![]() |
Penampakan Gerhana Matahari di Medan (diambil dari Tribun Medan) |
Setidaknya,
ada tiga ciri manusia dalam mengartikan fenomena gerhana yang baru-baru ini
terjadi. Yang pertama adalah masyarakat primitif, yang mengartikan fenomena
gerhana sebagai fenomena yang tidak biasa. Sehingga mereka melakukan
ritual-ritual aneh yang menghamba dan bersujud kepada gerhana. Yang kedua
adalah masyarakat yang mengartikan fenomena itu sebagai hal yang biasa dan
cenderung tidak peduli. Adapun yang ketiga, memaknainya sebagai suatu gejala
alam yang perlu untuk didokumentasikan sebagai ajang eksis diri. Di
dalam agama Islam,
fenomena terjadinya gerhana berarti ajang umat muslim untuk melaksanakan shalat
gerhana (khusuf). Di dalam shalat
gerhana, umat muslim berbondong-bondong menuju tanah yang lapang untuk
mendirikan shalat, yang kemudian dilanjutkan dengan ceramah yang biasanya
sekitar 30 menit.
Menurut
versi Islam, gerhana
merepresentasikan bahwa umat muslim bukanlah penyembah berhala. Bukan penyembah
gerhana, bulan, matahari, atau animisme (benda-benda yang dianggap keramat).
Umat Islam melaksanakan perintah shalat gerhana sebagai sesuatu yang dititahkan Allah
kepada hambanya. Sebagai perlambang bahwa umat muslim tidak menyembah berhala,
melainkan menyembah Allah yang menciptakan fenomena yang ada di langit maupun
di bumi sebagai salah satu bentuk kekuasaannya.
Manusia
muslim memandang fenomena gerhana, yang sempat menghebohkan beberapa daerah di
Indonesia ini sebagai suatu hal yang biasa. Namun, bukan berarti tidak peduli.
Sebab dalam Islam,
Allah selalu mengingatkan hambanya untuk memperhatikan fenomena alam yang
terjadi di sekitarnya, sebagai ajang mempertebal akidah, dan bukan malah
melunturkan iman kedalam syirik. Na’udzubillah.
Terakhir,
mendokumentasikan sesuatu hal yang baru dan jarang terjadi seperti fenomena
gerhana, memang merupakan suatu hal yang mubah untuk dilakukan. Tapi, jika niat
melakukan itu semata-mata untuk eksis, tampaknya akan lebih banyak waktu yang
terbuang percuma.
Padahal,
jika kita mau meluangkan waktu untuk beranjak dari tidur, menyiapkan diri untuk
shalat gerhana, berjalan ke tanah yang lapang, bertemu dengan saudara-saudara
kita yang seiman, menggelar sajadah dan menghadapkan diri ikhlas kepada Allah.
Niscaya hal itu tentunya lebih berguna sekaligus bermanfaat di akhirat kelak.
Mari, kita memaknai fenomena gerhana ini sebagai ajang mempertebal dan
menguatkan akidah kita. Aamiiiinn.
Penulis : Khairullah
Tidak ada komentar:
Posting Komentar