Selasa, 30 Mei 2017

Senja

Sumber: Google.com

Pengamen itu masih meniup harmonika dan memetik ukelelenya. Disela-sela suara yang masih bisa ditangkap oleh kedua  telinga yang disumbat sepasang handsfree, gadis itu masih bisa mendengar suara alunan musik yang ia enggan mengatakannya merdu. Meski ia sendiri tidak begitu paham tentang kedua alat musik itu. Apakah si pemuda itu telah memainkannya dengan benar atau tidak? Atau apakah irama yang keluar memang irama yang pas? Atau, terlalu banyak keraguan. Yang akhirnya membuat ia segera sadar ia memang tidak tahu apapun tentang musik kecuali menikmatinya.

Gadis itu membuang pandangannya kearah jendela, menyebabkan sedikit rasa kram di leher karena harus berputar beberapa derajat. Ia tidak mau melihat pengamen yang berdiri didepan pintu itu. Dari jendela ia juga tidak dapat melihat lampu lalu lintas yang ia harap segera berubah warna menjadi kuning lalu hijau. Di pikirannya sedang bergulat. Bahkan suara musik di handsfreenya seperti tidak terdengar jelas lagi. Suara musik dari pengamen tersebut pun tidak menarik perhatiannya. Ia mengabaikan semuanya dan hanya berfokus pada pikirannya.

Iya atau tidak. Pengamen itu mulai mengeluarkan suaranya dan sudahlah ia tidak mau berkata apa-apa lagi. Jelas sudah suara pemuda itu cempreng, tidak merdu dan terkesan false. Sementara ia ragu apakah ia akan segera membuka tasnya lalu membuka dompetnya dan mengeluarkan selembar uang kertas bergambar Pangeran Antasari. Ia tahu ia sama sekali tidak keberatan akan itu. Hanya seberapa. Tidak akan mengurangi. Allah akan melancarkan rezeki orang-orang yang senang berbagi.

Pengamen itu juga tidak rapi seperti pengamen-pengamen di persimpangan lampu merah sebelumnya. Di persimpangan lampu merah sebelumnya, gadis itu akan melihat pemuda-pemuda mungkin berusia 20-an dengan celana jeans panjang dan kemeja yang lengannya digulung memetik gitar sambil bernyanyi. Tidak terkesan asal-asalan. Gadis itu dengan senang hati akan mengeluarkan selembar uang kertas. Tanpa ragu ia meyakini bahwa uang yang diberinya akan dipergunakan di jalan yang baik. Orang-orang sudah pada tahu bahwa pengamen-pengamen itu ialah mahasiswa, mungkin mahasiswa jurusan musik yang berkuliah di kampus yang tak jauh berada dari persimpangan itu. Kegiatan mengamen bisa jadi untuk mengasah kemampuan mereka bermusik atau murni menambah pemasukan sebagai anak rantau.

Gadis itu memandang sekilas pengamen yang masih sibuk bernyanyi itu, lalu menatap kaca jendela didepannya. Tatapannya kosong dan atmosfer acuh yang sengaja dibuat. Penumpang yang lain sibuk dengan ponselnya dan ada juga yang sibuk dengan pikirannya. Tak ada yang menjual dari pengamen itu. Lantas mengapa ia harus memberinya uang sementara tidak ada yang bisa dinikmati darinya?

Tidak. Sekali lagi tidak seperti itu. Tapi pengamen dengan tato di lengannya itu dan pakaiannya  yang tidak rapi membuat ia harus berpikir dua kali sebelum memberi. Pengamen-pengamen yang terlihat seperti anak funk biasanya menghabiskan uang hasil mengamennya untuk membeli lem, rokok, berjudi bahkan narkoba. Gadis itu bahkan pernah melihat sendiri salah seorang diantara mereka sedang ngelem di salah satu toko yang sudah tidak dipakai lagi. Sudah tidak ada rasa malu.

Gadis itu bergeming. Tapi mereka butuh makan kan? Jiwanya terpanggil. Apa salahnya memberi segitu. Apalagi ketika dia mengingat pernah seorang pengamen mengumpat kesal setelah berlalu dari sebuah angkot yang berada di samping angkot yang gadis itu sedang naiki. Ia mendengar jelas. “Masih mending kami ngamen daripada kami jambret, mencuri, merampok. Itupun kalian masih pelit-pelit. Ntar kami jadi kayak gitu baru rasa kalian.” Ujar pemuda bertindik di hidung itu dengan kesal.

