tidak mungkin,
pikirku. Bagaimana mungkin, apa yang sebenarnya terjadi, aku terus
bertanya-tanya dalam hati.
“Manusia
yang begitu menyedihkan...” terdengar
suara lirih yang menyadarkanku. Seketika aku membuka mata, kudapati
dinding-dinding hitam di sekelilingku. Aku meringkuk ketakutan sambil memeluk
erat seluruh tubuhku. Keringat bercucuran deras dari kepalaku. Sebisa mungkin
aku mengumpulkan keberanian untuk membuka mulutku, menanyakan apa yang
sebenarnya terjadi, bagaimana aku bisa disini, aku bingung dan ketakutan
sekali.
“Ss-siapa
kau? Dimana aku? Apa yang terjadi padaku?” tanyaku dengan gemetar.
“Aku
adalah Sang Waktu, yang tahu segala tentangmu, selalu mengawasimu, dan selalu
menjadi teman setiamu” terdengar suara yang sama lagi, namun aku tidak bisa
melihat apa pun, hanya ruangan hitam sejauh mata memandang.
“Kau sedang
berada di dimensi waktu saat ini, dunia kami”, tambahnya.
“Bagaimana
mungkin? A-aku, aku tidak mengerti, bagaimana bisa aku berada di dimensi ini,
dan mengapa?” Ungkapku dengan perasaan campur aduk antara bingung dan takut.
Bagaimana tidak? Aku berbincang dengan Sang Waktu, suatu hal yang tidak bisa
dijelaskan dengan akal sehat, apakah aku sudah gila?
“Hahahahaha,
tidak, kau tidak gila. Setidaknya, belum. Tugas revisimu itu tidak akan
membuatmu gila, kau hanya melebih-lebihkan. Sudah kukatakan, aku tahu semua
tentangmu, bahkan apa yang kau pikirkan saat ini. Jadi, kumohon, percayalah
padaku kali ini. Aku hanya ingin membantumu. Kau adalah salah satu manusia yang
terpilih yang ditunjuk oleh Sang Pemilik semesta ini, sehingga kau mendapatkan
kesempatan berkunjung ke dimensi waktu, duniaku ini” jelasnya.
Aku
tidak bisa berpikir dengan jernih, apa maksud dari perkataannya? Aku berupaya
menafsirkan kata demi kata namun itu hanya membuat kepalaku menjadi semakin
sakit. Dia tahu isi pikiranku, jadi aku tidak punya pilihan lain.
“Baiklah,
aku menyerah untuk berpikir lagi. Aku akan percaya padamu kali ini, meskipun
hal ini merupakan suatu hal gila di duniaku, tapi sekarang aku tidak berada di
duniaku. Aku akan mempercayaimu. Dan, bila memang aku diberi kesempatan untuk
berkunjung ke duniamu, untuk apa aku berada disini? Apa yang ingin kau
sampaikan padaku?” jawabku dengan lantang, entah dari mana keberanian itu
berasal.
“Benar,
ada hal yang ingin aku sampaikan padamu. Kau tahu sendiri bahwa di duniamu
sana, kau sering menyia-nyiakan aku. Percayalah padaku, kau akan menyesalinya
nanti di kemudian hari. Sesungguhnya kau menyadari peringatanku ini, namun kau
terlena. Terlena oleh waktu luang yang panjang sehingga kau lupa akan
kewajibanmu. Kau senang menunda-nunda semua pekerjaanmu, sehingga membuat
pekerjaanmu terlihat sangat banyak di akhir waktu. Kau ingin sekali
memanfaatkanku dengan baik bukan? Maka, dengarkanlah perkataanku kali ini”
jelas Sang Waktu.
Aku
hanya bisa mendengarkan dengan patuh. Benar, semua perkataannya adalah benar.
Aku adalah si pecundang pembuang-buang waktu. Aku ingin berubah, sungguh, maka
aku tetap tertunduk mendengarkan lanjutan perkataannya.
“Kalian
manusia hanya memiliki sedikit waktu di dunia kalian yang fana itu, kau tahu. Rata-rata
hanya sampai 60 tahun menurut perhitunganku. Namun, tidak dengan perhitungan
kembaranku. Ya, aku memiliki saudara kembar, Ia adalah Sang Waktu Dunia
Akhirat. Dia memberitahuku bahwa waktu yang kalian miliki menurut
perhitungannya adalah hanya selama 1,5 jam. Ini berarti 1 hari di dunia kalian
adalah sama dengan 1000 tahun di akhirat. Maka, apakah kau masih ingin
menyia-nyiakan aku? Pergunakanlah aku dengan baik, wahai manusia. Isilah
waktumu yang tersisa dengan banyak kebaikan, ibadah kepada Sang Maha Kuasa, dan
juga kegiatan yang bermanfaat untuk dirimu sendiri di masa yang akan datang.
Manfaatkanlah aku dengan baik, aku akan selalu mengawasimu hingga detik terakhirmu
di dunia sana”.
Tiba-tiba
tubuhku berguncang, mataku perlahan terbuka, kepalaku masih terasa sakit.
Rupanya Ibuku berusaha membangunkanku dari tidurku. Menurutnya, aku tertidur
sejak selesai shalat isya tadi. Kulihat layar laptop yang tertutup di meja
belajar. Apa ini? Apakah aku bermimpi? Kubuka layar laptop-ku kembali, aku
sungguh tidak percaya.
Tampilan
layar laptop-ku seketika berisi tulisan berwarna hitam yang berukir indah
dengan latar belakang putih yang berbunyi: Senang
bisa berbincang denganmu, sampai bertemu di lain kesempatan. Kami menantimu di
sini, di dimensi waktu.
Dan
aku tersadar, aku tidak sedang bermimpi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar