![]() |
Dra. Mazdalifah, Ph.D (foto : mazdalifahjalil.wordpress.com ) |
Gardamedia.org -
Divisi Penalaran & Pengembangan Kelilmuan (P2K) UKMI As-Siyasah kembali
melaksanakan kajian kontemporer, (21/04). Kali ini, kajian dibuka untuk umum
berlangsung dari jam 10.00 – 12.00 Wib. Hadir tiga puluhan orang untuk mendengarkan
kajian, tampak juga mahasiswa non muslim ikut hadir dalam kegiatan. Berbeda
dari biasanya, pemateri pada peringatan Hari Kartini ini ialah Dosen pengajar
di jurusan Ilmu Komunikasi FISIP USU. Selain sebagai pengajar, beliau dikenal
sebagai seorang aktivis yang bergelut di dunia sosial yakni pemberdayaan
masyarakat.
Dra.
Mazdalifah, Ph.D (50), pendiri Yayasan untuk Perempuan Perkotaan Medan
(YP2M) ini hadir sebagai pemateri membahas tema Aktualisasi Perempuan di Ranah
Publik. Dalam pemaparannya, beliau menjelaskan sepuluh poin tentang perempuan
yaitu sosok perempuan Indonesia saat ini; pandangan Islam tentang perempuan; muslimah dalam ranah publik masa rasulullah
dan sekarang; aktualisasi muslimah di
usia muda, dewasa dan matang; hambatan aktualisasi; dan cara mengatasinya.
![]() |
Foto Bersama peserta perempuan dengan pemateri |
Mazda
biasa ia disapa, mengaku setuju dengan pendapat INSIST bahwa pahlawan wanita
tidaklah hanya Kartini. Dewi Sartika, Rohana Kudus, Malahayati dll juga
membanggakan dengan perjuangan-perjuangan yang mereka lakukan di tanah air. Namun
mengapa hanya ada hari Kartini yang mencuat sebagai simbol pahlawan wanita?
Menurutnya, sejarah dan kekuasaan menentukan siapa pahlawan di masanya. Oleh
karena itu, lihatlah bagaimana sejarah dan kekuasaan dibentuk pada masa
tersebut. “Bagi saya perempuan dan laki-laki itu berbeda, silahkanlah berbuat
sesukamu sesuai dengan kodratmu. Bila menyusui, menyusuilah, bila melahirkan,
melahirkanlah. Bertindaklah sesuai fitrahmu. Yah itu pandangan saya, terserah
apa yang dikatakan oleh kaum feminis radikal, liberal dan sebagainya. Itu pandangan
mereka tapi inilah pandangan saya” tegas Mazda.
“Perempuan Indonesia saat ini melebihi kaum
pria 51%, memperoleh akses pendidikan, banyak berkiprah sejajar dengan
laki-laki, maju/sukses dan memperoleh penghargaan” tutur mazda sambil
menghitung banyaknya wanita yang hadir di gedung E 1/6 tempat kajian
berlangsung.
Beliau
menyebutkan beberapa surah Al-qur’an yang menunjukkan betapa dihargainya
seorang wanita dalam Islam. An-Nisa, Al Hujarat ayat 13, An-Nahl ayat 97, At-Taubah
ayat 71, dan Al-Ahzab ayat 35. “Islam tidak melarang perempuan untuk berkiprah
dalam ranah publik. Zaman Rasulullah, ada Siti Aisyah yang aktif di bidang
politik, Siti Khadijah di bidang ekonomi yang menjadi seorang saudagar kaya dan
banyak lagi perempuan-perempuan istimewa yang berperan di publik” jelas Mazda.
Mahasiswi yang
aktif di Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) pada masanya ini juga mengatakan bahwa
muslimah sekarang terlihat mendapat
kesempatan untuk mengaktualisasikan dirinya mengingat perempuan modern, kini tidak ada lagi sekat yang membatasinya untuk
beraktivitas. Pengertian aktualisasi dikutipnya dari pendapat Abraham Maslow
yaitu setiap orang memiliki kebutuhan dari pencapaian tertinggi seorang
manusia. Aktualisasi berarti bertindak menjadi diri sendiri tanpa kekangan.
