![]() |
Ilustrasi : www.monitorday.com |
Bismillahirrahmaanirrahim.
Tulisan ini agaknya termotivasi oleh opini yang dimuat oleh salah satu media
bersuara di Universitas Sumatera Utara (USU) dengan nada yang nyaris serupa.
Semoga tulisan berikut akan semakin memperindah suara anak USU dalam menuangkan
ide-idenya.
Meminjam laporan
dari banyak mass media, pada tanggal 26 Juni yang lalu Amerika Serikat
melegalkan pernikahan sesama jenis atau yang sekarang lebih awam disebut LGBT.
Legalnya pernikahan sejenis itu menyulut selebrasi besar di negara adidaya
tersebut. Amerika memang selalu menjadi perhatian dunia, selebrasi tak terasa
hanya di negara Paman Sam, tapi mendunia. Jejaring sosial marak dengan simbol
warna-warni pelangi yang diklaim sebagai ikon kebanggan LGBT. Ucapan selamat
pun banyak ditujukan bahkan dari artis Indonesia.
LGBT adalah
singkatan dari Lesbian Gay Bisexual and Transgender yang merupakan
bentuk-bentuk orientasi seksual yakni dorongan/ketertarikan/ hasrat untuk
terlibat secara seksual dan emosional. Lesbian berarti mereka yang berorientasi
seksual sesama wanita, Gay ialah mereka yang memiliki ketertarikan seksual dan
emosianal sesama pria, Biseksual ialah yang memiliki ketertarikan pada pria dan
wanita sekaligus, sementara yang agak berbeda adalah Transgender yakni
perempuan atau laki-laki yang merasa bahwa diri mereka tergolong pada golongan
seks yang berbeda sehingga melakukan bedah medis untuk mendapatkan kelamin yang
diinginkan.
LGBT sejak awal
kemunculannya masih saja menuai kontroversi. Mereka yang pro dan kontra
sama-sama memiliki argumentasi yang ketika dipertemukan tetap takkan memberikan
solusi karena salah satunya tak ada yang
kalah.
Mereka yang pro
mengatakan bahwa memiliki orientasi seksual berbentuk LGBT adalah hak asasi.
Mereka merasa bahwa setiap orang berhak memilih orientasi seks masing-masing,
demi kebahagian dalam menjalani hidup masing-masing. Tapi mungkin mereka lupa
apa arti hak asasi pada diri manusia sebenarnya.
Secara universal
hak asasi manusia atau yang biasa kita sebut HAM adalah hak dasar yang dimiliki
oleh setiap manusia sejak lahir sampai mati sebagai anugrah dari Tuhan Yang
Maha Esa. Tidak peduli ia pria atau wanita, miskin atau kaya, dari ras mana,
agama, suku atau bangsa apapun. Selanjutnya John Locke berpendapat bahwa HAM
adalah hak yang dibawa sejak lahir yang secara kodrati tidak dapat diganggu
gugat.
Kodrat manusia
terlahir sebagai pria dan wanita. Kodrat manusia berpasangan dengan lawan
jenisnya. Itulah HAM. Maka, LGBT bukan hak asasi yang harus ada di diri
manusia. Hak manusia memiliki orientasi seks kodratnya ialah kepada lawan
jenisnya, bukan sesasama jenis seperti yang dianut para LGBTers.
Mungkin
pengertian HAM bertransformasi di Amerika hingga kelegalan pernikahan sesama
jenis akhirnya terkabulkan. Bagaimana dengan Indonesia? Masyarakat Indonesia
patutnya bersyukur karena sampai sekarang pernikahan sesama jenis masih ditolak
oleh Mahkamah Konstitusi. Itu artinya tidak sah pernikahan sesama jenis di
Indonesia.
Indonesia adalah
negara berketuhanan yang Maha Esa. Ini sesuai dengan dasar negaranya yakni
Pancasila. Lima dasar negara yang kelima sila-nya tak mampu terpisahkan. Lima
dasar negara yang dimulai dengan Ketuhanan Yang Maha Esa.
