Kamis, 20 Agustus 2015

Antara LGBT , Agama, dan Pernikahan di Indonesia


Ilustrasi : www.monitorday.com

Bismillahirrahmaanirrahim. Tulisan ini agaknya termotivasi oleh opini yang dimuat oleh salah satu media bersuara di Universitas Sumatera Utara (USU) dengan nada yang nyaris serupa. Semoga tulisan berikut akan semakin memperindah suara anak USU dalam menuangkan ide-idenya.

Meminjam laporan dari banyak mass media, pada tanggal 26 Juni yang lalu Amerika Serikat melegalkan pernikahan sesama jenis atau yang sekarang lebih awam disebut LGBT. Legalnya pernikahan sejenis itu menyulut selebrasi besar di negara adidaya tersebut. Amerika memang selalu menjadi perhatian dunia, selebrasi tak terasa hanya di negara Paman Sam, tapi mendunia. Jejaring sosial marak dengan simbol warna-warni pelangi yang diklaim sebagai ikon kebanggan LGBT. Ucapan selamat pun banyak ditujukan bahkan dari artis Indonesia.

LGBT adalah singkatan dari Lesbian Gay Bisexual and Transgender yang merupakan bentuk-bentuk orientasi seksual yakni dorongan/ketertarikan/ hasrat untuk terlibat secara seksual dan emosional. Lesbian berarti mereka yang berorientasi seksual sesama wanita, Gay ialah mereka yang memiliki ketertarikan seksual dan emosianal sesama pria, Biseksual ialah yang memiliki ketertarikan pada pria dan wanita sekaligus, sementara yang agak berbeda adalah Transgender yakni perempuan atau laki-laki yang merasa bahwa diri mereka tergolong pada golongan seks yang berbeda sehingga melakukan bedah medis untuk mendapatkan kelamin yang diinginkan.

LGBT sejak awal kemunculannya masih saja menuai kontroversi. Mereka yang pro dan kontra sama-sama memiliki argumentasi yang ketika dipertemukan tetap takkan memberikan solusi karena  salah satunya tak ada yang kalah.

Mereka yang pro mengatakan bahwa memiliki orientasi seksual berbentuk LGBT adalah hak asasi. Mereka merasa bahwa setiap orang berhak memilih orientasi seks masing-masing, demi kebahagian dalam menjalani hidup masing-masing. Tapi mungkin mereka lupa apa arti hak asasi pada diri manusia sebenarnya.

Secara universal hak asasi manusia atau yang biasa kita sebut HAM adalah hak dasar yang dimiliki oleh setiap manusia sejak lahir sampai mati sebagai anugrah dari Tuhan Yang Maha Esa. Tidak peduli ia pria atau wanita, miskin atau kaya, dari ras mana, agama, suku atau bangsa apapun. Selanjutnya John Locke berpendapat bahwa HAM adalah hak yang dibawa sejak lahir yang secara kodrati tidak dapat diganggu gugat.

Kodrat manusia terlahir sebagai pria dan wanita. Kodrat manusia berpasangan dengan lawan jenisnya. Itulah HAM. Maka, LGBT bukan hak asasi yang harus ada di diri manusia. Hak manusia memiliki orientasi seks kodratnya ialah kepada lawan jenisnya, bukan sesasama jenis seperti yang dianut para LGBTers.

Mungkin pengertian HAM bertransformasi di Amerika hingga kelegalan pernikahan sesama jenis akhirnya terkabulkan. Bagaimana dengan Indonesia? Masyarakat Indonesia patutnya bersyukur karena sampai sekarang pernikahan sesama jenis masih ditolak oleh Mahkamah Konstitusi. Itu artinya tidak sah pernikahan sesama jenis di Indonesia.

Indonesia adalah negara berketuhanan yang Maha Esa. Ini sesuai dengan dasar negaranya yakni Pancasila. Lima dasar negara yang kelima sila-nya tak mampu terpisahkan. Lima dasar negara yang dimulai dengan Ketuhanan Yang Maha Esa.

