![]() |
Ilustrasi : |
Sudah 70 kali Negara ini merayakan
kemerdekaan. Jepang tidak lagi berkuasa. Demikian juga dengan para kompeni yang
ratusan tahun eksis di Indonesia. Bendera merah putih bebas berkibar. Lagu
kebangsaan Indonesia Raya bebas dinyanyikan di seluruh penjuru Nusantara. Setiap warga negara boleh ikut
Pilkada. Apakah hanya sekedar itu makna suatu kemerdekaan?
Makna “kemerdekaan” pastilah berbeda bagi
masing-masing orang. Pedagang
es keliling, memaknai
kemerdekaan ialah ketika ia bebas berdagang es "dimana saja" dan
dengan rasa apa saja. Rasa strawberry, melon, apel dan anggur. Apalagi jika kebebasan itu tidak disertai
pungutan liar oleh preman dan aparat
pemerintah.
Bagi para pejuang kemerdekaan, makna
suatu kemerdekaan pastilah mengalami perubahan. Perubahan yang lebih baik. Mulanya
makna kemerdekaan diartikan lepas dari cengkeraman Belanda dan Jepang. Kini puluhan
tahun Indonesia merdeka, “seharusnya” arti kemerdekaan tidaklah seperti itu.
Bukan hanya sekedar itu. Para pejuang memaknai kemerdekaan sebagai suatu
keadaan dimana bangsa Indonesia telah berhasil mengisi kemerdekaan. Bangsa
Indonesia telah menjelma menjadi bangsa yang handal "sejajar" dengan
bangsa-bangsa penjajah itu.
Bagi kebanyakkan rakyat Indonesia,
makna suatu kemerdekaan sederhana saja. Mereka tidak begitu faham soal
protokoler negara. Tidak juga peduli dengan teori-teori tentang kemerdekaan.
Mereka menuntut hal-hal yang sederhana saja sebagai bukti negara ini telah benar-benar
merdeka dan berhasil mengisi kemerdekaan itu. Rakyat kecil itu memaknai
kemerdekaan negara dengan kemampuan negara menyediakan kebutuhan dasar. Itu
saja.
Bagi mereka kemampuan negara
menyediakan kebutuhan dasar warganya, itu sudah sangat berarti. Disaat mereka
membutuhkan pangan, kemudian mereka mendapatinya di pasar dengan harga
sebanding penghasilan. Kenyataannya, sembako bukan hanya mahal tetapi juga
buruk kualitasnya. Demi memenuhi sejengkal perut mereka harus susah payah, apa
lagi untuk yang lainnya. Apakah ini yang dikatakan merdeka?
Kemerdekaan juga dikaitkan dengan
kemampuan negara memberikan rasa aman kepada mereka. Dulu, rasa takut luar
biasa diberikan oleh Belanda dan Jepang. Tapi apakah sekarang ini bangsa
Indonesia bebas dari rasa takut dalam berbagai bentuknya? Amankah kita
berkendaraan di jalan raya? Amankah anak-anak kita berjalan kaki ke sekolah?
Amankah kita naik ojek, naik bis, belanja ke pasar tradisional, menarik uang di
Anjungan Tunai Mandiri, menggunakan tabung gas? Amankah negara kita dari para
koruptor yang kesehariannya tampil ramah dengan baju seragamnya baik di lembaga
legislatif, eksekuitif, yudikatif bahkan di sektor-sektor swasta? Ternyata
setelah 70 tahun
merdeka, kita masih ragu menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut secara tegas. Generasi,
para pemuda Indonesia banyak yang rusak moralnya. Akibatnya lahir tindak kriminal
dimana-mana.
Teliti saja hanya di bulan
Juli-Agustus 2010, sudah berapa rakyat kita yang bunuh diri karena alasan
himpitan ekonomi? Pastilah pemerintah mempunyai argumentasi bahwa bunuh diri
itu bukan karena alasan ekonomi. Tetapi faktanya memang karena alasan himpitan
ekonomi. Bagi sebagian keluarga, hidup ini semakin sulit. Upah tidak begitu
tinggi, tidak pararel dengan kenaikan kebutuhan hidup mereka. Seorang buruh
bangunan hanya mengandalkan upah Rp 60.000,00 – Rp 100.000,00 per hari. Konon itu sudah bagus,
bagaimana dengan kuli di pasar, tukang ojek, tukang beca, dan lain-lainnya
dihadapkan dengan harga yang terus melambung tinggi. Belum lagi kebutuhan
berobat dan kebutuhan biaya sekolah anak-anak mereka. Upah itu baru ada jika
mereka bekerja. Jika mereka sehat. Pastilah kemerdekaan dengan suasana seperti
itu kurang bermakna bagi mereka.
Bagi saya kemerdekaan ada ketika
negara ini berhasil menyediakan kebutuhan dasar bagi setiap warga negara. Para pemimpin yang
benar-benar "siang-malam" mencari jalan agar tercapai kesejahteraan
warganya. Para wakil rakyat benar-benar memikirkan dan memperjuangkan kepentingan
rakyat. Bukan kepentingan kantong sendiri. Mereka harus
menyadari arti dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat. Amanah yang
diberikan rakyat kepada mereka diatas sana, benar-benar mereka emban dengan baik. Sebagai titik
awal merubah itu, mungkin
dengan menanamkan rasa memiliki Negara ini. Kita merasa memiliki berarti kita akan menyayangi,
mencintai, menjaganya dan merawatnya dengan sepenuh hati. Kita akan sangat
menangis apabila kita mendapati sedikit luka/ cacat apalagi kehilangan terhadap
negara ini. Merdeka
memang berarti kita bebas melakukan "berbagai hal." Tetapi janganlah
kita tersesat oleh kata merdeka. Pegangan kita tetap pada cita-cita para
pendiri bangsa ini bahwa makna kemerdekaan adalah kesejahteraan bagi seluruh rakyat Indonesia. Kata
kunci yang mestinya terpatri dalam jiwa para pemimpin kita.
Penulis : Ayu Indah Lestari
Tidak ada komentar:
Posting Komentar