Tapi bukannya mengonsumsi obat-obatan terlarang bisa menghilangkan nafsu makan? Ah, entahlah. Prinsip gadis itu berkata rasa empati tidak boleh menutupi kebenaran. Jika ia memberi uang, mereka akan berpikir tetap di zona mereka ini. Tidak ada lagi cita-cita ke depan. Tidak ada perubahaan. Kalau sudah begini ia benar-benar merindukan pemuda-pemuda di jaman penjajahan dan seterusnya. Meski ia tidak merasakannya langsung tapi ia sudah kagum ketika membacanya di buku sejarah dan pkn. Bagaimana pemuda-pemuda di masa itu memiliki andil dalam keberhasilan memperebutkan kemerdekaan Indonesia atau saat pergantian era pemerintahan. Kecerdasan, keberanian dan nasionalisme mereka menyentuh hati gadis itu.

Pengamen itu mulai menyodorkan bungkusan kosong dan seorang ibu paruh baya meletakkan seribu rupiah didalamnya. Sementara gadis itu tidak bergeming sama sekali. Kemudian pengamen itu berlalu. “Maaf, maaf bukan seperti itu. Aku hanya ingin Indonesia lebih baik.” Batin gadis itu.

Gadis itu datang tepat waktu sesaat sebelum barang-barang dinaikkan diatas mobil pick up yang disewa. Tidak terlalu banyak hanya barang-barang pelengkap seperti perlengkapan ibadah, meja-meja terbuat dari kayu, papan tulis, perlengkapan mandi dan perlengkapan masak. Kemarin separuh sudah dibawa dan ini hanya sisanya saja.
 Ia segera melangkah menuju ruang sekretariat, menaruh tas selempangnya. 
“Sudah semua pak ketua?” Tanya gadis itu kemudian.
            “Sudah ibu sekretaris” Gadis itu mengacungkan jempol dan pemuda itu berlalu. 

Angin bertiup kencang. Sore ini begitu syahdu. Dingin. Terik panas kota berubah seketika. Udara pedesaan terasa. Detik berganti menit, menit berganti jam. Tak terasa senja akan mulai menyapa. Tapi gadis itu masih melihat mata-mata antusias mereka dan tawa yang sesekali terdengar. Syukur semua sudah beres. Warna langit telah berubah. Ia duduk di teras, menapakkan kedua kakinya ketanah. Tak jauh darinya tertancap plang nama “SENJA” yang semua orang akan dengan mudah melihatnya . Itu hanyalah sebuah rumah. Tidak besar tapi cukup untuk menampung anak-anak jalanan dengan halaman yang begitu luas sehingga mereka bisa beraktifitas sebebas mereka. Didalam, beberapa teman sekaligus rekan gadis itu dalam organisasi itu sedang bercengkrama dengan anak-anak tersebut. Nantinya mereka akan bergantian memberikan pelajaran dan pendidikan kepada anak-anak tersebut. Dan di tempat ini mereka tidak perlu takut kelaparan, kepanasan dan kedinginan lagi. Inilah rumah mereka. Pendidikan karakter yang akan mengikat mereka menjadi insan yang lebih baik. Senja dengan kepanjangan “Sekolah Anak Jalanan”, sebuah pengharapan bahwa mereka selamanya tidak akan lagi berkeliaran di jalanan. Generasi penerus bangsa seharusnya tidak berada disana. Mereka yang akan memimpin bangsa ini. Gadis itu begitu lega akhirnya mereka, pengurus organisasi mampu menjalankan program untuk masyarakat ini. Meskipun, ia tahu ini masih awal dan berbagai rintangan masih dalam antrian untuk menghampiri.

Oleh: Nisa Batu Bara

Rabu, 24 Mei 2017

Sampaikan Aspirasi Lewat Diskusi Bersama Rektor Usu

Suasana longmarch sebelum menuju Birek

Gardamedia.org, Medan- Mahasiswa Universitas Sumatera Utara (USU) yang di koordinir oleh Pemerintahan Mahasiswa (PEMA) Sekawasan USU melakukan diskusi bersama Rektor di halaman Biro Rektor (Birek) pada selasa sore (23/5). Sebelum berangkat ke Birek para mahasiswa berkumpul di Pendopo USU untuk briefing terlebih dahulu. Pada pukul 15.15 WIB, massa melakukan aksi long march ke Birek USU.

“Saatnya kita bersatu hijaukan Biro Rektor USU, sampaikan aspirasimu jadikan ini momen kebangkitan USU yang lebih baik adalah tujuan mahasiswa untuk melakukan diskusi dengan Rektor. Adapun agenda acara diskusi yaitu pembukaan dari koordinator diskusi dilanjutkan dengan menyanyikan lagi Indonesia Raya, kata sambutan dari Rektor USU dan diakhiri dengan diskusi selama satu jam.

Runtung Sitepu selaku Rektor USU menanggapi tentang Surat Keputusan (SK) pembiayaan skripsi sebesar Rp 2.500.000 dialokasikan untuk dosen pembimbing skripsi dan berlaku untuk mahasiswa mandiri angkatan 2016 dan tidak berlaku untuk angkatan sebelumnya.

