Sabtu, 31 Oktober 2015

Asap Sumatera

Gambar : Internet
Kabut asap bukan hal yang biasa, empat bulan terakhir provinsi kita Sumatera dan Kalimantan terus di selimuti oleh kabut asap dari pembakaran lahan, oleh orang-orang yang tidak bertanggung jawab, bahkan meraka tidak pernah memikirkan apa dampak bagi semua warga jika itu terjadi. Sungguhmiris jika masih ada saudara-saudara kita yang melakukan hal seperti itu. Bukankah kita sesama manusia harus saling melindungi, tolong menolong, tapi apa yang telah dilakukan meraka? meraka hanya memikirkan hidupnya sendiri. Seharusnya kita menjaga dunia ini, tapi malah kita merusaknya secara perlahan.
Sangat di perihatinkan provinsi Sumatera tepatnya daerah Riau dan sekitarnya  setalah empat bulan terakhir dan sampai saat ini masih diselimuti oleh kabut asap, banyak sekali korban jiwa akibat dari kabut asap tersebut, sekolah-sekolah di liburkan begitu juga universitas yang ada. Udara yang tidak sehat sangat mengganggu sekali bagi warga, sulit bagi mereka untuk melakukan aktivitas sehari-hari. Kabut asap yang melanda daerah Riau ini di akibatkan oleh pembakaran lahan di beberapa titik sehinggga mengakibatkan kabut asap yang berlebihan, berita yang di ketahui dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan ada 156 titik panas sumber kabut asap di Sumatera dan Kalimantan. Di Sumatera ada 95 titik dan 61 titik di Kalimantan.
Kita ketahui kota Medan tidak terlalu parah terkena kabut asap kiriman dari kota Riau tersebut. Tapi hampir satu bulan belakangan ini kota Medan diselimuti oleh kabut asap dari pembakaran hutan yang terjadi di Riau. Hal ini tentu lebih memprihatinkan kita semua sebagai warga negara indonesia mengingat kabut asap telah menyebar di berbagi kota hingga ke negara Thailand, Singapura, dan Malaysia sekalipun.  Banyak dampak yang terjadi dari kabut asap tersebut membuat warga Medan  susah untuk bernafas. Dampak terparah pastinya penyakit, memang tidak separah di Riau tapi, ISPA tetap menjadi dampak utama akibat kabut asap tersebut. Kegiatan belajar  mengajar pun terganggu membuat siswa harus di liburkan beberapa waktu karena mengingat udara diluar sangat tidak sehat, serta terganggunya juga trasportasi penerbangan yang mengakibatkan beberapa pesawat harus membatalkan penerbangnnya karena jarak pandang yang tidak memungkinkan. Serta menimbulkan banyak kerugian pada negara.
Kondisi asap yang semakin tebal juga mengharuskan warga menggunakan masker, oleh sebab itu dari beberapa informasi yang saya dapat, Kecamatan Medan Helvetia melakukan aksi bagi-bagi masker kepada pengendara yang melintas dibeberapa titik. Kegiatan membagi masker dilakukan guna mengantisipasisekecil mungkin penyakit yang ditimbulkan akibat asap, termaksud diantaranya penyakit infeksi saluran pernafasanakut (ISPA). Pembagian masker tidak hanya pada para pengendara saja melainkan pada sekolah-sekolah yang ada di Medan Helvetia, dalam hal ini agar para pelajar mengajak warga untuk menggunakan masker jika beraktivitas diluar rumah.

        Tidak semua daerah yang ada di kota medan mengalami kabut asap yang pekak, misalnya saja di daerah universitas sumatera utara jalan dr.mansyur, kabut asap yang terjadi di daerah universitas sumatera utara hanya terjadi kurang lebih dua hari, sekitar tanggal 23/10 dan hari berikutnya kabut mulai menipis dan beberapa hari selanjutnya daerah sekitar dr. Mansyur sering di guyur oleh hujan.

Sangat bersyukur sekali kita yang berada di daerah yang tidak terkena kabut asap, kita masih bisa beraktivitas secara normal dan dapat menghirup udara segar sebanyak mungkin. Tapi tetaplah kita mendoakan untuk saudara-sadara kita yang berada di Kalimantan, Riau dan sekitarnya, semoga kabut asap cepat terselesaikan, dan berdoalah agar disana senantiasa diturunkan hujan oleh yang maha kuasa. Dan kita sebagai manusia marilah kita saling mengingatkan untuk menjaga lingkungan kita bersama. Karena sesungguhnya Allah swt telah bersabda agar umatnya selalu menjaga lingkungannya.


Penulis : Fitriani Zakaria

Indonesia Darurat Asap : Bukan Sekedar Murka Alam tetapi Murka Tuhan

Sumber gambar : Internet

Masalah kabut asap telah menjadi musibah yang menimpa masyarakat dalam ruang lingkup yang cukup luas. Dua belas Provinsi di Indonesia dengan luas jutaan kilometer persegi telah ditimpa musibah kabut asap ini. Kabut asap pekat menyelimuti  kawasan Indonesia pada beberapa provinsi yang menjadi titik muncul api, yakni Sumatera Selatan, Riau, Jambi, Kalimantan Barat, Kalimantan tengah dan Kalimantan Selatan. Tercatat 80 persen wilayah Sumatera diselimuti kabut asap (Kompas, 5/9). Di kota Medan, Provinsi Sumatera Utara, kabut asap juga sempat singgah menyelimuti awan kota Medan. Walaupun tidak setebal asap pada Provinsi lainnya, pengaruh asap ini juga membuat penduduk kota Medan kesulitan untuk bernapas dan terpaksa menggunakan masker ketika bepergian demi menjaga kesehatan.

Munculnya kabut asap yang menjadi buah pembicaraan ini disebabkan oleh kebakaran yang menghanguskan puluhan ribu hektar hutan dan lahan.Kebaran tersebut menghanguskan 40.000 hektar lahan di Jambi (Kompas,9/9). Sementara di Kalimantan Tengah, Kementrian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) mencatat, luas area yang mengalami kebakaran mencapai 26.664 hektar (kontan.co.id, 27/9).

