Rabu, 09 Maret 2016

MEMAKNAI GERHANA SEBAGAI AJANG PENGUATAN AQIDAH

Penampakan Gerhana Matahari di Medan (diambil dari Tribun Medan)

Setidaknya, ada tiga ciri manusia dalam mengartikan fenomena gerhana yang baru-baru ini terjadi. Yang pertama adalah masyarakat primitif, yang mengartikan fenomena gerhana sebagai fenomena yang tidak biasa. Sehingga mereka melakukan ritual-ritual aneh yang menghamba dan bersujud kepada gerhana. Yang kedua adalah masyarakat yang mengartikan fenomena itu sebagai hal yang biasa dan cenderung tidak peduli. Adapun yang ketiga, memaknainya sebagai suatu gejala alam yang perlu untuk didokumentasikan sebagai ajang eksis diri. Di dalam agama Islam, fenomena terjadinya gerhana berarti ajang umat muslim untuk melaksanakan shalat gerhana (khusuf). Di dalam shalat gerhana, umat muslim berbondong-bondong menuju tanah yang lapang untuk mendirikan shalat, yang kemudian dilanjutkan dengan ceramah yang biasanya sekitar 30 menit.

Menurut versi Islam, gerhana merepresentasikan bahwa umat muslim bukanlah penyembah berhala. Bukan penyembah gerhana, bulan, matahari, atau animisme (benda-benda yang dianggap keramat). Umat Islam melaksanakan perintah shalat gerhana sebagai sesuatu yang dititahkan Allah kepada hambanya. Sebagai perlambang bahwa umat muslim tidak menyembah berhala, melainkan menyembah Allah yang menciptakan fenomena yang ada di langit maupun di bumi sebagai salah satu bentuk kekuasaannya.

Manusia muslim memandang fenomena gerhana, yang sempat menghebohkan beberapa daerah di Indonesia ini sebagai suatu hal yang biasa. Namun, bukan berarti tidak peduli. Sebab dalam Islam, Allah selalu mengingatkan hambanya untuk memperhatikan fenomena alam yang terjadi di sekitarnya, sebagai ajang mempertebal akidah, dan bukan malah melunturkan iman kedalam syirik. Na’udzubillah.

Terakhir, mendokumentasikan sesuatu hal yang baru dan jarang terjadi seperti fenomena gerhana, memang merupakan suatu hal yang mubah untuk dilakukan. Tapi, jika niat melakukan itu semata-mata untuk eksis, tampaknya akan lebih banyak waktu yang terbuang percuma.


Padahal, jika kita mau meluangkan waktu untuk beranjak dari tidur, menyiapkan diri untuk shalat gerhana, berjalan ke tanah yang lapang, bertemu dengan saudara-saudara kita yang seiman, menggelar sajadah dan menghadapkan diri ikhlas kepada Allah. Niscaya hal itu tentunya lebih berguna sekaligus bermanfaat di akhirat kelak. Mari, kita memaknai fenomena gerhana ini sebagai ajang mempertebal dan menguatkan akidah kita. Aamiiiinn.


Penulis : Khairullah



Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Kisah Inspiratif Andre Doloksaribu Mendirikan Rumah Belajar Untuk Anak Pinggiran Sungai

Oleh : saturnusapublisher Gardamedia.org (24/05/2023)    - Masyarakat pinggiran sungai sering kali terlupakan keberadaannya, apalagi biasany...