Diskusi yang dilakukan mahasiswa mendapatkan tanggapan positif dari bagian rektorat USU. Selama berlangsungnya diskusi tidak ada kegiatan kriminalitas yang merugikan kedua belah pihak sehingga diskusi berlangsung secara lancar dan damai.

Rosmayati selaku Wakil Rektor I mengatakan “Proses demokrasinya bagus, kita tidak pernah menutup saluran komunikasi untuk melakukan diskusi dengan mahasiswa. Harapannya diskusi ini disesuaikan dengan etika”.

Para mahasiswa menggantungkan harapan terhadap rektorat USU agar semua aspirasi yang disampaikan mahasiswa selama diskusi mendapatkan tanggapan dan aksi nyata dari bagian rektorat USU. “Secara lisan, aspirasi yang disampaikan mahasiswa belum tersampaikan secara konkrit. Tetapi aspirasi secara tertulis sudah tersampaikan”, ujar Surya Darma selaku koordinator diskusi.

Reporter: Khoirul Rozi Lubis

Senin, 22 Mei 2017

Debat Capres-Cawapres, Semangat Baru untuk USU



Kandidat calon presiden dan wakil presiden mahasiswa USU

Gardamedia.org, Medan- Komisi Pemilihan Umum (KPU) Universitas Sumatera Utara (USU) mengadakan Debat Kandidat calon Presiden dan Wakil Presiden USU yang dilaksanakan di Gedung Gelanggang Mahasiswa Universitas Sumatera Utara pada Selasa (22/5). Debat ini diselenggarakan dengan mengusung tema PEMA USU, dari siapa?, oleh siapa? dan untuk siapa?. KPU USU  berharap bahwa Mahasiswa USU ikut berperan aktif dan ikut berpartisipasi dalam pesta demokrasi USU kali ini.

Debat kandidat calon presiden dan wakil presiden mahasiswa USU ini di hadiri oleh Rosmayati selaku wakil rektor I yang berpesan kepada Pemerintahan Mahasiswa (PEMA) selanjutnya untuk dapat mengayomi seluruh mahasiwa USU dari setiap golongan dan membawa kampus USU menjadi lebih baik, apa lagi setelah sekian lama PEMA USU vacum, sudah saatnya presiden terpilih nantinya dapat membangkitkan lagi semangat dan kreatifitas mahasiswa-mahasiwa USU”.

Rizki Ramadhan selaku mahasiswa FISIP USU mengaku  terkejut melihat antusias para mahasiswa “ini menunjukkan banyak mahasiswa yang merindukan PEMA untuk hidup kembali di kampus USU ini, ini juga membuktikan mahasiswa sekarang ingin berpartisipasi dan ikut andil dalam pesta demokrasi ini” ujarnya.

“Akan tetapi masih banyak juga mahasiswa yang apatis dan tidak mau tau tentang PEMIRA USU, mereka lebih banyak bersikap cuek terhadap kehidupan kampus” ujar Faiz salah satu mahasiswa USU yang ikut hadir menyaksikan debat kandidat calon presiden dan wakil presiden.  

Reporter: Fadhil Muzakkir

Kegagalan Menjadikan Jabbar Ali Sandang Gelar Mawapres USU



 Jabbar Ali, Mahasiswa Fasilkom-TI

Gardamedia.org- Jabbar Ali Panggabean, sosok pria kelahiran Pangkalan Brandan 9 Desember 1994. Kini ia masih aktif sebagai mahasiswa tingkat akhir di Departemen Ilmu Komputer Fakultas Ilmu Komputer dan Teknologi Informasi Universitas Sumatera Utara (FASILKOM-TI USU).

Pria yang akrab disapa Jabbar ini, memiliki kepribadian yang sangat ramah dan mudah bergaul dengan orang lain, selain itu ia juga memiliki kepribadian yang pantang menyerah terhadap suatu hal yang ingin ia capai. Terbukti sekarang banyak prestasi yang sudah dicapainya seperti, juara 1 GE Foundation-Turism Web Apps Wireframe Challange TCO USA 2015, Peserta Terbaik Youthpreneur Training Camp Malaysia 2015, juara 1 Tigor Food Branding and Design Competition 2016, Mahasiswa Berprestasi FASILKOM-TI USU 2016, Mahasiswa Berprestasi Utama Unversitas Sumatera Utara 2016, Top 10 Mahasiswa Berprestasi Tingkat Nasional 2016, dan lain-lain.