Permasalahan kebakaran hutan yang menyebabkan bencana kabut asap ini sesungguhnya bukanlah masalah yang muncul untuk pertama kalinya, namun masalah kebakaran hutan sudah terjadi dari beberapa tahun yang lalu dan sudah menimbulkan kerugian yang sangat besar. Sampai saat sekarang ini belum bisa dihitung besarnya kerugian akibat asap ini dikarenakan kian hari semakin bertambah besar kerugian. Jika melihat pada data BNPB, akibat dari kebakaran hutan kerugian pada tahun 1997 mencapai 2,45 miliar dolar AS. Sedangkan kerugian bencana asap Riau yang terjadi pada tahun 2014 lalu menurut Kepala BNPB Willem Rampangilei berdasarkan kajian Bank Dunia, mencapai Rp 20 triliun. Dampak dari bencana yang baru populer ini tidak hanya pada bidang ekonomi dan hilangnya potensi alam saja, namun masalah ini juga mengakibatkan rusaknya kondisi lingkungan yang menyebabkan dalam bidang kesehatan masyarakat massal banyak dirugikan. Lingkungan yang mengalami kerusakan telah mengucurkan dana Rp 2,6 triliun untuk pemulihan kembali. Sedangkan pada bidang kesehatan 25,6 juta jiwa telah menghirup asap hasil pembakaran hutan, yaitu, 22,6 juta jiwa di Sumatera dan 3 juta jiwa di Kalimantan. Puluhan ribu orang menderita sakit. Hingga 28/9, di Riau saja tercatat 44.871 jiwa terjangkit infeksi Saluran Pernapasan Akut atau ISPA (Riau Online, 28/9).

Pada tulisan kali ini, penulis ingin menyampaikan bahwa bencana kabut asap bukan sekedar masalah yang disebabkan oleh marahnya alam terhadap ulah manusia namun hakikat sebenarnya dari masalah ini adalah dikarenakan murka Allah swt. kepada umat manusia yang tidak patuh terhadap syariat yang telah ditentukanNya dan mengerjakan aktivitas yang menyalahi kehendak Allah swt.  Allah swt. berfirman :manusia,  supaya Allah menimpakan kepada mereka sebagian dari (akibat) perbuatan 

“Telah tampak kerusakan di daratan dan di lautan karena perbuatan tangan mereka, agar mereka kembali (kejalan yang benar)."
(QS ar-Rum [30] : 41).

Penyebab kebakaran di Indonesia sudah banyak dikaji oleh para peneliti berbagai belahan dunia. Semua berkesimpulan bahwa ulah manusialah yang menjadi penyebab utama kebakaran hutan dan lahan. Banyaknya pelaku yang ditindak adalah bukti kebenaran bahwa bencana kabut asap merupakan buah tangan dari manusia. Menurut Kapolri Jenderal Polisi Badrodin Haiti, 10 Korporasi (perusahaan) dan 167 warga sebagai tersangka hutan dan penyebab bencana kabut asap (Elshinta.Com, 22/9). Tidak hanya sampai disitu, menurut Menteri LHK Siti Nurbaya, sedikitnya 124 perusahaan diduga melakukan pelanggaran dalam kasus kebakaran lahan dan hutan yang terjadi di wilayah Sumatera dan Kalimantan (Elshinta.com, 18/9). 

Pemerintah mungkin sampai saat ini masih berusaha mengatasi bencana akibat kabut asap namun sejatinya akar permasalahan juga berhubungan dengan pemerintah itu sendiri. Lemahnya hukuman terhadap tersangka permasalahan dan diterapkannya sistem aturan yang bertentangan dengan syariah Isam menjadi sumber utama timbulnya bencana kabut asap. Penulis mengatakan demikian karena dari sejak tahun 1967 kebakaran hutan mulai terjadi dan terus berulang tiap tahunnya tanpa adanya hukuman yang membuat jerah kepada para pelaku hutan. Menurut Kepala Pusat Data Informasi dan Humas BNPB Sutopo Purwo Nugroho, mengatakan, karena adanya pembiaran dan penegakan hukum yang lemah, pelanggaran hutan terus terjadi (Kompas.com ,14/9). Sedangkan sistem hukum negara (kapitalis) yang tidak sesuai dengan Islam,  hal ini dapat dilihat dari tindakan pemerintah yang hanya demi kepentingan ekonomi, jutaan hektar hutan dan lahan diberikan konsesinya kepada swasta.Juga akibat adanya izin bagi pihak swasta (baik asing maupun dalam negeri) untuk membangun perusahaan dan mengelola sumber daya alam untuk kepentingan perusahaan atau pribadi menjadi salah satu akar masalah kabut asap yang ada di negeri Indonesia ini.Islam selaku satu-satunya agama yang diridhai Allah SWT sejatinya mampu memberikan solusi terhadap masalah bencana asap ini. Bencana kebarakan hutan dapat diselesaikan dengan 2 cara, yakni dengan cara perspektif hukum dan pemanfaatan sumber daya(iptek dan para ahli) yang optimal untuk mengatasi masalah kabut asap.

Secara hukum, Islam menetapkan bahwa hutan termasuk kedalam bagian dari kepemilikan umum (milik seluruh rakyat). Rasulullah saw. Bersabda :

“Kaum Muslim berserikat dalam tiga perkara yaitu padang rumput, air dan api”.

Sebagai milik umum, sudah semestinya hutan merupakan bagian dari alam yang menjadi milik rakyat dan haram hukumnya jika dikuasai oleh individu atau perusahaan. Hal ini dapat dilihat dari tindakan Rasulullah saw yang pada saat itu pernah memberikan sebidang tanah kepada sahabat namun setelah selang waktu yang tidak begitu lama Rasul kembali mengambil tanah tersebut karena sebelumnya Rasulullah telah diberi tahu sahabat yang lain bahwa di bawah tanah yang diberinya terdapat sumber daya garam yang berlimpah. Oleh karena Rasulullah begitu faham akan syariat Allah swt. ia pun mengambil kembali tanah itu karena sumber daya yang ada tidak boleh dinikmati perorangan namun harus dirasakan oleh penduduk lainnya. Suatu sumberdaya alam sudah sepatutnya dikelola oleh pemerintah negara itu sendiri dan digunakan untuk kemakmuran negara dan masyarakat, bukan diberikan kepada pihak asing untuk mengelolanya. Masyarakat yang ada juga mesti di didik pemerintah untuk lebih melestarikan dan menjaga kemakmuran hutan. Jika negara Indonesia menerapkan ketentuan seperti ini sudah tentu masalah kebakaran hutan yang dilakukan oknum-oknum tertentu dapat dicegah dari sejak awal. Dan jikapun masalah hutan masih terjadi, maka keuntungan pemerintah sendiri adalah telah terlepasnya pertanggung jawaban yang akan ditanyakan Allah swt. nanti. 

Adapun maksud dari solusi yang kedua adalah bahwa di dalam Islam untuk mengatasi permasalahan yang terjadi seperti pada kasus asap ini pemerintah harus menanganinya dengan rencana yang jitu, manajemen yang baik,menggunakan iptek mutakhir serta memperdayakan para ahli dan masyrakat umum yang memiliki kemampuan dalam pencegahan dan penanggulangan dampak kebakaran hutan. 