Dilarangnya
pernikahan sesama jenis di Indonesia umumnya dikait-kaitkan dengan aturan
agama. Jangankan pernikahan sasama jenis, berbeda jenis tapi beda agama pun tak
disetujui oleh negara ini. Konon ada yang merasa hak konstitusinya dilanggar
akibat terlibatnya aturan agama dalam aturan negara.
Indonesia memang
bukan negara agama tertentu. Tapi keabsolutuannya sebagai negara berketuhanan
tak layak lagi menjadi perdebatan. Setiap warga negara berhak memilih kayakinan
apa yang ia anut.
Agama tidak
pernah mengekang manusia dalam bernegara. Agama tidak pernah merusak hak
konstistusional manusia jika ia menjadi salah satu elemen dalam terbentuknya
hukum negara. Agama membuat konstitusi melindungi hak asasi manusia.
Manusia berhak
menjalani hidupnya secara kodrati. Manusia berhak menjalani hidup secara alami
tanpa merusak aspek penting dalam hidupnya. Kesehatan misalnya. Hidup sehat
adalah Hak yang sangat mendasar yg dimiliki oleh manusia.
Data WHO dan
UNAIDS memperkirakan jumlah orang terinfeksi HIV/AIDS pada tahun 2008 mencapai 33,4 juta di seluruh
dunia. Jumlah tersebut meningkat 20 persen dari tahun 2000 dengan prevalensi
tiga kali lebih besar daripada tahun 1990. Proporsi penularan tersebut
sepanjang triwulan pertama 2009, melalui hubungan seksual baik heteroseksual
maupun homoseksual mencapai 60 persen dengan angka kejadian pada homoseksual
lebih tinggi dibandingkan dengan heteroseksual, melalui jarum suntik 30 persen,
sedangkan sisanya melalui transfusi darah dan dari ibu hamil ke janin yang
dikandungnya. Dengan agama, manusia akan terlindungi haknya.
Negara Indonesia
adalah negara yang ideal karena aturannya mengacu pada dasar negaranya,
Pancasila yang sila pertamanya adalah Ketuhanan Yang Maha Esa. Dilarangnya
pernikahan sesama jenis di Indonesia bukanlah wujud pelanggaran hak dan sangat
keterlaluan jika menyalahkan agama sebagai asbab tercegahnya hak konstitusional
yakni menikah secara sah di mata negara.
LGBT, jika
ditinjau lebih dalam secara ideologi sangatlah bertentangan dengan ideologi
bangsa ini. LGBT mulanya lahir sebagai kumpulan komunitas minor akibat
orientasi seksnya yang berbeda dari orang-orang pada normalnya. LGBT lahir
sebagai gerakan kebebasan yang menuntut keadilan dari negri berpaham liberal
barat yang berarti kebebasan adalah segalanya. LGBT memang pantas menjadi
sorotan terutama bagi para pemuda yang mengaku cinta bangsa dan negara. LGBT
tidak akan berjaya di negri ini selama bangsa Indonesia tetap menjunjung tinggi
ideologi Pancasilanya dan tidak membiarkan ideologi asing merajai negrinya.
Tidak sahnya LGBT
di Indonesia adalah salah satu bentuk harta yang perlu dijaga nilainya.
Masuknya agama ke dalam elemen penting dalam bernegara adalah hal mutlak yang
tidak bisa diganggu gugat. Agama apapun di dunia tentu mengajarkan untuk patuh
kepada Tuhan. Menikah sesama jenis bukan ajaran agama. Agama apapun menyuratkan
pernikahan salahsatunya untuk memperoleh keturunan yang sah. LGBT tidak akan
memenuhi titah Tuhannya.
Ditulis oleh Ardianti Ahmad, mahasiswi Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara 2011. Tulisan asli dengan redaksi yang sama tanpa pengurangan dan penjumlahan kata.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar