Gardamedia.org- Kemenangan Donald Trump pada pemilihan presiden Amerika Serikat hari Rabu lalu menimbulkan beragam reaksi dari seluruh warga dunia. Hal itu dipicu oleh pernyataan-pernyataan kontroversial yang dilemparkan oleh Trump pada saat melakukan kampanyenya sewaktu menjadi kandidat calon presiden AS beberapa waktu lalu. Beberapa di antaranya yaitu pembangunan tembok antara Meksiko dan Amerika Serikat serta larangan bagi kaum Muslim untuk memasuki wilayah Amerika Serikat. Pernyataan tersebut tentunya tak hanya menimbulkan keresahan bagi umat Muslim di AS saja, melainkan juga umat Muslim di seluruh dunia.
Trump, pada pidato pertama pasca kemenangannya, memberikan penyataan yang berbeda dari masa kampanye sebelumnya. Ia mengatakan bahwa ia berjanji pada seluruh warga di Amerika Serikat akan menjadi presiden untuk seluruh rakyat Amerika, seluruh ras, agama, latar belakang dan keyakinan. Pernyataannya tersebut terkesan menyejukkan, tetapi tidak meyakinkan, terutama bagi kaum minoritas yang ada di Amerika Serikat seperti orang kulit hitam dan umat Muslim. Ini bisa jadi hanya dijadikan sebagai pemanis oleh Trump di awal kemenangannya agar mendapatkan simpati dari warga Amerika. Seperti yang diketahui bersama, pada peristiwa 11 September 2001, media memberitakan secara besar-besaran bahwa Islam adalah agama teroris. Semenjak saat itu, umat Muslim, terutama yang berada di Amerika tak lagi mendapatkan tempat dan perlakuan yang baik. Mereka dipinggirkan, dilecehkan, bahkan dikucilkan.
Ada kekhawatiran besar yang dirasakan oleh umat Muslim di sana saat ini, bahwa kebebasan mereka dalam beraktivitas akan semakin dibatasi. Bagi Hiba Nasser, salah seorang warga Muslim yang menetap di AS, kemenangan Trump membuatnya takut keluar rumah. Nasser yang berhijab itu khawatir kemenangan Trump akan semakin mendorong orang-orang membenci Islam. Dia mengaku dirinya sudah banyak mengalami pelecehan selama ini. Orang-orang menyebutnya teroris dan mengatakan padanya bahwa berada di negara tersebut adalah salah dan ia harus pergi. Meskipun begitu, para pengkritik menuding Trump memainkan ketakutan terhadap Islam atau Islamofobia dan stereotype negatif hanya untuk menarik perhatian warga AS selama kampanye.
Terlepas dari benar atau tidaknya isu nasib umat Muslim yang akan terancam pasca kemenangan Trump, ada sebuah fakta menarik yang mungkin bisa menjawab pertanyaan mengapa umat Muslim begitu dianggap sebagai musuh dan harus dibinasakan. Pada sebuah survei yang dimuat dalam Reader’s Digest Almanac Book pada tahun 1984, ditunjukkan bahwa perkembangan agama di dunia dalam jangka waktu 50 tahun dari 1934 sampai 1984 dirajai oleh agama Islam. Perkembangan tersebut terus meluas hingga saat ini di berbagai belahan dunia. Inilah yang membuat mereka yang antiislam semakin memikirkan cara bagaimana agar Islam tak berkembang semakin pesat.
Amerika yang dikenal sebagai negara super power tentunya memiliki pengaruh yang sangat besar bagi negara-negara di dunia dalam setiap pengambilan keputusan dan kebijakannya. Apabila kebijakan Trump untuk melarang umat Muslim memasuki wilayah Amerika atau membatasi ruang gerak warga Muslim yang bertempat tinggal di sana benar-benar diterapkan, maka hal ini memungkinkan akan menimbulkan reaksi yang begitu besar dari seluruh umat Islam, tak hanya yang berada di Amerika saja, tetapi dari seluruh dunia. Mereka, umat Muslim di luar Amerika, akan bangkit membela hak saudara-saudaranya yang terpangkas. Seperti yang dikatakan oleh Dr. Zakir Naik pada ceramahnya di Malaysia, “Seberapa besar mereka mengekang Islam, maka sebesar itu pulalah Islam akan tumbuh”. Maka data dikatakan bahwa kekhawatiran yang semula ditampakkan oleh umat Muslim semenjak terpilihnya Trump menjadi presiden Amerika Serikat untuk empat tahun mendatang akan bertransformasi menjadi sebuah kekuatan yang besar dan terintegrasi dari seluruh umat Muslim di dunia.
Penulis: Rizky Mardiyah
Tidak ada komentar:
Posting Komentar