Menangani kebakaran hutan dan lahan secara tuntas hanya bisa diwujudkan dengan penerapan syariah Islam secara menyeluruh. Allah swt. Berfirman :

“Wahai orang-orang yang beriman! Masuklah kedalam Islam secara keseluruhan, dan janganlah kamu ikuti langkah-langkah setan. Sungguh, ia musuh yang nyata bagimu.”

Selama hukum-hukum Allah swt. Tidak diterapkan oleh kaum muslimin maka selama itu pula la Islam yang sejatinya rahmat bagi semesta alam tak kunjung pula dapat kita rasakan. Sekarang kita tengah ditimpa bencana asap, mungkin dimasa yang akan datang akan datang bencana-bencana yang baru sebagai bentuk peringatan kepada seluruh manusia dan khususnya kepada kaum muslim. Oleh karena itu, mari satu persatu perintah Allah swt. Kita patuhi demi meraih hidup yang mulia, penuh berkah dengan ridha ilahi.

Wallah a’lam bi ash-shawab.


Penulis : Nur Rohim

Lelah Paru-Paru Adek, Bang!

Created by : Tina Aisyah
  
Asap menjadi kata yang popular belakangan ini, dan masker menjadi produk yang laris di pasaran. Kebakaran hutan menjadi masalah yang tak kinjung selesai, yang entah kenapa lagi tak bisa dicari akar penyelesaian masalahnya. Dari yang entah sejak kapan bermulai pun kita sudah lupa mengingat akibat sudah lamanya masalah ini tak kunjung menemui titik akhir penyelesaian. Tentu saja ada oknum yang bermain di dalamnya, perbedaan kepentingan dan penyalahgunaan kekuasaan yang tidak milik siapa. Semua aktivitas terganggu, dari mulai bangun hingga tidur lagi. Headline berita terus menyoroti kasus ini, seluruh masyarakat berkomentar, tidak tahu benar-benar perduli atau hanya ikut-ikutan, biar terlihat peduli (katanya), meme komik bermunculan, tagline berhadiran, ide kreatif penciptaan slogan maupun kata-kata sindiran tak mau ketinggalan. Semua bergerak.
    Pekanbaru lumpuh, udara Riau berbahaya, kekacauan terjadi Batam, kualitas udara Palangkaraya apalagi, dan akhirnya Medan terkena dampaknya. Tiupan angin akhirnya membawa sebagian asap kebakaran lahan yang entah siapa dan bagaimana caranya bisa terbakar ke tanah Deli. Mau tidak mau, langit Medan harus juga merasakan dampak dari permasalahan yang tak kunjung selesai itu. Semakin hari asap yang terlihat semakin pekat, pandangan tak lagi jelas, udara tak lagi sehat, mata perih ketika melihat, bandara ditutup, penerbangan dibatalkan, sekolah diliburkan, Medan terhenti karena asap. Hujan yang turun tak dapat berbuat banyak untuk mengalahkan asap yang ternyata memiliki kekuatan kawanan yang lebih besar. Hal ini semakin membuat masyarakat mengira bahwa pemerintah tak serius dalam mengatasi masalah tersebut hingga terus meluas. Pemerintah dituduh tidak bertanggungjawab, pemerintah dianggap tak peduli. Negara dianggap tak ada lagi, dan kita? Mau mengadu pada siapa?
    Masyarakat tersadar, mahasiswa turun kejalan, berorasi, menggalang dana peduli. Namun masih tak dapat mengobati luka hati, kita harus berbuat apalagi? Asap hanya terus semakin menyelimuti raung-ruang pinggiran kota Medan. Dan kita cuma hanya bisa berkeluh dan berharap tersadarnya orang-orang yang mempunyai kuasa diatas sana untuk meminggirkan kepentingannya.
    Pertanyaannya, sampai kapan kita akan terus seperti ini? siapa yang bersalah dan haruskah kita yang menderita? Kalau begini terus lelah paru-paru adek, Bang!

