![]() |
Ilustrasi |
Gardamedia.org – Kelompok eks komunis ataupun pendukungnya sampai saat ini masih terus
intens melakukan kegiatan dalam rangka merefleksikan dan mewujudkan tujuan
perjuangan dan agenda politiknya ke depan. Sehingga momentum reformasi yang
bergulir di Indonesia sejak 17 tahun yang lalu juga telah member andil sangat
besar sebagai “pintu masuk” kebangkitan “hantu komunisme” di Indonesia. Hal ini
tidak dapat disangkal jika banyak tokoh tetap menetapkan komunisme adalah
ancaman nasional bagi bangsa Indonesia.
Hal
inilah yang melatarbelakangi Dinas Eksternal PEMA FISIP USU mengadakan kegiatan
yang bertajuk dialog publik dengan tema “Pancasila di tengah Ancaman Ideologi
Dunia, Masih Relevankah Gerakan Anti Komunis di tengah Era Globalisasi ?” pada
hari sabtu (27/6) di Aula Wisma USU. Dialog publik ini diisi oleh beberapa
pembicara senior seperti Prof. Dr. Usman Pelly, MA Ph.D, Abdul Rahman Melayu,
S.H, M.H, serta H. M. Tahjuddin Nur. Selain itu, penyelanggara juga mengundang
beberapa aktivis perjuangan penentang G30S PKI di zamannya dan beberapa
organisasi ekstra USU.
![]() |
Foto : Tampak ketiga pemateri (dari kiri) dan moderator (kanan) saat kegiatan berlangsung sabtu (27/6) di Aula Wisma USU |
Dalam
wawancara singkat dengan salah satu pembicara M. Tahjuddin Nur yang juga
merupakan Ketua DPW Laskar Ampera Angkatan ’66 Sumut, beliau mengungkapkan
harapannya pada kegiatan ini.
“Kami
sebagai pelaku sejarah penumpasan G30S PKI di Sumatera Utara menghimbau lewat pertemuan ini agar mahasiswa khususnya,
dan generasi muda pada umumnya untuk lebih menciptakan daya tangkal terhadap
adanya pengaruh-pengaruh yang bisa merusak nilai pancasila sebagai jati diri
bangsa yang bisa mengganggu stabilitas NKRI. Tentu generasi muda-lah sebagai
bagian dari bangsa yang bisa mengawal pancasila itu sendiri,” jawabnya.
Beliau
juga mengatakan di era globalisasi ini bangsa Indonesia harus tetap melakukan
kajian-kajian interaktif tentang gerakan Anti Komunis agar tidak terjadi suatu
hal yang dapat merusak NKRI.
“Saya
pikir sangat relevan. Kalau kita bicara tentang komunisme, ini merupakan sebuah
paham yang tidak sejalan dengan ideologi Indonesia, yaitu Pancasila. Dan
berbicara tentang Globalisasi kita juga tidak ingin budaya dari luar akan
mempengaruhi karakteristik anak bangsa ini. Kita adalah satu kesatuan dibawah
Bhinneka Tunggal Ika, jadi para pemuda jangan mau dipecah-pecah dan di
provokasi oleh orang-orang yang ingin merusak citra NKRI itu sendiri.
Kegiatan
ini sempat memanas saat salah seorang mahasiswa yang berasal dari organisasi
ekstra USU mengungkapkan pandangannya. Dia menilai dialog publik ini sangat
tidak adil karena hanya menyudutkan satu paham saja, komunisme. Mahasiswa yang
tidak diketahui namanya ini juga mengungkapkan kalau tidak ada yang salah
dengan komunisme dan tidak seharusnya di sudutkan.
“Di
tema dituliskan Pancasila di tengah Ancaman Ideologi Dunia, tapi kenapa
dari tadi saya melihat pembicara hanya menyudutkan paham komunis saja, kenapa
tidak disinggung paham-paham yang lain ?. Saya harap kalian semua cerdas, kalau
memang seperti itu apa bedanya komunisme dengan Islam-ekstrimisme ? Tidak ada
yang salah dengan komunisme,” tuturnya.
Tanggapan
mahasiswa ini langsung di potong oleh moderator karena menyampaikan
pernyataannya dengan emosional dan kata-kata yang tidak sopan terhadap
pembicara.
Kegiatan
ini sendiri ditutup dengan pemberian piagam kepada seluruh organisasi ekstra
USU, dan beberapa elemen pergerakan lainnya yang berasal dari luar kampus USU.