Bersakit-sakit dahulu bersenang-senang kemudian, begitulah pepatah yang cocok atas usaha yang telah dicapainya sekarang. Prestasi yang digapainya saat ini tentu tidak terlepas dari krikil-krikil kehidupan yang menyertainya. Sebelum Jabbar dapat meraih berbagai prestasi tersebut ia memiliki pengalaman yang sangat berharga bagi kehidupannya, dimana pengalaman itu tidak dapat ia lupakan. Pengalaman itu adalah ketika Jabbar tidak lulus keperguruan tinggi pada tahun pertama setelah ia tamat SMA. Kegagalan di tahun pertama tidak membuat putus asa dari seorang Jabbar Ali. Untuk mengisi kekosongan waktu setahun sebelum mencoba kembali masuk perguruan tinggi, Jabbar memutuskan untuk bekerja sebagai mekanik sepeda motor Honda.  Berkat kegigihan dan kerja keras selama menjadi mekanik sepeda motor, Jabbar mendapat predikat sangat baik sebagai mekanik sepeda motor yang diberikan oleh CV. Indako Trading Company.

Setelah ia diterima diperguruan tinggi negeri, ia tidak melanjutkan lagi bekerja sebagai mekanik. Disela-sela padatnya rutinitas kuliah, Jabbar menyempatkan untuk menulis sebuah buku. Buku yang ia tulis terinsprirasi oleh orang-orang yang dulunya pernah gagal kini telah sukses dan dikenal di seluruh dunia. Buku itu ia beri judul “The Changesmaker”. Selain menulis buku, Jabbar kini tengah menjabat sebagai Ketua Umum KITA ( Komunitas,Tekorat, dan Aktivis) Fasilkom-TI USU 2017. Ia sekarang juga menjadi Chief Executive Oficer LombaLomba.com.

Jabbar berharap kelak akan ada banyak orang yang dapat terinspirasi dari kisah hidupnya. Ia juga berpesan jangan pantang menyerah terhadap suatu hal, ingat bahwa Allah SWT akan selalu berada disisi kita. Jadi jangan takut terhadap kegagalan. Buktikan bahwa kita pasti bisa dan kita bisa menjadi seorang yang membawa suatu perubahan. 

Oleh: Lumos Publisher

Rifqi Syahlendra : Timbulkan Jiwa Sosial Bersama Persegi.co

Rifqi Syahlendra, Co Founder Persegi.co

Gardamedia.org- Berawal dari kebiasaan berbagi kepada sesama,  Rifqi Syahlendra, Mahasiswa FISIP USU 2014 berpikir untuk mengajak pengusaha-pengusaha muda untuk mengembangkan usaha dengan tetap menimbulkan jiwa sosial lewat sebuah jasa penjualan yaitu PERSEGI (Perspektif Senantiasa Berbagi). Tidak hanya sendiri , Rifqi bersama dengan temannya (Rahmad Hidayat FISIP USU 2014 (Marketing) , Fitri Hariani FISIP USU 2014 (COO) , dan Lasmini Deviana FISIP USU 2014) bertekad untuk mengubah mindset para pengusaha untuk bisa senantiasa berbagi dari hasil usaha yang didapat. 

Persegi terbentuk dan diresmikan di tahun 2015 , tujuan utama Persegi ini untuk membantu pengusaha muda dalam memperkenalkan dan memasukkan produk pengusaha muda tersebut ke dalam website persegi.co, dimana 35% dari hasil keuntungan selama sebulan dapat disumbangkan kepada sesama, seperti yayasan yang belum berkembang, komunitas-komunitas inovatif mahasiswa, dan membantu pengusaha baru lainnya. 

Rifqi Syahlendra selaku CEO dan founder persegi, sudah mulai menjadi pengusaha muda disaat dirinya masih duduk dibangku SMA , dimulai dari berjualan garskin, jersey dan lainnya. Terpikir dibenaknya bagaimana mengelola uang hasil keuntungan usahanya dengan penuh manfaat, hingga akhirnya dia mulai membantu dan bersedekah kepada sesama yang membuatnya menjadi terbiasa melakukan hal ini. Baginya bersedekah tidaklah membuat rugi malah memberi banyak manfaat. Salah satunya dapat menenangkan hati dan merasa rezeki yang diperolehnya menjadi berlipat ganda. Maka dari itu, dia ingin teman-teman atau pengusaha muda lainnya dapat melakukan hal kecil yang bermanfaat dan dapat merasakan nikmatnya bersedekah kepada sesama.
Selain menjadi CEO persegi, Rifqi Syahlendra juga aktif didalam organisasi kampus, seperti PRASTA dan IMAJINASI. Ia juga menjabat sebagai Ketua Umum IMAJINASI periode 2017-2018. Baginya organisasi sangat penting karena dengan berorganisasi dapat membuatnya menjadi pribadi yang sekarang.


Oleh: Dara Aqila

Kisah Inspiratif Andre Doloksaribu Mendirikan Rumah Belajar Untuk Anak Pinggiran Sungai

Oleh : saturnusapublisher Gardamedia.org (24/05/2023)    - Masyarakat pinggiran sungai sering kali terlupakan keberadaannya, apalagi biasany...