Penulis : Nanda Rizka

TERTIPU CUACA

Ilustrasi diambil dari www.voaindonesia.com
    Namaku Kaka, sekarang aku sedang memandangi langit sore yang menampilkan senja. Namun tak seindah senja sebelumnya. Sudah beberapa hari belakangan ini aku memandang langit yang berbeda dari atap rumah kami. Aku dan keluargaku tinggal di perumahan dosen Universitas Sumatera Utara. Ayahku bekerja sebagai staf pengajar di USU, mata kuliah yang diajarkan beliau adalah Ilmu Politik. Ibu adalah seorang Ibu rumah tangga yang penuh tanggung jawab kepada anak dan keluarganya. Sedangkan aku, aku baru saja memasuki bangku kuliah sekitar 2 bulan yang lalu. Aku duduk di departemen Ilmu Komunikasi, fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik. Sore itu setelah memandang langit yang kurang bersahabat aku langsung memasuki rumah dan berniat untuk segera membersihkan badanku yang kumal ini. Saat melintasi ruang TV menuju kamar mandi, aku dikejutkan mengenai berita kebakaran hutan yang tak sengaja aku dengar. Tapi apa pedulinya aku, aku melanjutkan langkah ku menuju kamar mandi. Dua puluh menit pun berlalu. Saat itu aku sudah berada di kamar bersiap-siap untuk sholat maghrib. Suara bising dari ponselku berdering keras, ternyata ada telfon dari Liza. Liza satu jurusan denganku di kampus.
    "Assalamualaikum, Ka..!"
    "Waalaikumsalam, Za. Ada apa? Ada yang bisa dibantu?" tanyaku pada Liza.
    "Oh bukan Ka, Liza cuma mau ngasih tau kalau besok ada tugas Ilmu Politik mengenai kaitan kebakaran hutan dengan sistem pemerintahan. Tadi dikasih tau sama komting, Ka".
    “What?? Ada tugas Ilmu Politik? Ayahku sendiri gak ada ngasih tau apa-apa sama aku, anaknya yang paling rajin ini. Hmmm, thanks ya Za buat infonya".
    "Oke ka! Assalamualaikum".
    Jawaban salamku pun mengakhiri percakapan kami pada waktu menjelang magrib itu. Seru azan yang syahdu menenangkan hatiku yang agak kesal kepada Ayah setelah mendapat info dari Liza mengenai tugas besok.
    Selesai sholat, seperti biasanya aku membaca beberapa ayat dalam surah Al-Quran. Kemudian bergegas ke ruang makan untuk makan malam bersama Ibu dan Ayah.
    Setelah makan aku melakukan tugas yang biasa aku lakukan, yaitu membereskan piring-piring kotor lalu aku beranjak menuju kamar dengan niat untuk menyelesaikan tugas malam ini. Sesampainya di kamar aku mulai mengutak-atik laptopku dan berusaha menemukan informasi mengenai kebakaran hutan yang sekarang ini terjadi. Tak lama kemudian aku pun menemukannya. Segera aku raih buku catatan yang ada di sebelahku dan mulai menuangkan kata demi kata dari fikiranku berdasarkan info yang aku dapat.
    "Kebakaran hutan kali ini terjadi di beberapa daerah di Indonesia, yaitu Riau, Jambi, dan yang terakhir di Kalimantan. Khususnya di Pekanbaru, Riau lahan yang terbakar sangatlah luas dan di dalamnya ada pepohonan serta tumbuhan gambut yang mudah terbakar. Unsur pembakaran hutan ini disimpulkan adalah unsur kesengajaan dan pelakunya adalah orang-orang besar yang memiliki lahan yang sangat luas dan harta yang banyak sehingga mampu mengatur kekuasaan dengan hartanya. Tidak mungkin pelakunya adalah tukang kebun biasa yang hanya memiliki beberapa hektare tanah untuk diurusnya. Baiklah masalah apa, siapa, dan mengapa ini terjadi biarlah menjadi urusan mereka dengan hati dan tuhan mereka saja, yang terpenting sekarang bagaimana meminimalisir asap hasil pembakaran yang sudah menyebar hampir ke seluruh wilayah Indonesia, khususnya wilayah Sumatera.”
    “Pekanbaru meliburkan sekolah karena kandungan asap yang sangat berbahaya bagi kesehatan. Lebih dari ratusan orang menderita gangguan penglihatan dan pernafasan atau disebut juga dengan ISPA (Infeksi Saluran Pernafasan Akut) yang pada ujungnya juga akan berakhir ke paru-paru”.
   “Wilayah Medan dan  sekitarnya juga meliburkan sekolah-sekolah. Namun tidak dengan Universitas termasuk tempatku menggali ilmu, USU. Kami tidak libur, tetap pergi kuliah seperti biasanya namun kami menggunakan masker sebagai pelindung saluran pernafasan. Setiap hari kami bertemu dengan cuaca yang tidak bersahabat. Udara segar di pagi hari sudah tak pernah kami rasakan lagi. Untuk meminimalisir, kutemukan beberapa cara di media massa, seperti penyediaan air garam di sekitar rumah, dll. Namun itu saja tentu belum cukup, masyarakat Indonesia butuh penanggulangan besar dari pihak yang berwenang”.
    “Oleh karena itu, atas nama mahasiswa kami meminta pertanggung jawaban pemerintah yang berwenang untuk segera menyelesaikan problema ini. Karena asap tidak akan bisa habis walaupun sudah dihirup bersama-sama. Terima kasih!"
    Tugasku mengenai kebakaran hutan pun akhirnya selesai pada pukul 01:30. Hihihi..! Tugas yang sangat menyenangkan. Aku tak bisa menahan kantuk mata ini lagi dan kuputuskan untuk segera tidur. Namun sebelum tidur aku perlu merenungkan beberapa hal. Aku baru tahu jika udara yang selama ini kuhirup sudah tercemari asap yang tidak menyehatkan, khususnya daerah tempat tinggalku perumahan dosen USU. Satu hal lagi, banyaknya kejahatan di bumi ini bukan karena banyaknya orang jahat. Namun banyaknya orang baik yang hanya diam dan tutup mulut saja. Semoga aku lebih peka akan sekitarku dan lebih banyak melakukan hal-hal berguna. Hoaaammm..!