Ibu
yang sempat aktif di NGO ini membagi wanita menjadi tiga waktu, diantaranya
usia muda, usia dewasa, dan usia matang. Usia muda ialah ketika seorang perempuan masih
single, memiliki banyak keluangan
waktu dan masih bebas mengaktualisasikan dirinya. Berdasarkan pengalaman
pribadinya, masa ini ia rasakan ketika dirinya masih berstatus sebagai
mahasiswa S1. Saat itu ia menggali pengetahuannya dan serta merta
mengaplikasikannya dengan mengikuti berbagai kegiatan di organisasi.
Masa
dewasa ialah masa berumah tangga, memiliki keterbatasan dalam waktu karena
bertambahnya tanggung jawab untuk mengurus anak dan keluarga. Berdasarkan
pengalaman pribadinya, masa ini ia rasakan ketika baru menikah dan memiliki dua
anak berusia setahun dan dua tahun. Beliau mengenang masa tersebut sebagai masa
mendidik anak. “Mulai dari satu sampai lima tahun itu adalah umur keemasan bagi
seorang anak. Penanaman nilai-nilai dimulai saat itu. Mengenalkan buku dengan
menceritakan dongeng-dongeng, belikan buku bergambar dan mengajarinya akhlak
baik sangat pas dilakukan pada masa ini” ungkap Mazda. Beliau juga bercerita
sempat merasa menjadi wanita yang ketinggalan zaman saat berada pada masa ini
Ia mendengar temannya terus berkembang hingga ke luar negeri sedangkan ia hanya
di rumah saja. Namun kegundahannya berkurang ketika ia membandingkan dirinya
dengan temannya tersebut bahwa sekalipun berada di rumah perannya tidak kalah
penting dengan temannya tersebut. Ketika itu, dirinya memiliki tanggung jawab
yang berbeda sewaktu single. Dia
adalah seorang ibu, menurutnya perannya saat itu ialah mendidik anaknya. “Saya
berpikir, saya seorang dosen. Kalau aku tidak fokus dengan anak selama lima
tahun ini mau jadi apa anak saya. Saya tidak mau anak saya biasa-biasa saja.
Saya malu, saya seorang dosen maka anak saya harus hebat” ucap Mazda.
Mazda tidak
ingin dirinya disebut sebagai pengajar, beliau suka dengan pendidikan sehingga
dia menyebutkan dirinya sebagai pendidik bukan pengajar.
Masa
matang ialah masa saat keleluasan waktu kembali meningkat, anak-anak telah
besar dan karir telah mantap.
Berdasarkan pengalaman pribadinya, masa ini ia rasakan ketika
anak-anaknya sudah bisa ditinggal berpergian untuk melanjutkan studi S2nya di
IPB. “Masa ini saya kembali berkiprah di publik, saya melakukan riset-riset di
pedesaan, melanjutkan sekolah saya S2 di IPB. Saya berani meninggalkan
anak-anak karena mereka telah besar dan sudah saya tanamkan nilai selama lima
tahun. Mereka terkadang di asuh ibu saya, kakak dan suami saya di rumah. Suami
saya juga sama aktifnya dengan saya. Ketika itu kami bergantian mengasuh anak. Ketika
dirinya di rumah saya yang pergi keluar. Kami memang jarang bertemu tapi Alhamdulillah
karena saling memahami satu sama lain kami sampai sekarang aman-aman saja”
jelas Mazda.
Mazda
berkata bahwa budaya, keluarga, usia bisa menjadi penyebab perempuan dalam
mengaktualisasikan dirinya. Cara mengatasi hal tersebut ialah dengan menentukan
skala prioritas, fokus pada bidang yang ditekuni dan memahami bahwa aktualisasi
bukan harus ke luar rumah. Perempuan tetap bisa mengaktualisasikan dirinya di
dalam rumah dengan mengadakan kegiatan sosial yang berpusat di rumah misalnya.
Penulis : Inggit
Suri Chairani
Tidak ada komentar:
Posting Komentar