Dilarangnya pernikahan sesama jenis di Indonesia umumnya dikait-kaitkan dengan aturan agama. Jangankan pernikahan sasama jenis, berbeda jenis tapi beda agama pun tak disetujui oleh negara ini. Konon ada yang merasa hak konstitusinya dilanggar akibat terlibatnya aturan agama dalam aturan negara.

Indonesia memang bukan negara agama tertentu. Tapi keabsolutuannya sebagai negara berketuhanan tak layak lagi menjadi perdebatan. Setiap warga negara berhak memilih kayakinan apa yang ia anut.

Agama tidak pernah mengekang manusia dalam bernegara. Agama tidak pernah merusak hak konstistusional manusia jika ia menjadi salah satu elemen dalam terbentuknya hukum negara. Agama membuat konstitusi melindungi hak asasi manusia.

Manusia berhak menjalani hidupnya secara kodrati. Manusia berhak menjalani hidup secara alami tanpa merusak aspek penting dalam hidupnya. Kesehatan misalnya. Hidup sehat adalah Hak yang sangat mendasar yg dimiliki oleh manusia.

Data WHO dan UNAIDS memperkirakan jumlah orang terinfeksi HIV/AIDS  pada tahun 2008 mencapai 33,4 juta di seluruh dunia. Jumlah tersebut meningkat 20 persen dari tahun 2000 dengan prevalensi tiga kali lebih besar daripada tahun 1990. Proporsi penularan tersebut sepanjang triwulan pertama 2009, melalui hubungan seksual baik heteroseksual maupun homoseksual mencapai 60 persen dengan angka kejadian pada homoseksual lebih tinggi dibandingkan dengan heteroseksual, melalui jarum suntik 30 persen, sedangkan sisanya melalui transfusi darah dan dari ibu hamil ke janin yang dikandungnya. Dengan agama, manusia akan terlindungi haknya.

Negara Indonesia adalah negara yang ideal karena aturannya mengacu pada dasar negaranya, Pancasila yang sila pertamanya adalah Ketuhanan Yang Maha Esa. Dilarangnya pernikahan sesama jenis di Indonesia bukanlah wujud pelanggaran hak dan sangat keterlaluan jika menyalahkan agama sebagai asbab tercegahnya hak konstitusional yakni menikah secara sah di mata negara.

LGBT, jika ditinjau lebih dalam secara ideologi sangatlah bertentangan dengan ideologi bangsa ini. LGBT mulanya lahir sebagai kumpulan komunitas minor akibat orientasi seksnya yang berbeda dari orang-orang pada normalnya. LGBT lahir sebagai gerakan kebebasan yang menuntut keadilan dari negri berpaham liberal barat yang berarti kebebasan adalah segalanya. LGBT memang pantas menjadi sorotan terutama bagi para pemuda yang mengaku cinta bangsa dan negara. LGBT tidak akan berjaya di negri ini selama bangsa Indonesia tetap menjunjung tinggi ideologi Pancasilanya dan tidak membiarkan ideologi asing merajai negrinya.

Tidak sahnya LGBT di Indonesia adalah salah satu bentuk harta yang perlu dijaga nilainya. Masuknya agama ke dalam elemen penting dalam bernegara adalah hal mutlak yang tidak bisa diganggu gugat. Agama apapun di dunia tentu mengajarkan untuk patuh kepada Tuhan. Menikah sesama jenis bukan ajaran agama. Agama apapun menyuratkan pernikahan salahsatunya untuk memperoleh keturunan yang sah. LGBT tidak akan memenuhi titah Tuhannya.




Ditulis oleh Ardianti Ahmad, mahasiswi Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara 2011. Tulisan asli dengan redaksi yang sama tanpa pengurangan dan penjumlahan kata. 


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Kisah Inspiratif Andre Doloksaribu Mendirikan Rumah Belajar Untuk Anak Pinggiran Sungai

Oleh : saturnusapublisher Gardamedia.org (24/05/2023)    - Masyarakat pinggiran sungai sering kali terlupakan keberadaannya, apalagi biasany...