Penulis : Fadilah Syam

Jumat, 30 Oktober 2015

Menuju Pemira USU Yang Partisipatif

Ilustrasi : Maskot Pemilu 2014 diambil dari www.cecephusnimubarok.com
    Pemilihan Raya Universitas Sumatera Utara (Pemira USU) merupakan sarana bagi para mahasiswa USU untuk memilih perwakilannya yang akan duduk di badan eksekutif mahasiswa (Pemerintahan Mahasiswa) dan badan legislatif mahasiswa (Majelis Permusyawaratan Mahasiswa Universitas). Pemilihan raya merupakan implementasi dari diterapkannya sistem demokrasi di kalangan mahasiswa. Berbicara tentang Pemilihan raya (Pemira), erat kaitannya dengan partisipasi politik mahasiswa. Berkaca dari Pemira tahun sebelumnya, tingkat partisipasi politik mahasiswa kurang dari 50 % dari keseluruhan mahasiswa USU yang berpartisipasi dalam Pemira tahun lalu. Hal ini jelas sangat berpengaruh terhadap legitimasi yang dimiliki Presiden Mahasiswa terpilih untuk menjalankan roda pemerintahan mahasiswa selama 1 periode (1 tahun).
    Permasalahan umum yang muncul ketika tingkat partisipasi politik rendah, secara konseptual bisa dikaitkan dengan budaya politik apa yang diterapkan di dalam suatu kelompok atau masayarakat itu. Menurut Almond & Verba, ada beberapa tipe budaya politik yang lazim digunakan yaitu, budaya politik parokial, budaya politik kaula (subjek), dan budaya politik partisipan. Budaya politik parokial adalah budaya politik yang dianut oleh masyarakat tradisional, yang tingkat pendidikan dan ekonominya rendah sehingga membuat mereka tidak tahu-menahu bahkan apatis terhadap politik. Kedua, budaya politik kaula (subjek) merupakan budaya politik dimana masyarakatnya tahu akan keberadaan politik dan pemerintahan, tetapi masyarakat tersebut tidak berpartisipasi dalam politik dan pemerintahan itu. Ketiga budaya politik partisipan merupakan budaya politik dimana masyarakatnya tahu adanya politik maupun pemerintahan dan masyarakat tersebut terlibat aktif serta mengambil peran di dalam politik itu.
    Berangkat dari konsep yang dikemukakan Almond & Verba, kita dapat menganalisis budaya politik mana yang relevan dengan keadaan USU kontemporer. Kemudian ditariklah sebuah kesimpulan bahwa budaya politik yang relevan dengan keadaan USU saat ini adalah budaya politik kaula (subjek). Kenapa? Karena melihat kondisi mahasiswa USU sekarang, yang pada dasarnya tahu dan sadar akan adanya Pemira, namun enggan ikut berpartisipasi dan mengambil peran dalam event tersebut. Budaya politik yang diterapkan ini kemudian akan berkorelasi dengan partisipasi politik mahasiswa terhadap Pemira USU nantinya.
    Selain dari Budaya politik yang diterapkan, ada permasalahan lain yang terjadi dan membuat partisipasi mahasiswa USU dalam Pemira rendah. Permasalahan itu ada di dalam sistem politik, terutama sistem politik yang diterapkan dalam perpolitikan kampus khususnya di USU. Ada beberapa permasalahan yang muncul yang terkait dengan sistem, yaitu :
1. Kelompok Aspirasi Mahasiswa (KAM) yang merupakan miniatur Partai Politik di kampus belum menjalankan fungsinya, terutama fungsi rekrutmen politik dan pendidikan politik. Kelompok Aspirasi Mahasiswa (KAM) belum memberikan pendidikan politik yang baik kepada mahasiswa karena hanya hadir ketika momen Pemira akan digelar. Padahal idealnya KAM itu harus hadir sebelum dan setelah Pemira, baik ketika mereka yang menduduki lembaga eksekutif maupun lembaga legislatif nantinya.
2. Sistem pemilihan dalam Pemira yang menggunakan sistem pemilihan tertutup terutama pada pemilihan lembaga legislatif mahasiswa. Berkaca pada Pemira tahun lalu pada saat Pemira legislatif yang dicoblos adalah KAM-nya bukan orang /individu perwakilan dari KAM tersebut. Permasalahan yang terjadi di lapangan adalah ketika pemira usai, setiap KAM yang mendapatkan jatah kursi di MPMU tidak mengirimkan nama perwakilannya sesuai hasil perolehan kursi yang dicapai pada saat Pemira. Hal ini yang menjadi alasan tidak berjalannya lembaga legislatif mahasiswa (MPMU), sehingga fungsi Check & Balances antara lembaga eksekutif (Pema USU) dan lembaga legislatif (MPMU) tidak berjalan. Hal ini juga yang membuat mahasiswa apatis, karena mereka tidak tahu siapa yang menjadi penyambung lidah mereka di DPR mahasiswa.
3. Bergaining Position Pema USU yang masih rendah di mata mahasiswa. Hal ini terjadi karena tidak ada relasi hubungan baku antara Presiden Mahasiswa dengan Gubernur Mahasiswa di Fakultas. Idealnya relasi yang dibangun adalah instruksi, namun yang terjadi sekarang pola hubungannya hanya sebatas garis koordinasi. Sehingga kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan oleh Pema USU kontradiktif bahkan tumpang tindih dengan kebijakan-kebijakan Gubernur yang ada di Fakultas. Hal ini juga yang kemudian lambat laun akan mempengaruhi partisipasi politik mahasiswa dalam Pemira.
    Berdasarkan paparan permasalahan diatas, ada beberapa solusi yang kemudian bisa menjadi kritik konstruktif untuk meningkatkan partisipasi politik mahasiswa dalam Pemira USU yang akan datang.
1. Perbaikan sistem pengelolaan Kelompok Aspirasi Mahasiswa (KAM), mengembalikan KAM kepada fungsi aslinya terutama dalam hal pendidikan dan rekrutmen politik yang lebih terbuka melibatkan dan menyentuh seluruh stakeholder mahasiswa.
2. Perbaikan sistem Pemira, dimana dalam proses pemilihan bukan KAM yang dicoblos, melainkan individu-individu kader terbaik KAM yang dipercaya akan duduk di lembaga legislatif mahasiswa. Hal itu setidaknya dapat menjadi penilaian bagi mahasiswa mana orang yang bertanggung jawab dan mana yang tidak.
3. Perbaikan relasi kekuasaan antara Presiden Mahasiswa dengan Gubernur Fakultas yang tadinya koordinasi menjadi instruksi. Karena ketika kita berbicara pemerintahan dalam konteks bernegara, Gubernur merupakan perpanjangan tangan pemerintah pusat di daerah yang mengeksekusi berbagai instruksi dan kebijakan dari pemerintah pusat. Ketika perbaikan pola hubungan itu dapat terwujud maka posisi tawar (Bergaining Position) Pema USU dapat ditingkatkan dan itu juga dapat menjadi rangsangan untuk mahasiswa berpartisipasi lebih aktif dalam politik kampus.
    Berdasarkan penjelasan diatas dapat ditarik sebuah kesimpulan bahwa menuju Pemira USU yang partisipatif harus melalui beberapa tahap perbaikan terutama dalam sistem dan budaya politiknya. Berdasarkan logika sederhana apabila budaya politik, sistem politik yang diterapkan baik maka output pemimpin-pemimpin yang berkualitas akan muncul nantinya. 

Penulis : Imam Ardhy
Jurusan Ilmu Politik
Fakultas Ilmu Sosial dan Politik
Stambuk 2013

Senin, 26 Oktober 2015

Jadikan 4 Alasanmu Malas Datang Mentoring, Menjadi Sebaliknya!



Gardamedia.org – Kamu pasti sudah lama bertemu kakakmu yang jilbabnya panjang dan pemalu itu. Dia menyenangkan bukan? Dia sering menghampirimu dengan senyum dan jabatan hangat atau sesekali pelukan rindu. Tapi tiba-tiba saja seiring berjalannya waktu, kamu menemukan ketidaknyamanan bersamanya dalam sebuah lingkaran yang biasa disebut mentoring.

Alasan pertamamu malas datang mentoring karena dia ternyata begitu pengatur.
Seharian penuh engkau harus kehilangan gaya modismu. Dia menyuruhmu mengenakan rok, baju longgar, jilbab harus menutup dada, dan jangan melupakan kaus kaki. Padahal dengan aturan ini kamu dipastikan mendapatkan banyak kebaikan tanpa kamu sadari (Pada hari itu sengatan matahari dan debu jalanan tengah absen merusak kulitmu; di hari itu engkau dikenal sebagai seorang muslimah oleh sekelilingmu tanpa terkecuali; teman-teman lelakimu tidak melakukan dosa yang biasa dilakukannya setiap hari karena melihat apa yang tidak boleh dilihatnya pada dirimu (baca:aurat) dan kamupun mendapat satu kebaikan karenanya; di hari itu kamu terhindar dari pelecehan yang mungkin dilakukan oleh lelaki yang berniat jahat di sekitarmu; dan juga banyak kebaikan lain yang Allah sediakan untukmu, insyaAllah).

Alasan kedua, dalam persoalan agama kakak itu tidak lebih pintar darimu.
Benar engkau memiliki segudang ilmu tapi hanya debunya saja yang membersamaimu. Ilmu tanpa amal tidaklah berguna saudariku. Pergokilah sesekali kakakmu yang tengah tersenyum bahagia melihatmu mengamalkan satu saja kebaikan dari puluhan kajian yang telah kalian lewati bersama. Itulah hari yang selalu ia nantikan. Itulah tujuan sebenarnya mentoring dilakukan. Agar engkau mengamalkan.

Alasan ketiga, kamu memiliki urusan yang lebih penting, kamu sedang sibuk dan mentoring begitu menyita waktumu, atau bersenang-senang dan beristirahat lebih baik menurutmu.
Jika kamu pernah beralasan demikian, maka akan kukatakan hal sebaliknya kepadamu. Urusan penting seperti apa yang mampu memalingkanmu dari suatu perjalanan yang teramat membahagiakan ini (baca: perjalanan menuju surga)?
“Barangsiapa yang menempuh untuk menimba ilmu niscaya Allah akan memberikan kemudahan baginya jalan menuju surga” (HR. Muslim).
Kamu juga sebenarnya tidak benar-benar sedang sibuk, kamu hanya kurang melatih diri untuk menguasai waktu. Jangan pernah melupakan kalimat ini “semakin lama engkau mentoring semakin mudah jalanmu menuju surga”. Masih bisakah kamu mengabaikan tawaran ini? Jawablah dengan hatimu.
Sekarang bagimu bersenang-senang dan beristirahat tidak lebih baik dibandingkan mentoring bukan? Bergegaslah kunci dengan erat semangatmu. Pergilah mentoring. Sepulang darinya kamu bisa beristirahat dengan merasakan hati yang lebih baru, semakin terang dan menenangkan dari sebelumnya.

Alasan keempat, kamu tidak pernah tertarik dengan pengajian.
Mari kuajak kamu berkenalan dengan jiwamu yang sebenarnya. Dia adalah jiwa yang tidak mampu hidup tanpa Tuhannya. Dia adalah jiwa yang begitu ingin melakukan ketaatan pada Sang Pencipta-Nya. Tapi kini kamu sedang lupa pada jiwamu ini. Kamu tidak bisa mengingatnya bahkan sedikit saja. Maka pulihkanlah ingatanmu, datanglah mentoring walau kamu tidak menyukainya, walau pengajian terasa begitu membosankan. Semoga Allah memberikan kepadamu taufik dan hidayah. Mentoringlah saudariku. Jangan berhenti pergi hingga nikmat iman dapat kembali kau kenali, kau rindui dan kau cintai.


Penulis : Tara Batubara

Sabtu, 24 Oktober 2015

SILATURAHIM POLITIK MENUJU PEMIRA USU TAHUN 2015

Ilustrasi : mybank4.me
    Jika tak ada aral melintang, pada bulan November 2015 mendatang, mahasiswa Universitas Sumatera Utara (USU) akan mengadakan pesta demokrasi, pemilihan presiden mahasiswa dan wakil presiden mahasiswa USU untuk masa bakti 2015-2016. Masing – masing KAM (Kelompok Aspirasi Mahasiswa) sudah gencar melakukan konsilidasi internal agar dapat memenangkan pemira USU. Berbagai upaya akan dilakukan untuk meraih simpati pemilih dalam hal ini terutama mahasiswa baru, termasuk bersilaturahmi ke berbagai tokoh/senior dan organisasi-organisasi kemahasiswaan yang terlibat aktif dalam politik kampus.
    Biasanya silaturahim semacam ini hanya dilaksanakan pada masa kampanye saja. Tapi saat ini hanya membuat agenda – agenda temu ramah dan silaturahim dengan mahasiswa yang baru masuk universitas agar dapat menjadi basis suara pemilih nanti ketika bel pemira telah dimulai oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) USU. Namun sayang, setelah masa pemira selesai tak ada lagi cerita silaturahim, tak ada lagi agenda – agenda pertemuan, dan ada lagi kunjungan – kunjungan bahkan ditemuipun tak bisa lagi. Inilah silaturahmi politik yang erat dengan kepentingan sesaat. Bersilaturahim hanya ketika ada maunya saja, bak kata pepatah “ ada udang dibalik batu, habis manis sepah dibuang”.
    Pada hakikatnya, dalam ajaran islam silaturahim adalah wujud amal nyata. Namun belakangan, silaturahmi telah menjadi sebuah mesin tersendiri bagi strategi politik kekuasaan di kampus Universitas Sumatera Utara ini. Silaturahim politik akhirnya melahirkan beragam makna negatif, yang bisa saling bertolak belakang. Pertama, silaturahmi politik bisa jadi sebagai tradisi formalitas belaka. Akhirnya silaturahmi dilakukan sebagai tradisi pemanis hubungan politik antar pelaku politik, agar menentramkan perasaan dan hati pemilih. Silaturahim yang digelar oleh para KAM dan calon pemimpin seolah – olah hanya mewakili kemunafikan dari pada ketulusan politik untuk menjaga silaturahim dengan para pemilih. Sebab dalam silaturahim yang digelar oleh para KAM dan calon pemimpin cenderung hanya dipergunakan hanya untuk membangun citra calon pemimpin dan kelompoknya dibandingkan membangun komunikasi politik dan silaturahim yang seseungguhnya.
    Kedua, silaturahmi politik merupakan kendaraan politik untuk mendapatkan dukungan politik. Sebagaimana banyak disinyalir bahwa silaturahim politik hakikatnya tidak bisa dilepaskan dari proses mobilisasi dukungan. Para calon pemimpin yang nantinya dicalonkan oleh KAM dan dukungannya mencoba mencari kemasan – kemasan politik yang terkesan ramah untuk menutupi niat politik kekuasaan. Silaturahmi politik seperti inilah yang telah merusak makna suci silaturahim.
    Seharusnya, silaturahim politik dapat dijadikan sebagai bentuk kedewasaan dalam berpolitik, bahwa riak dan konflik dalam berpolitik tidaklah kemudian membuat hubungan personal antar calon pemimpin dan KAM dengan mahasiswa menjadi berjarak. Dengan silaturahim politik tersebut hendaknya semakin terjalin ukuwah yang hakiki. Ukuwah yang dilandaskan atas iman, bukan unsur keduniaan yang sesaat.
    Silaturahim seperti inilah yang diharapkan dalam Islam. Sesuai dengan maknanya, Shilaturahim berasal dari bahasa arab yang terdiri dari dua kata, Shilah dan ar-Rahm. Shilah yang berarti hubungan atau menghubungkan sedangkan ar-Rahm berasal dari Rahima-Yarhamu-Rahmun yang berarti lembut dan kasih sayang. Sehingga dengan pengertian ini seseorang dikatakan telah menjalin silaturahim apabila ia telah menjalin hubungan kasih sayang dalam kebaikan bukan dalam dosa dan kema’siatan dan silaturahim yang dijalin tersebut tidak terputus karena sebab kepentingan dunia.
    Silaturahim merupakan salah satu kewajiban bagi setiap pribadi Muslim. Dalam Alquran, Allah menegaskan,”Hai sekalian manusia, bertawakal kepada Tuhan-mu yang telah menciptakan kamu dari seorang diri dan dari padanya Allahg menciptakan isterinya; dan dari keduanya Allah memperkembang biakkan laki – laki dan perempuan yang banyak. Dan bertawakal kepada Allah yang dengan (mempergunakan) nama-Nya kamu saling meminta satu sama lain, dan (peliharalah) hubungan silaturahim. Sesungguhnya Allah selalu menjaga dan mengawasi kamu”(QS.An-Nisa/4:1).
    Rasulullah Saw juga bersabda,” Sebarkanlah salam, sambunglah tali silaturahim, dan shalatlah ketika manusia tidur (tahajud) niscaya kalian akan masuk surga dengan selamat”. Dalam hadis lain, Rasulullah Saw bersabda” Tidak akan masuk surga pemutus tali silaturahmi”.
    Dalil – dalil diatas menunjukkan arti penting kewajiban silaturahim. Sebab, didalamnya terdapat banyak keutamaan dan keistimewaan. Diantaranya ; pertama, dengan silaturahim persatuan dan kesatuan ( ukuwah islamiah) akan dapat dibangun. Dengan silaturahim, akan timbul rasa saling membutuhkan, solidaritas, dialog, pengertian dan menguatkan kerjasama dalam perjuangan yang kokoh.
    Kedua, dengan silaturahim, berbagai persoalan yang dihadapi mahasiswa akan mudah diatasi. Baik masalah akademik, ekonomi, organisasi maupun lainnya. Ketiga, silaturahim juga akan mampu menyelesaikan berbagai persoalan yang terjadi di kalangan mahasiswa dan birokrat kampus. Sebab, dengan mengedepankan kasih sayang, sikap emosional dalam diri mahasiswa yang bisa memicu permusuhan dan konflik dapat diatasi dengan baik. Dengan demikian, akar persoalan pun akan ditemukan dan bisa diselesaikan dengan damai.
    Keempat, dengan silaturahim, berbagai ide – ide dan gagasan yang brilian, program – program dan kegiatan – kegiatan mahasiswa yang positif juga bisa terwujudkan. Ketika calon pemimpin dan mahasiswa berkumpul dalam kasih sayang dan semangat kebersamaan, akan muncul ide – ide kreatif untuk mencapai kejayaan bersama. Karena sesungguhnya, salah satu kejayaan umat Islam di masa lalu berawal  dari silaturahim.

Penulis : Saipul Bahri
Jurusan Ilmu Politik FISIP USU
Stambuk 2011
Wakil Ketua DPP KAM RABBANI USU

Selasa, 20 Oktober 2015

MITI KLASTER MAHASISWA GANDENG RATUSAN MASYARAKAT KOTA MEDAN KAMPANYE GO PANGAN LOKAL

Peserta Kampanye simpatik Go Pangan Lokal Medan
Medan - Memperingati Hari pangan lokal, Masyarakat Ilmuwan dan Teknolog Indonesia (MITI) Klaster Mahasiswa beserta pihak-pihak yang terdiri dari Komunitas Sahabat GPL Medan, ITP 2013 USU, ratusan masyarakat kota Medan ikut menggelar kampanye simpatik “Local Food Day” pada hari Minggu (18/10) dari Lapangan Merdeka-Bundaran SIB-Pendopo Lapangan Merdeka. Aksi kampanye dilaksanakan serentak di 10 kota besar di Indonesia, yakni Jakarta, Kendari, Semarang, Palangkaraya, Yogyakarta, Medan, Bengkulu, Makassar, Riau dan Gorontalo. Aksi tersebut merupakan puncak dari serangkaian kegiatan Go Pangan Lokal MITI yang diawali dengan kegiatan kampanye media sosial, Talkshow Go Pangan Lokal, Open Recruitment Sahabat GPL dan Survei nilai TKDN makanan lokal selain nasi.
Aksi kampanye tersebut terbuka untuk umum dengan berbagai rangkaian acara, seperti aksi kampanye simpatik, bagi pangan lokal gratis, orasi kedaulatan pangan, pembacaan puisi dan bazzar produk olahan pangan lokal. Kampanye ini merupakan wujud keprihatinan dan kepedulian MITI Klaster Mahasiswa dengan menggandeng berbagai lembaga keilmuan kampus untuk menyosialisasikan dan mengampanyekan upaya pelestarian pangan lokal serta mendukung penuh terwujudnya kedaulatan pangan di Indonesia. Di Medan sendiri MITI Klaster Mahasiswa menggandeng beberapa mitra UKM Keilmuan di Medan yaitu Smart Generation Community (SGC) USU, Lembaga Penilitian dan Penalaran Mahasiswa (LP2IM) UNIMED dan Generasi Mahasiswa Ilmiah (Gemail) UMN Al-Washliyah, dan beberapa mitra lainya.
Ketua Panitia Gerakan Go Pangan Lokal Medan menjelaskan, kegiatan tersebut serentak dilaksanakan di sepuluh kota besar di Indonesia. Antara lain, Medan, Jakarta, Semarang, Yogyakarta, Kendari, Palangkaraya, Riau, Bengkulu, Gorontalo, dan Makassar. Menurut dia, selain untuk mengenalkan bahan pangan selain beras, kampanye tersebut bertujuan mengubah budaya mengonsumsi makanan masyarakat dengan pangan lokal yang lebih sehat dan bergizi. “Kita makan tidak harus dari beras, tapi bisa dari singkong, jagung, kedelai, sagu dan ragam bahan pangan lokal lainnya. Apabila kita hanya mengandalkan beras, maka Indonesia akan selalu mengimpor. Selain itu, tujuan aksi ini juga sebagai momentum pengingat bagi masyarakat dimana ada satu hari khusus untuk membeli dan mengkonsumsi pangan lokal” terangnya.
Padahal, setiap daerah di Indonesia memiliki banyak jenis makanan tradisional yang bergizi tinggi, lanjut Sahri. Sementara itu, Kepala Badan Ketahanan Pangan SUMUT yaitu Ir. Suyono,MM., menjelaskan, kedaulatan pangan dapat diwujudkan dengan pembudayaan pola konsumsi pangan lokal. “salah satu cara mendukung kedaulatan pangan adalah dengan mendampingi para petani dalam upaya swasembada pangan lokal untuk membudayakan masyarakat mengkonsumsi pangan lokal. Salah satunya adalah tidak mengkonsumsi makanan yang berbahan dasar dari tepung terigu atau gandum. Karena gandum di Indonesia adalah hasil dari ekspor atau bukan asli berasal dari Indonesia, sehingga dengan adanya pengurangan kuota komoditi pangan ekspor secara bertahap dapat meningkatkan kualitas konsumsi dalam negeri dan menggairahkan perekonomian rakyat secara nasional.” ujarnya. “Kami dari BKP khususnya di Sumatra Utara memiliki beberapa program yang serupa yaitu One Day No Rice, Menggadong dan lainya. Harapannya kita bisa menyelaraskan program untuk bersinergi, karena merubah pola hidup masyarakat untuk beralih ke produk lokal bukanlah mudah namun bukan pula yang mustahil” tambahnya.

Penulis : Akum Situmorang

HATTRICK, Anak Mentoring Pimpin PEMA FEB USU Tiga Masa Berturut-turut

Foto kandidat nomor urut 4, SURYA-TEGUH.


Gardamedia.org - Perhitungan pemira (pemilihan raya) pada tanggal 20 Oktober 2015 mengakhiri pesta demokrasi pemilihan cagub-cawagub Fakultas Ekonomi dan Bisnis USU. Pesta demokrasi tersebut dimenangkan oleh kandidat nomor urut 4, Surya-Teguh yang diusung oleh KAM Rabbani.

Perhitungan suara yang dimulai sejak pukul 20.00 wib dan berakhir pada pukul 01.28 wib dinihari tersebut menunjukkan pasangan Surya-Teguh unggul dengan perolehan suara 931 suara disusul oleh kandidat nomor urut 3 (Yoshua-Immanuel) dengan perolehan suara 758 suara. Sedangkan kandidat nomor urut 1 (Taufik-Putra) dan nomor urut 2 (Siddiq-Hardo) masing-masing 246 dan 479 suara.

Saat diwawancara Surya juga menyampaikan harapan serta langkah awal yang akan dilakukannya terlebih dahulu pasca pelantikan dan penyusunan kabinet.

"Harapan saya setelah terpilih menjadi Gubernur FEB USU adalah kami ingin membangun terwujudnya soliditas dan sinergitas antara HMJ (Himpunan Mahasiswa Jurusan), alumni, pimpinan sivitas akademika, dan Pemerintahan Mahasiswa Universitas Sumatera Utara, untuk membangun FEB USU yang lebih baik, membantu dan mendorong mengadvokasi peningkatan akreditas masing-masing jurusan di FEB USU, serta menyuarakan hak-hak dari mahasiswa sehingga terwujudnya FEB yang lebih baik. Sedangkan untuk langkah awal yang akan kami lakukan yang pertama meningkatkan komunikasi ke semua jurusan atau HMJ dan pimpinan sivitas akademika. Kemudian melakukan beberapa konsolidasi kepada rekan-rekan mahasiswa. Kami akan mendengar kira-kira apa yang mereka inginkan diawal kepemimpinan kami ini." jawabnya.

Dengan kemenangan ini, Surya Darma juga tidak lupa menyampaikan tanda terimakasihnya kepada seluruh mahasiswa yang sudah ambil bagian dalam pemira kali ini.

"Terimakasih banyak kepada rekan-rekan mahasiswa FEB yang sudah memberikan hak suaranya serta telah mempercayakan kami untuk mengemban amanah dan tanggung jawab ini. FEB USU tidak akan maju dan berkembang hanya dengan dua orang saja, melainkan FEB USU ini akan maju dan berkembang karena kita semua. Sekali lagi kami ucapkan terimakasih." tutupnya. 

Senin, 19 Oktober 2015

Terbebasnya “pasungan” Pers

Sumber Foto : Internet



Hembusan nafas demokrasi dan runtuhnya rezim otoriter orde baru sekaligus membuka kran arus media di Indonesia. Bangsa Indonesia seperti mendapat kembali hak azasi nya untuk berpendapat dan berekspresi setelah masa kurungan lebih kurang 32 Tahun. Keramahan yang ditunjukkan sekaligus meyakinkan bahwa Indonesia memang sudah lepas dari hagemoni yang “katanya” milik sang diktator. Masyarakat tak lagi terbelenggu. Kerangkai yang mengikat telah lepas. Sendi-sendi borgol yang mengikat telah patah, hancur, terurai, tak lagi terbentuk. Indonesia bebas! Masyarakat bebas beropini, menyalurkan aspirasi, maupun mengkritisi.
Lalu, bagaimana dengan anak yang “Dipasung” tersebut? Bagaimana keadaannya? Lebih baik ataukah lebih buruk? Ke-modern-an dunia membuat banyak sekali orang yang menyimpang. Realisasi kebebasan yang diharapkan tak selamanya berbuah positif. Kebijakan yang dihasilkan memang tentunya dan pastinya akan memunculkan masalah baru. Pengawasan yang kurang membuat penyalahgunaan arti kata kebebasan tadi. Hasil dari keterbukaan yang awalnya sebagai pelepasan dahaga kini memunculkan degradasi moral pada bangsa Indonesia. Oknum-oknum yang tidak bertanggung jawab yang menyalahgunakan kata “kebebasan” yang seharusnya. Pencucian otak bedasarkan media. Kode etik yang tidak diterapkan. Undang-undang pers yang dilanggar. Berita yang berisikan kebohongan besar menjadi santapan. Keberpihakan atas intervensi penguasa. Pers yang diharapkan bebas, independen, dan proffesional kini tinggal kata. Kepercayaan masyarakat hilang. Masyarakat bingung. Kita perlu evaluasi.
Peranan pers harusnya mampu menyampaikan informasi secara cepat dan dalam waktu singkat. Memikul tanggung jawab kerakyatan, berani menegakkan kebenaran tanpa rasa takut. Pers seharusnya bisa menjembatani rakyat dengan pemerintah. Pelaku media harusnya bisa memfilter apa yang seharusnya pantas atau tidak untuk diberitakan dengan tanpa intervensi dari pihak manapun. Sejarah yang dianggap kelam harusnya menjadi pelajaran agar masa tak terulang.
Lalu, apa yang harus kita lakukan? Haruskah si anak yang telah lepas dipasung kembali? Yang membebaskannya kemarin haruskah bertanggung jawab? Yang ingin kembali mengikatnya, haruskah punya alasan?

Penulis : Nanda Rizka

Kisah Inspiratif Andre Doloksaribu Mendirikan Rumah Belajar Untuk Anak Pinggiran Sungai

Oleh : saturnusapublisher Gardamedia.org (24/05/2023)    - Masyarakat pinggiran sungai sering kali terlupakan keberadaannya, apalagi biasany...